Bab 18 - Mr. CEO

911 135 27
                                    

Mr. CEO

Ramli baru saja menyelesaikan satu putaran ferris wheel ketika melihat Danita lewat di depan wahana itu. Ramli yang tadinya hendak ikut naik lagi, seketika turun. Selama seminggu terakhir, sulit sekali bagi Ramli untuk bertemu Danita kecuali saat mereka baru datang ke kantor di pagi hari. Jika Ramli bermain di luar, Danita di kantor. Namun, ketika Ramli ke kantor, wanita itu pasti sedang keluar, entah mengurus apa. Seperti saat ini.

"Danita!" panggil Ramli. Namun, wanita itu tak mendengarnya.

Danita tampak berjalan terburu-buru dengan sekretarisnya mengikuti di sebelahnya. Apa sesuatu terjadi? Ramli yang penasaran bergegas mengikuti Danita. Wanita itu masuk ke gedung pertunjukan sirkus akrobat.

Wanita itu pergi ke belakang panggung, ke tempat aula latihan dan beberapa kamar untuk para staf sirkus tinggal. Di tengah aula latihan, Danita menghampiri seorang pria berjenggot putih.

"Apa maksudnya pertunjukan hari ini harus dibatalkan?" tanya Danita.

"Salah satu staf yang akan tampil cedera ketika latihan," jawab pria berjenggot putih itu.

"Itu bukan alasan untuk membatalkan pertunjukan. Ini baru seminggu sejak Be Wonderland dibuka," tandas Danita. "Lagipula, kan ada pertunjukan lain."

"Yang cedera ini pemain inti, Bu. Tanpa dia, pertunjukan nggak bisa berjalan," pria berjenggot putih itu berkeras.

"Kalau gitu, cari orang lain untuk penggantinya!" putus Danita. "Atau kalian semua bisa keluar dari Be Wonderland."

Ramli menatap sekitar ruangan ketika mendengar suara kasak-kusuk para anggota staf sirkus di sana. Danita sudah berbalik dan berjalan pergi, tapi Ramli menghadang jalannya.

"Coba diomongin baik-baik dulu. Nggak baik bentak-bentak gitu, apalagi sama orang yang lebih tua," Ramli mengingatkan pelan-pelan.

Danita melipat lengan di dada. "Kamu sendiri, emangnya kamu nggak pernah ngebentak kakekmu?"

"Kakekku pengecualian," sahut Ramli. "Soalnya, Kakek duluan yang nggak sopan."

Danita melotot galak. "Kamu ..."

"Itu!" Ramli menunjuk ke belakang Danita untuk mengalihkan pembicaraan.

Danita menoleh ke belakang, lalu menatap Ramli. "Apa?"

"Pertunjukannya diganti aja," usul Ramli.

Danita mengerutkan kening. "Apa kamu tahu apa efek ganti pertunjukan sembarangan? Kamu bisa kehilangan pelanggan lamamu."

"Atau, bisa juga kita dapat pelanggan baru," tambah Ramli. "Lagian, kan digantinya nggak buat seterusnya. Bisa dibuat kayak event sementara gitu. Misal, untuk memperingati Hari Laut Sedunia."

"Hari Laut Sedunia?"

Ramli mengangguk, lalu kembali menunjuk ke belakang Danita. Kali ini, Danita tidak mau menoleh ke belakang.

"Aku nggak akan ketipu dua kali," ucap wanita itu.

Ramli akhirnya memutar bahu Danita hingga wanita itu melihat apa yang dilihat Ramli. Serombongan orang yang baru masuk dengan memakai kostum makhluk laut, seperti ikan, udang, dan kepiting.

"Mereka staf yang bertugas promosi pertunjukan sirkus ini," tandas Danita sengit. "Kenapa sama mereka?"

"Bukan mereka, tapi kostumnya. Itu kan, penghuni laut. Gimana kalau kita bikin pertunjukan drama kehidupan laut kayak Spongebob gitu buat memperingati Hari Laut Sedunia?" usul Ramli. "Kan, seru, tuh. Aku juga suka Spongebob, tapi sama Nyak nggak boleh nonton itu lagi soalnya takut aku jadi kayak Patrick. Padahal, apa salah Patrcik, iya, kan? Dia cuma sahabat yang setia sama Spongebob."

***

Danita menatap Ramli yang masih terus mengoceh tentang Spongebob, tapi bukan itu yang menarik perhatian Danita. Melainkan, ide yang diungkapkan pria itu tadi. Ia bahkan masih terkejut karena ide seperti itu bisa datang dari Ramli.

"Tapi ... kenapa kamu bisa kepikiran gitu? Dan gimana kamu bisa tahu tentang Hari Laut Sedunia?" tanya Danita curiga.

