Lega

4.3K 291 31
                                    

"Gimana, Mas? Aku butuh uang itu sekarang." Ucapan Meisye sontak membuat ketiga orang yang mengelilingi Benny semakin geram dibuatnya. Baru tadi pagi wanita dengan pakaian tidak serapi biasanya itu mendatangi ruang rawat inap Ayahnya, kini wanita itu datang kembali dengan tujuan yang cukup membuat ketiga anak kandung mereka tercengang. Menagih uang harta gono-gini yang mana rumah yang menjadi tempat berlindung Benny dan anak-anaknya-lah yang menjadi sebab adanya perebutan harta gono gini itu.

"Yang benar aja! Lo nagih uang penjualan rumah di saat Ayah gue lagi sakit gini?! Lo punya otak enggak? Rumah juga belum kejual, lo main nagih-nagih aja!" Gio sang anak tertua mulai mendatangi tempat dimana Meisye tengah duduk tenang di samping Benny. Baik Gio, Fira maupun Raya memang tidak terkejut akan fakta jika rumah mereka akan segera Benny jual. Sepeninggal Meisye tadi pagi Benny mengatakan semuanya. Ayah dengan ketiga anak itu setuju untuk menjual aset berharga satu-satunya hanya untuk memberikan yang terbaik bagi mereka. Ia ingin Fira--satu-satunya alasan terbesar Benny mengikhlaskan rumah kenangan itu--mendapatkan ketenangan. Biarlah nanti Benny dan anak-anak pindah ke rumah yang lebih kecil atau mungkin mengambil kredit KPR lagi untuk hunian mereka selanjutnya. Asal keluarga mereka jauh dari teror yang ia duga berasal dari seseorang yang tidak suka akan kehadiran janin di dalam kandungan Fira.

Benny mengangkat tangannya rendah, mengisyaratkan pada Gio untuk diam di tempatnya berdiri seperti beberapa menit yang lalu. "Sudahlah Gio, jangan ikut campur. Ini urusan orangtua." Benny menatap penuh permohonan pada Gio. Menjadikan sang anak hanya bisa mengumpat di dalam hati namun tidak bisa bertindak apapun--sama seperti kedua adiknya yang hanya saling menyibukkan diri dengan ponsel masing-masing di sofa pojok ruangan itu--berusaha tidak peduli.

"Aku pasti akan memberikan uang itu nanti, Mei. Setelah ada orang yang membelinya, aku akan memberitahu kamu. Bukankah baru tadi pagi kita membicarakan ini? Lantas mengapa kamu seolah dikejar-kejar sesuatu hingga kamu menagih uang hasil penjualan secepat ini? Apa..."

"Aku butuh uang itu sekarang, Mas. Kamu nggak perlu tahu untuk apa aku membutuhkan uang itu sekarang. Yang jelas, aku mau uang bagianku ada di tanganku hari ini juga," potong Meisye tajam. Ia menatap Benny dengan angkuh, mengabaikan tatapan membunuh yang mendadak mengelilingi ruang rawat inap Benny. Meski sadar bahwa apa yang dilakukannya keterlaluan, namun Meisye tidak memiliki pilihan lain. Di samping ia tidak mungkin mengatakan apa yang menimpanya, ia juga tidak sudi ditertawakan oleh orang-orang yang pernah ia sakiti di sekelilingnya itu.

Benny terdiam sejenak. Berbagai pemikiran kian berkelebat di otaknya. Ia cukup tahu bahwa wanita di depannya yang tampak angkuh namun bersorot mata rapuh itu tengah memiliki permasalahan yang mengganggunya. Bukan sebulan dua bulan saja ia mengenal Meisye, namun sudah puluhan tahun keduanya hidup bersama. Tentu saja Benny tahu akan kebiasaan Meisye jika menyembunyikan sesuatu yang membebaninya--seperti saat ini.

"Bukan aku tidak mau memberi hak kamu sekarang, Mei. Tapi memang benar kata Gio, rumah kita belum terjual. Aku juga tidak mempunyai uang sebanyak itu sekarang. Maaf, Mei, aku tidak bisa menuruti kemauanmu."

"Ya udah, kalau begitu kamu yang keluar dari rumah itu, Mas. Biar aku yang tinggal di sana bersama anak-anak," putus Meisye akhirnya. Otaknya yang buntu dan tak ingin menjadi gelandangan di jalan membuatnya tega mengatakan hal sekejam itu. Ia tidak peduli dengan keadaan Benny yang tak berdaya di depannya itu. Yang ia pedulikan hanya satu, ia butuh tempat tinggal gratis untuk saat ini.

Benny terdiam. Ia memutar otaknya cepat, berharap menemukan jawaban yang tepat dari keinginan Meisye yang tidak masuk akal. Jika memang Meisye menginginkan rumah itu, mengapa tidak sedari awal saja, sebelum keputusan pengadilan menjatuhkan perceraian di antara mereka. Harusnya Meisye memintanya dari awal, bukan saat ia sedang sakit seperti ini.

(Un)Happy Family [Completed]Where stories live. Discover now