#4

20 3 0
                                    

Keesokan harinya, Aviva bertemu dengan gadis yang kini dianggapnya sebagai saingan itu.

Ia duduk sendirian di kafetaria sambil menyendok pudding cokelat dalam kemasan cup. Jorge sedang bersama klub buku yang dia ikuti di sekolah, dan memang Aviva sendiri belum mau ngobrol banyak dengan Jorge sejak kemarin. Puddingnya baru termakan separuh saat seseorang duduk di sebelahnya.

"Maaf, kursi ini kosong, kan?"

Aviva menoleh, dan seketika punggungnya menegang.

"Aviva, kan?" Nada suara orang itu berubah ceria saat menyadari siapa yang baru saja diajaknya bicara. "Hei, tumben kau tidak bersama Jorge. Oh, ya, aku—"

Kalimatnya belum selesai saat Aviva memilih untuk bangkit dan menjauh. Ia melempar cup pudding yang masih tersisa separuh ke tong sampah lalu keluar dari kafetaria tanpa mengatakan apa-apa.

"Hei, Aviva, tunggu dulu!" Orang itu mengejarnya keluar. "Kemarin buku Jorge tertinggal di perpustakaan. Mungkin kau bisa—"

"Ada apa, sih?!" Aviva menjawab ketus, membuat orang itu membeku di tempatnya berdiri. "Kau mau apa?!"

"A—i—ni," jawabnya terbata-bata, "kemarin buku Jorge tertinggal di perpus...mungkin kau bisa..."

"Serahkan saja sendiri!" Suara Aviva naik satu oktaf, membuat orang itu terlonjak kaget. "Kau kenal Jorge, kan?! Tidak usah merepotkan orang lain!"

Nyalinya langsung ciut. Ia mundur selangkah dan bias ketakutan mulai merayapi mukanya.

"Ku—kupikir karena kau sering pulang bersamanya, jadi...eh, kalau kau tidak mau juga tidak apa-apa, kok. Maaf merepotkan."

Aviva belum sempat melontarkan bentakan lagi saat dilihatnya orang itu berjalan menjauh, kembali ke kafetaria. Ekor kuda di rambutnya yang kecokelatan bergoyang-goyang selama ia berjalan.

***

"Kau masih marah padaku gara-gara kemarin?" Tanya Jorge sambil memperlambat laju mobil di jalan raya. Ditatapnya Aviva yang sedari tadi hanya memperhatikan dashboard mobil dengan ekspresi jutek. "Maaf sudah membuatmu lama menunggu kemarin."

Bukan karena itu, Jorge, batin Aviva. Duh, kau itu polos sekali sih.

Aviva tetap tidak menjawab. Ia hanya menggeleng pelan dan kembali membuang muka ke luar jendela. Saat mobil berbelok ke kanan, barulah ia mengubah posisi duduk dan menatap Jorge dengan dahi dikerutkan.

"Kenapa lewat sini, Jo? Kita mau ke mana?"

Jorge tidak menjawab. Ia menyetir dengan tenang sambil sesekali mengganti gigi. Tidak dipedulikannya Aviva yang memperhatikan jalan sambil kebingungan.

"Ini kan bukan jalan pulang ke rumah, Jo! Kau mau ke mana? Toko buku? Supermarket?"

"Kau saja tidak menjawab kenapa kau marah padaku," jawab Jorge cuek. "Aku juga tidak mau jawab aku mau ke mana."

Aviva menyenderkan tubuh ke kursi dengan kesal. Ia melipat tangannya di depan dada. "Terserah kau sajalah."

Semenit kemudian, mobil berhenti di depan komplek pertokoan. Jorge keluar, tapi dia sama sekali tidak membukakan pintu untuk Aviva. Penumpangnya itu memasang wajah cemberut di kursi penumpang, masih dengan pose melipat tangan di dada dan membuang pandangan ke luar jendela.

Prom QueenWhere stories live. Discover now