"Oh, ya soalnya karena aku suka Spongebob dan Spongebob itu seru. Kalau Hari Laut Sedunia itu aku tahu, soalnya deketan sama hari ulang tahunnya Nugie. Kadang kita sengaja ngerayain ulang tahunnya Nugie pas Hari Laut Sedunia buat bikin Nugie kesal. Dia berasa jadi ikan kalau ulang tahunnya dirayain pas Hari Laut Sedunia." Ramli tergelak setelah menceritakan itu.

Namun, pria itu kemudian berhenti tertawa dan memasang tampang serius.

"Maaf, kalau kamu nggak setuju ngomong baik-baik aja, nggak perlu pakai ancam-mengancam pembunuhan," ucap Ramli.

Danita mendengus geli. Ia mengulurkan tangan dan menepuk puncak kepala Ramli dengan lembut. "Kerja bagus, Pak Ramli."

Ramli melongo menatapnya. "Apa?"

Danita hanya tersenyum tanpa menjawab kebingungan pria itu dan berbalik menghampiri ketua tim sirkus itu, "Kita pakai itu saja. Pertunjukan spesial Hari Laut Sedunia. Konsep itu bisa dipakai selama sebulan. Jadi, putuskan segera. Dalam waktu itu, anggotamu harus sembuh atau kamu harus mencari penggantinya."

Ketua tim sirkus itu tersenyum dan mengangguk. "Baik, Bu. Terima kasih." Dia kemudian menoleh ke arah Ramli. "Tapi, dia ..."

"CEO Be Wonderland," jawab Danita. "Dia pasti belum pernah main ke sini. Tapi, mungkin selama sebulan ini, dia akan jadi pelanggan tetap di sini. Kamu dengar sendiri, dia penggemar Spongebob."

Ketua tim sirkus itu tersenyum dan mengangguk. "Saya akan menyiapkan pertunjukan terbaik yang tidak akan mengecewakan Bu Danita."

Danita menggeleng. "Pertunjukan itu bisa mengecewakanku, tapi jangan sampai mengecewakan Pak Ramli. Karena sebagian besar penonton kalian nanti anak-anak dan mereka punya selera yang sama dengan Pak Ramli."

Danita menoleh pada Ramli yang melambaikan tangan riang ke arah para staf berkostum makhluk laut. Ramli memang CEO yang tepat untuk Be Wonderland.

***

Ramli mengikuti Danita yang akan kembali ke kantor dari gedung sirkus. Namun, di tengah jalan, Danita berhenti untuk mengangkat telepon masuk di ponselnya. Pagi mulai beranjak siang dan matahari mulai bersinar terik. Danita berbicara di telepon sambil mengernyit, tampak terganggu dengan panas matahari.

Wanita itu sudah akan berjalan ke pohon di pinggir jalan, tapi tiba-tiba dia berhenti dan menunduk menatap sepatunya. Ramli memperhatikan hak tinggi sepatu Danita yang sebelah kiri hampir patah. Wanita itu melepas sepatunya dan mengambilnya, mengecek bagian haknya. Saat itulah, Ramli melihat bagian belakang kaki Danita lecet dan berdarah.

Namun, setelah memeriksa hak sepatunya, Danita kembali menjatuhkan sepatunya ke tanah dan memakai lagi sepatunya. Wanita itu kemudian menutup telepon dan hendak kembali berjalan, tapi Ramli menahan tangannya.

"Kenapa?" tanya Danita.

"Lepas sepatumu," pinta Ramli. "Yang sebelah kiri."

Danita mengerutkan kening. "Kenapa?"

"Lepas aja dulu," ucap Ramli seraya berjongkok.

Danita tampak bingung, tapi dia melepas sepatunya yang sebelah kiri. Lalu, Ramli melepas sepatunya yang sebelah kiri dan meletakkannya di bawah kaki Danita. Ramli mendongak menatap wanita itu.

"Sekarang kamu lepas yang kanan," ucap Ramli. "Cepat! Keburu panas, nih!" kejar Ramli.

Meski masih bingung, Danita melakukan sesuai perintah Ramli dan melepas sepatu sebelah kanannya. Ramli juga melepaskan sepatu sebelah kanannya dan menyelipkannya di bawah kaki Danita. Ramli lalu membawa sepasang sepatu Danita di tangannya dan berdiri.

"Kamu harusnya kalau kerja pakai sepatu yang nyaman kayak gitu, biar kakimu nggak luka," ucap Ramli.

Danita terkejut, lalu menunduk menatap kaki Ramli yang bertelanjang di atas paving. Ramli mulai berjinjit ketika telapak kakinya terasa terbakar.

"Kamu nggak perlu ngelakuin ini," ucap Danita. "Siniin sepatuku. Biar ..."

"Aw, aw, kita ketemu di kantor aja, deh. Kakiku udah kepanasan. Aku duluan!" pamit Ramli sebelum berlari sambil berjinjit-jinjit karena sengatan panas di paving di bawah kakinya.

***

Marry Me If You Dare (End)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora