Terbongkar

4.4K 210 33
                                    

Benny terjaga dari tidurnya saat telinganya menangkap benda yang dibanting dengan sengaja. Ia melirik jam dinding di atas meja rias Meisye yang menunjukkan pukul 5 sore. Sepertinya aku tidur terlalu lama. Batin Benny pelan seraya mendudukkan dirinya dan berdiri--melangkah-- menuju pintu kamarnya.

Semakin ia melangkah, suara ribut-ribut yang diduganya berasal dari ruang depan keluarga mereka membuat Benny mengernyit bingung. Ia seolah merasakan de javu saat beberapa minggu yang lalu menemukan keluarganya yang ribut dan berakhir dengan fakta jika Fira tengah hamil. Semoga ini hanya perasaanku saja. Benny menggeleng, menepis segala perasaannya yang mendadak tidak enak.

Sejenak ia berdiri tanpa suara di samping gorden pembatas ruang tengah dengan ruang serbaguna keluarganya. Dilihatnya Meisye yang berusaha merebut sesuatu dari tangan Gio yang seolah mempermainkannya. "Hapus! Hapus Gio!" pekik Meisye seraya berusaha merebut ponsel anaknya. Wanita itu terus menjinjitkan kakinya dan hampir mencapai tangan Gio yang memegang ponsel--barang--yang diperebutkan oleh keduanya.

Lalu saat tangan Meisye memukul keras lengan Gio, benda persegi panjang dan pipih itu terlempar dan lolos begitu saja dari tangan lelaki yang kini tercengang karena rasa terkejutnya. "Ayah?" Ucapan Gio sontak membuat Meisye membelalakkan mata.

Wanita dengan rambut acak-acakan mirip dengan sarang burung itupun menoleh dan menatap horor Benny yang kini tengah menatap layar ponsel berwarna hitam itu. Entah harus beruntung atau sial, mengingat ponsel yang masih menyala itu tertangkap oleh Benny. Namun yang pasti, keempat orang yang sedang berkospirasi untuk menyembunyikan fakta jika masalah ini tidak boleh sampai pada Benny--saling terdiam dengan rasa penuh kekhawatiran.

"Apa ini, Mei?" Benny membuka suara. Ia mengalihkan pandangannya menatap lurus pada Meisye yang kini berbalik hingga berhadapan tepat dengannya.

Tak ada raut penyesalan, atau bahkan takut akan aibnya diketahui Benny. Satu-satunya yang dilakukan Meisye hanya mengangkat dagunya--menyembunyikan-- rasa malu yang menggulung hatinya. Dengan wajah datar dan kembali normal, Meisye menjawab, "seperti yang sudah Mas lihat, itu aku dan Mas Robby. Kami sudah merajut hubungan kami kembali, Mas. Mungkin dulu aku nggak bisa menolak keputusan Bapak, tapi untuk sekarang, sepertinya aku sudah nggak bisa hidup bersamamu lagi, Mas. Maaf. Aku pergi sekarang."

"Maksud kamu?" tanya Benny, seolah-olah apa yang disampaikan Meisye hanya kalimat serupa, aku pergi sama Bu Bella ke pasar, Mas--atau-- aku mau pengajian di kampung sebelah sampai jam sepuluh, tolong kuncinya di simpen di bawah pot bunga. Benny gagal paham dengan kenyataan yang ada di depan mata kali ini. Ia mendekati Meisye seraya berkata, "ayo kita bicarakan ini di kamar. Tidak etis rasanya membicarakan hubungan kita di depan anak-anak."

"Nggak perlu! Tokh anak-anakmu juga udah tahu. Apa foto yang kamu lihat tadi belum menjelaskan semuanya, Mas? Apa kamu pura-pura bodoh dan menganggap semuanya hanya editan semata? Jangan berpura-pura lagi, Mas." Meisye tertawa sumbang. "Ah, bukan, aku yang capek berpura-pura selama ini. Aku capek berpura-pura baik, aku capek berpura-pura nggak menjadi diriku sendiri, aku capek berpura-pura mencintai kamu, Mas." Meisye maju mendekati Benny, siap menjatuhkan bom hiroshima yang kedua kalinya di hati Benny. "Kamu tahu, Mas, anak-anak kita benar-benar hebat. Mereka lebih memilihmu daripada aku yang melahirkan mereka. Sampai-sampai mereka mengatai aku tak lebih dari seorang pelacur di rumah bordir!" teriak Meisye diujung kalimatnya. Ia lalu tertawa sumbang kembali seraya menunjuk-nunjukkan ibu jarinya tepat ke dada Benny sebelum melanjutkan, "mereka pikir, hanya karena aku tidur sama Mas Robby, lantas mereka bisa menganggap Mas pria suci dan aku wanita kotor. Sementara mereka nggak tahu apa-apa soal hubungan kita. Ayo ngomong, Mas! Jangan diem aja! Bongkar semuanya biar sekalian hancur! Selama ini aku diam aja karena aku mau melindungi kamu. Tapi apa yang aku dapat? Nggak ada, Mas! Nggak ada!"

(Un)Happy Family [Completed]Where stories live. Discover now