7. Kesalahan menjadi wajar

130 16 44
                                    

Siang dan malam menjadikan kita sangat berbeda.

🌸

Zinni baru saja ingin merebahkan badan di atas ranjang. Sayang sekali, makhluk tak diundang langsung menerobos masuk ke dalam kamar Zinni. Sedetik kemudian melemparkan sepaket buku cetak, tulis, dan laptop sembarangan. Ia sudah hapal kira-kira apa yang diinginkan Geren dengan mendatanginya.

Biasanya lelaki itu tak sudi dan enggan untuk singgah di sana, kecuali jika ada perlu. Seperti sekarang ini.

"Kerjain noh," suruh Geren menatap lurus Zinni. "Malah bengong, kenapa? Nggak mau?"

Zinni menggeleng dan beringsut ke sisi ranjang, guna mengambil barang-barang Geren. Untung saja, malam ini ia tidak memiliki tugas apa pun. Sehingga ia tidak perlu begadang lebih lama dari hari biasanya.

Dengan terpaksa, ia melakukan itu. Mau bagaimana lagi, kakaknya selalu mengandalkan Zinni atas tugas-tugas sekolahnya sendiri. Dia tidak peduli walaupun Zinni menolak dan tidak mengerti. Geren hanya mau, jika tugas itu selesai dan ia terbebas dari jerat hukuman besok.

"Gue tunggu di sini," tutur Geren seraya melompat ke atas kasur.

Kebiasaan Geren santai seperti bos. Lalu, tanpa dosa berguling-guling memainkan gadget miliknya. Mengotak-atik games, youtube, juga akun sosial media yang tak pernah sepi.

Sementara itu, Zinni hanya bisa menahan perasaan tak menentu. Ia beranjak ke meja belajar, dan siap mengerjakan PR. Tetapi, gerakannya terhenti karena tidak tahu harus melakukan apa.

"Ini disuruh ngapain tugasnya?" tanya Zinni seraya memutar kursi yang diduduki.

Yang ditanya malah asik mengobrol lewat telepon, sampai tidak menyahut. Cukup lama Zinni menunggu. Berusaha sabar dan tak menyulut percikan amarah.

Ponsel di atas meja berdering, menandakan sebuah pesan baru saja masuk. Lantas Zinni langsung menyambar benda tersebut. Tanpa sadar, ia turut larut dalam percakapan dalam grup kelas via whatsapp, dan hampir melupakan hal penting.

"Kenapa belum dikerjain?" pertanyaan singkat dari mulut Geren sontak mengejutkan indra pendengaran Zini. Buru-buru Zinni menyudahi aksinya, merasa tak enak hati.

"I-itu ... tugasnya suruh ngapain?"

"Mana gue tau."

"Lah?" spontan Zinni melongo. Mulut kecilnya terbuka lebar.

Ada saja manusia seperti ini. Sesuka hati tak berperasaan.

"Tanya temen lo tuh, Jasmine. Terserahlah siapa aja. Gue nggak inget soalnya."

"Tapikan, yaudah deh."

Bahaya. Kalau Jasmine sampai tahu perkara tersebut, pasti anak itu akan murka. Bukan solusi yang Zinni dapat, malahan masalah yang semakin bertambah.

Logikanya adalah Geren yang anak IPS, secara paksa menyuruh Zinni yang merupakan siswi IPA untuk mengerjakan tugas sekolahnya. Tentu saja, Zinni lumayan kesulitan menghadapi situasi yang ada. Dari segi pelajaran dan segala macam materi pasti berbeda. Tetapi, bukan hal baru bagi Zinni. Sehingga ia tidak begitu terkejut.

Memang benar, seharusnya Zinni tidak menuruti kemauan Geren. Anak itu semakin besar kepala dan menggampangkan apa pun dan melimpahkan kesulitan bagi Zinni. Di samping itu, Zinni tahu kalau Geren salah. Tetapi, sikap Zinni belum mampu mengubah kelakuan Geren.

"Buruan kerjain. Besok dikumpul tuh tugas," seloroh Geren tak sabar sambil menatap Zinni malas. Anak itu menyandarkan diri pada kepala kasur di belakangnya. Tak lupa memasang earphone untuk menyumpal gendang telinga.

ZINNIA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang