Masa Lalu

2.6K 155 12
                                    

"Karena Bapak lebih mempercayai Mas Benny untuk menjagaku," jawab Meisye singkat. Wanita dengan mata sembab akibat terlalu banyak menangis itu menatap tepat pada manik mata Robby yang sedikit mencondongkan tubuh menghadapnya.

"Apa?!" respon Robby dengan mata membulat sempurna. Ia tidak menyangka jika jawaban itu yang didengar oleh pendengarannya sendiri. Ia kalah dari Benny hanya karena restu orangtua. Akan tetapi bukankah dulu orangtua Meisye tidak melarang hubungan mereka? Bahkan saat intensitas keduanya yang selalu berangkat sekolah, bermain maupun sekadar hangout bersama, baik Bapak maupun Ibu Meisye tidak pernah melarang keduanya? Lantas mengapa mereka justru menikahkan Meisye dengan Benny? Dan bukan dengannya? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di kepala Robby. Seakan-akan ia membutuhkan jawaban yang lebih rinci dari sekadar jawaban Meisye yang hanya mengatakan 'karena bapaknya'.

"Iya, Mas. Bapak dan Ibu memang tidak berpikir kalau hubungan kita lebih dari sekedar saudara. Dan saat mereka tahu kita memiliki hubungan spesial itu, mereka berusaha memisahkan kita. Dan aku yang waktu itu memergoki kamu bermesraan dengan Niken, lebih memilih melupakanmu dan menganggap bahwa benar jika lebih baik kita hanya sebatas saudara, bukan sepasang kekasih."

Flashback On

xx Agustus 1997

Meisye membawa rantang berisi makanan yang dibuat oleh Ibunya menuju rumah salah satu sanak saudara jauhnya. Dengan berjalan kaki sekira seratus meter, ia berhenti di depan rumah berwarna putih berdinding kayu yang untuk ukuran rumah desa, rumah itu sudah jauh dapat dikatakan milik orang berada, sama seperti rumahnya yang berdinding tembok, lebih mewah dibanding rumah di depannya itu.

Sejenak gadis berambut panjang yang dikepang dua dan bertali pita berwarna biru itu tersenyum. Ia mengedarkan pandangannya menyusuri halaman rumah yang luas dengan pohon-pohon mangga berusia puluhan tahun berjejer di sekelilingnya. Dalam hati, ia berharap bisa bertemu dengan pujaan hatinya, Robby. Pujaan hati yang juga sepupu jauhnya itu hari ini pulang ke rumahnya setelah seminggu yang lalu berpamitan untuk mencari pekerjaan di kota tetangga.

"Assalamu'alaikum, Bulek? Bulek?" Meisye mengetuk pintu berbahan kayu jati itu sedikit keras. Rumah yang luas sudah pasti membuat si empunya sedikit kesusahan untuk mendengar tamunya datang. Oleh sebab itulah Meisye sedikit mengeraskan suaranya hingga tenggorokannya terasa sakit.

"Bulek kemana ya? Apa aku masuk lewat pintu samping saja? Sepertinya bulek sedang memasak di dapur," gumam Meisye berbicara dengan dirinya sendiri. Ia pun melangkahkan kakinya menyusuri sebuah lorong di samping rumah buleknya itu dan berhenti tepat di depan ruang tengah yang menghubungkan pintu samping dengan lorong yang memang diciptakan untuk jalan menuju arah kebun belakang rumah yang kebetulan juga melewati pintu samping rumah berbentuk joglo itu.

"Bulek? Bulek?" sapanya lagi, takut jika ia justru menganggu pemilik rumah. Ia melangkah perlahan hingga kaki mungilnya sampai di depan sebuah ruangan yang biasa digunakan keluarga itu untuk makan. Sebuah ruangan yang lebih banyak menyimpan kenangan Meisye dan Robby saat keduanya masih kecil dahulu. Sejenak Meisye tersenyum mengingat kebersamaan keduanya. Cinta monyet yang tercipta antara dirinya dan Robby seakan sudah terpatri kuat, bahkan saat dirinya masih duduk di bangku SD.

Tadinya Meisye mengira bahwa hanya dirinyalah yang mencintai Robby, namun ternyata hal itu juga dirasakan Robby padanya. Tepat tiga tahun lalu, saat ia masih duduk di bangku SMA dan Robby baru menyelesaikan pendidikan SMA-nya, lelaki yang telah menghuni hatinya bertahun-tahun itu mengungkapkan perasaannya pada Meisye. Dan betapa bahagia dan terharunya ia saat mendengar ungkapan itu. Sampai-sampai ia sudah seperti orang gila yang setiap waktu selalu tersenyum mengingat akan cintanya yang terbalas oleh Robby. Hingga tiba-tiba lamunannya buyar saat di dengarnya seseorang yang tengah tertawa lepas di dalam kamar yang ia yakini sebagai kamar Robby.

(Un)Happy Family [Completed]Where stories live. Discover now