Tepatnya kearah semak-semak belukar yang keberadaannya tidak jauh dari mereka.
Xander berjalan mendekat dengan tangan yang sudah menggenggam erat gagang pedang yang tergantung dipinggangnya.
"Siapa?" Ia mendesis tajam. Dan semak itu semakin bergerak seolah-olah hidup. Sesaat kemudian, seorang Wilis muncul, dengan seringai lebarnya yang mengerikan. Bibirnya seolah sobek hingga keujung pipi, dengan kerudung putih transparan yang menutupi wajahnya hingga ke bagian lutut kakinya yang terlihat melayang.
"Ketemu... Anak manusia ada disini rupanya."
Dibelakang sosoknya ada satu lagi Wilis yang menatapnya sendu. Sang pemilik tubuh asli rupanya tengah ingin membalas penolakan yang diberikan oleh Xander terhadap permintaan kecil jiwa Giselle yang asli itu.
"Hihi, rupanya anak manusia mulai membangkang pada kami."
Satu hal yang terpenting saat akan bermalam ditengah hutan.
Api unggun jangan sampai dilupakan.
'sialan!'
Xander mengangkat tangannya keatas, api berwarna kemerahan muncul dari sana. Dalam sekali ayunan tangan, Xander menciptakan penghalang antara Wilis itu dan dirinya. Laksana dinding. Api itu menjalar menghalangi mereka untuk mencapainya.
Xander dengan cepat berlari ke sisi sungai, meraih tangan Giselle yang menatapnya dengan raut wajah bertanya mendekati kuda.
"Maaf, tapi kita harus membatalkan acara bermalam nya disini."
"....?"
Sorot mata kecewa, jelas terpampang diwajahnya. Entah list macam apa yang dibuat oleh gadis itu dikepalanya. Xander tidak bisa diam ditempat ini jika Wilis masih mengejar dirinya, atau lebih tepatnya...
... Giselle itu sendiri?
"Wilis."
"Mereka menginginkan dirimu."
"Seperti alur cerita."
Buku itu nyata.
Rahasia yang disembunyikan oleh buku itu benar-benar nyata. Hutan penuh tipuan kini mengatur kisah mereka, seperti boneka kayu yang digerakkan oleh pencipta nya. Bermain diatas panggung, tanpa mereka sendiri menginginkan nya.
Tirai masa lalu seolah terungkap diantara derap kaki kuda yang mengiringi sungai. Xander, dengan Giselle dalam dekapan jubahnya, membuka kembali tirai itu.
***
Xander kecil kini menginjakkan kaki mungilnya di ibukota bersama sang ibu yang menggenggam erat tangan kecilnya.
Membawanya masuk, disaat sang kaisar tengah mengumumkan kabar bahagia bagi rakyatnya. Kabar tentang permaisuri yang mengandung Putra pertama kekaisaran.
Sorak sorai terdengar dimana-mana. Setiap sisi dan sudut kota dihias dengan sangat meriah. Seolah menunjukkan pada dunia tentang kabar gembira itu. Kebahagiaan terlihat dimana-mana, tidak ada kesedihan didalamnya. Beberapa orang membagikan roti dan berbagai makanan gratis lainnya dijalanan.
Salah satunya adalah roti mentega yang ada ditangan kecilnya.
"Xander, apapun yang akan terjadi, ikuti saja ibu. Oke?" Wanita itu tersenyum manis. "Kita akan menemui ayah."
YOU ARE READING
I'm Giselle but I'm not Giselle
Fantasy[ Renaître Series #3 ] Siapa yang tidak mengenal sosok Giselle? tokoh seorang gadis dalam drama theater ballet 'Giselle'. seorang gadis desa naif yang menjalin hubungan cinta dengan seorang bangsawan. kisah cinta bak cerita negeri dongeng, semuanya...
Chapter 30
Start from the beginning
