Bab 12 - Masa Percobaan

902 133 33
                                    

Masa Percobaan

Setelah Danita gagal membujuk Ramli untuk pulang dengan masakannya, sore itu Danita kembali. Kali ini, tidak dengan tangan kosong, tapi dengan berbagai macam makanan. Danita membawa setidaknya sepuluh kantong berisi berbagai macam makanan, mulai dari nasi goreng, ayam saus asam pedas, daging lada hitam, itu yang kemarin gagal dimasak Danita, ditambah sushi, kwetiauw, risotto, fried chicken, pizza, berbagai macam kue, dan berbagai macam es krim untuk dessert.

Sore ini, Danita sengaja menunggu Adel untuk ikut naik ke lantai atas apartemen wanita itu. Adel tampak melongo melihat bawaan Danita, tapi kemudian tersenyum geli dan mengedik ke kursi kosong di sebelahnya. Seperti kemarin, Danita bisa tiba di unit apartemen tempat Ramli berada dengan bantuan Adel.

Ketika Danita masuk ke apartemen itu, tampak Ramli sedang bermain dengan Axel. Pria itu tenggelam di kolam bola hingga kepalanya, lalu mengangat kepalanya sambil bermain cilukba. Ramli baru menyadari kehadiran Danita di cilukba ketiganya setelah Danita datang.

Ramli langsung berdiri ketika melihat Danita dan bola-bola plastik berjatuhan dari tubuh pria itu. Namun, tatapan Danita tertuju pada dada Ramli yang menonjol. Ia yakin Ramli seorang pria tulen, tapi itu ...

Ramli yang mengikuti arah tatapan Danita menunduk dan menyadari dadanya menggelembung. Pria itu menyelipkan tangan ke balik kausnya dan menjatuhkan dua buah bola yang tadi menyangkut di sana.

"Ka-kamu nggak perlu masak lagi," kata Ramli tergeragap.

Danita berdehem, lalu mengangkat sepuluh kantong plastik makanan di tangannya. "Aku beli banyak makanan dan yang ini aku yakin pasti enak," ucapnya.

Mata Ramli seketika berbinar. Pria itu mendekati Danita, lalu dengan santai dan tanpa dosa, merebut sepuluh kantong plastik di tangan Danita dan membawanya ke meja di ruang tamu. Ia bahkan tak mau repot-repot mempersilakan Danita duduk dulu. Danita menggaruk pelipisnya dengan canggung ketika ditatap Adel dan ketiga teman Ramli.

"Duduk, deh," Adel yang akhirnya mempersilakan.

Adelia Wiratmadja yang terkenal akan ketidaksopanannya, menjadi yang paling memiliki etika dan sopan santun di hadapan keempat pria yang sepertinya titisan manusia purba ini.

Danita mengangguk dan tersenyum canggung, lalu duduk di sofa tunggal yang terpisah dari Ramli dan ketiga temannya.

"Aku pergi dulu, ya," pamit Adel setelah dia menggendong Axel. "Good luck."

Danita hanya bisa meringis sambil mengangguk menanggapi itu. Good luck? Sejak bertemu dengan Ramli, hidup Danita sepertinya jauh dari kata luck. Sial terus yang ada. Ramli adalah sumber kesialannya. Ramli Sialan Alamsyah Brahmana.

***

Ramli berbaring di karpet ruang tamu dengan perut menggembung kekenyangan. Indahnya dunia. Ramli berbaring di karpet yang empuk, halus, dan nyaman, dalam keadaan kenyang, dan sekarang mengantuk pula. Ramli tersenyum sembari memejamkan mata.

Ramli baru saja akan tertidur ketika mendengar panggilan teman-temannya. Ramli membuka mata dengan kesal.

"Apa, sih? Ganggu orang mau tidur aja!" kesal Ramli.

"RIP akhlak lo, Ram!" sembur Wiki. "Ini yang bawain lo makanan masih di sini. Bukannya bilang makasih malah ditinggal tidur."

Ramli akhirnya ingat akan Danita. Seketika, Ramli duduk dan memutar tubuh menghadap Danita. Ramli pikir, wanita itu akan marah, tapi wanita itu justru tersenyum padanya.

"Kalau kamu udah kenyang, bisa kita ngobrol sebentar?" tanya wanita itu kalem.

Kalem? Itu pasti hanya kedok. Ramli juga biasanya melakukannya jika ada yang dia inginkan. Namun, karena Ramli sedang kenyang dan bahagia, dan dunia tampak indah di matanya, jadi dia mengangguk.

"Mau ngobrol apa?" tanya Ramli.

"Tentang pekerjaan di taman hiburan itu ..."

Ramli seketika melotot mendengarnya. "Udah gila kamu, ya? Udah dibilangin aku nggak bisa kerja!"

