Epilog

192 12 0
                                    

Sebulan kemudian, masih tidak terjadi apa-apa. Jadi, aku memutuskan untuk berhenti merasa khawatir, dan menjalani hidup seperti biasa, yang tentunya masih terasa tidak sama. Karena Bintang sudah tidak ada.

"Kita bikin sebuah acara untuk mengenang Kak Bintang." Ide itu datang dari Mila, ketika kami—aku, Tomat, dan Joni—nongkrong di pet shop.

Mila lalu menjelaskan lebih detail idenya itu. Dia ingin mengadakan satu malam yang khusus didedikasikan untuk Bintang. Dan kami langsung menyetujuinya.

Keesokan harinya, kami pun mulai bekerja. Acara tersebut akan diadakan dua minggu lagi, tepat di hari Minggu. Mila sudah menyebar pengumuman di media sosial. Dia juga sudah memesan sebuah panggung, lengkap dengan soundsystem. Karena katanya, akan ada yang menyumbangkan lagu. Acaranya sendiri akan diadakan di Pantai Shindu, tidak jauh dari tempat abu Bintang diarung. Aku membantu menyebar beberapa selebaran yang berisi undangan acara untuk mengenang Bintang, melalui pelanggan di pet shop, media sosial, dan beberapa klien Bintang yang sempat datang ke pet shop.

Tomat dan Joni menyiapkan logistik untuk keperluan acara tersebut. Antara lain, kayu bakar, lampion, dan beberapa perlengkapan band yang akan tampil di acara itu. Waktu pun berlalu dengan cepat, sambil bekerja di pet shop, sedikit demi sedikit kami menyiapkan acara tersebut.

Dan malam mengenang Bintang itu pun tiba.

Aku sudah bersiap di depan panggung sekitar pukul tujuh malam. Keadaan masih sepi. Hanya ada aku, Mila, Joni, dan Tomat. Dan tentu saja orang-orang lain yang kebetulan sedang ada di pantai itu, beberapa dari mereka bertanya padaku akan ada acara apa. Aku menjelaskan sejujurnya, bahwa kami membuat acara untuk mengenang seorang sahabat yang sudah pergi.

Ketika sedang duduk-duduk di pasir, seseorang menghampiriku. "Hey." Sapanya sopan.

Ketika aku menoleh, aku menemukan wajah yang rasanya kukenal. Seorang laki-laki bule dengan kepala botak. "Dickson?" Tanyaku ragu.

"How are you, Danan?" Tanyanya sambil tersenyum. Dan aku kaget dia tahu namaku, karena sebenarnya kami belum pernah berkenalan secara resmi. Namun, dia menepuk bahuku seperti seorang teman lama. "It's hard isn't it? Being left alone by her?" Tanyanya.

Aku mengangguk. "Since she pass away, I'm always not good. And how are you?" Tanyaku balik.

"Not good too." Sahutnya.

Aku ingin terus berbasa-basi, tapi rasanya ada satu pertanyaan yang harus segera kuajukan untuk si bule ini. "If I may ask, how was your relationship with her before she pass away?" Tembakku langsung.

Bule itu menghela napas. "I had asked her to marry me. But she said she will think about it. And until she's gone, there are no answers." Tuturnya lirih. "She had visited me in Australia, but there is nothing special. She's more often walk around, and visitting fellow dog lovers in there. She did not give me an answer. She didn't accept, nor refuse. She just die." Tandas Dickson dengan muka sedih.

Dan aku merasa kasihan padanya. Aku tahu bagaimana rasanya. Karena aku juga mengalami hal yang sama. I feel you, Bro. Giliran aku yang menepuk-nepuk pundak Dickson.

Setengah jam kemudian, sudah ada sekitar dua puluh lima orang yang datang. Mereka membawa bunga, surat, dan anjing. Acara pun dibuka oleh Mila, dan sebuah band yang membawakan lagu Coldplay, The Sky Full Of Stars.

Saat Dickson bergabung dengan Mila, Joni, dan Tomat di dekat panggung, aku masih bengong sambil duduk di pasir pantai, kembali mengingat-ingat tentang Bintang. Saat pertama kali bertemu dengannya, di pet shop, aku langsung tahu bahwa Bintang adalah cewek paling berantakan sekaligus paling seksi dan keren yang pernah aku kenal. Ketika itu, untuk pertama kalinya Bintang tersenyum dengan dua gigi depannya yang menggemaskan itu, dan aku langsung dibuat jatuh hati. Lalu, aku melewati malam petualangan gila dengannya, yang nyaris membuatku menjadi tersangka pencurian dan pembunuhan. Kemudian, kami mendaki Gunung Batur. Saat itu, aku punya kesempatan untuk mencium Bintang, tapi tidak kulakukan. Lalu, bayangan Bintang saat berganti pakaian. Oke, ini sebaiknya aku lupakan. Dan ketika cewek itu diusir dosen, lantas dia melompat-lompat dari satu anak tangga ke anak tangga lain di halaman kampus. Berendam di pantai sambil berpelukan. Nonton semi final piala dunia, Brazil dibantai Jerman 1-7. Sampai senyuman terakhir Bintang, senyuman paling manis yang pernah dia berikan untukku. Sebelum akhirnya dia pergi.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 02, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Jejak BintangWhere stories live. Discover now