Danita mengerjap. "Kamu ... barusan bilang aku gila?"

Ramli berdehem. "Aku barusan bilang, aku nggak bisa kerja."

Danita menarik napas dalam. "Kan, kamu bisa nyoba dulu. Kamu mana tahu kalau nggak mencoba?"

Ramli sering mendengar itu di acara motivasi-motivasi.

"Semua orang butuh proses, semua orang butuh belajar. Aku tahu, kamu belum punya pengalaman kerja. Tapi, kalau kamu mau belajar dan berusaha, kamu pasti bisa," ucap Danita dengan penuh keyakinan.

"Kamu ..." Ramli menatap Danita lekat, "habis nonton acara motivasi yang mana?"

Danita kembali mengerjap. "Kamu ... udah pernah nonton acara pemakaman?"

Ramli menelan ludah. "Jadi, tadi aku harus nyoba apa? Belajar apa?" tanya Ramli.

Danita kembali tersenyum kalem. Cih, Ramli tidak akan tertipu pada senyum kalem penuh kepalsuan itu. Apalagi beberapa detik lalu, wanita psikopat itu menyebutkan tentang pemakaman.

"Kamu harus nyoba dulu kerja di Be Wonderland. Aku akan bantuin kamu," ucap wanita itu. "Dan siapa tahu kalau kamu bisa kerja dengan baik, kamu nggak harus nikah sama aku."

Ramli mulai tertarik mendengar itu.

"Emangnya kamu mau nikah sama aku yang masak aja nggak bisa, jahat sama kamu, dan hampir ngebunuh kamu?" lanjut Danita.

Tuh, kan! Akhirnya wanita itu mengaku jika dia jahat pada Ramli dan hampir membunuh Ramli! Meski begitu, kalimatnya itu semakin meyakinkan Ramli untuk belajar, berusaha, dan bekerja dengan baik untuk meminta balasan agar tidak dijodohkan dengan wanita psikopat itu.

"Kalau kita beneran nikah, kamu akan menderita," ucap Danita lagi. "Aku tuh, tipe wanita mandiri. Aku nggak butuh suami, aku nggak butuh cowok. Kalau kita nikah, kamu nggak ada fungsinya di hidupku. Cuma jadi semacam keset welcome yang dipajang di depan gitu. Kamu mau kayak gitu?"

Ramli mengerjap, lalu menatap Danita kesal. "Ya, nggak mau, lah! Siapa juga yang mau jadi keset welcome?"

Danita tersenyum lagi. "Makanya, kalau kamu nggak mau nikah sama aku dan jadi keset welcome di hidupku, kamu harus berusaha keras biar nggak dijodohin sama aku. Salah satunya dengan nunjukin kalau kamu bisa kerja dengan baik di Be Wonderland."

Ramli mengangguk mantap, akhirnya menemukan tekad dan tujuannya. Ya, ia akan belajar, berusaha, dan bekerja dengan baik agar tidak perlu menikah dengan Danita dan menjadi keset welcome wanita psikopat itu.

Bahkan setelah Danita pergi, kata-kata wanita itu masih bergaung di kepala Ramli, memotivasinya.

"Lo yakin mau kerja jadi CEO di taman hiburan punya kakek lo, Ram?" tanya Awan ragu.

Ramli mengangguk kuat.

"Lo yakin lo bisa kerja, Ram?" Kali ini Wiki yang meragukannya.

Ramli kembali mengangguk kuat.

"Dan lo yakin lo bisa ngebatalin perjodohan lo dengan kerja di sana?" tanya Nugie ragu.

Ramli lagi-lagi mengangguk kuat.

"Gue bakal buktiin kalau gue bisa ngelakuin itu semua." Ramli menyipitkan mata. "Tadi, Danita bilang kalau dia nggak butuh suami, nggak butuh cowok, dan bakal bikin gue jadi keset welcome kalau sampai nikah sama dia. Cih, sombong banget jadi manusia! Lihat aja ntar, begitu perjodohan ini berakhir, dia bakal nyesal dan mohon-mohon buat balikan sama gue."

Ramli tertawa penuh percaya diri.

"Iya, deh, terserah elo, Ram. Cucu sultan mah, bebas," komentar Awan.

"Iyain aja, deh. Halu mah bebas," kata Nugie.

"Gue salut sama mimpi lo, Ram. Saking tingginya sampai bintang sama langit ketujuh lewat," celetuk Wiki.

Ramli tidak akan mendengarkan apa kata orang lain. Ramli baru saja menemukan tujuan hidupnya. Tidak ada satu pun orang yang bisa menggoyahkannya.

Sparta!

***

Marry Me If You Dare (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang