18

111 9 0
                                    

Pulang dari rumah Bintang, aku pergi ke warnet. Dan kembali mengerjakan naskah novelku lewat komputer warnet. Kebetulan, selain di laptop, aku juga menyimpan file Microsoft Word naskahku di flashdisc. Jadi, tidak perlu mengetik ulang.

Aku pun langsung menuju ke bagian akhir naskah. Mengetik bagian ending sesuai dengan apa yang terjadi, bahwa Bintang mati sebelum memberiku jawaban. Lalu, aku merenung lama. Ending semacam itu bukanlah penutup yang baik, pikirku. Aku harus tahu jawaban yang akan Bintang berikan di hari Senin yang dia janjikan.

Lantas, aku mengklik browser di layar komputer, dan membuka Facebook, mencari profil Bintang. Foto profilnya adalah Sasa si anjing kampung. Sisanya tidak ada apapun, kecuali ucapan belasungkawa dari teman-temannya.

"Semoga kamu tenang di sana, Bintang. Belum apa-apa, aku sudah mulai kangen kamu."

"Selamat jalan, Tang. Aku yakin kamu akan mendapatkan tempat terindah di sisi-Nya."

"Rest in peace."

Dan kalimat-kalimat lain semacam itu membanjiri halaman profilnya sampai ke bawah. Hanya itu yang ada. Bintang jarang sekali update status. Satu-satunya kalimat yang dia tulis hanya 'selamat makan'. Itu pun sudah dua tahun yang lalu.

Belum mau menyerah menelusuri jejak-jejak Bintang yang masih tertinggal, aku mencoba membuka Instagram-nya melalui handphone, dan menemukan foto terakhirnya. Aku ingat momen itu, Tomat yang mengambil foto itu dengan handphone-nya. Di dalam foto itu, Bintang sedang tertawa dengan mulut yang nyaris seperti orang berteriak. Dia agak menunduk karena menatap Jojo si anjing raksasa yang sedang siap menerkam. Dan di pojok foto, ada aku, yang hendak melompat karena ketakutan. Latarnya di pantai Sanur. Hanya itu foto dirinya yang ada. Selebihnya cuma foto pemandangan dan anjing-anjing.

Di bawah foto itu, Bintang menulis: "Terima kasih karena selalu ada untuk aku." Entah siapa yang dia maksud selalu ada untuknya. Jojo atau aku?

Entahlah.

Aku memasukkan handphone ke saku, dan bertanya-tanya apa aku bisa berhenti merindukan cewek itu.

***

Selesai mengetik dan memperbaiki beberapa kalimat dan kata yang salah ketik, aku pun mem-print naskah itu, dan menyerahkannya pada Mila. Kami duduk-duduk di depan pet shop. Selagi membaca naskah itu, Mila kadang tersenyum, termenung, dan tertawa. Ketika menutup halaman terakhir, Mila menghela napas panjang, lalu memeluk naskah itu di dada.

"Ending-nya bagus." Ujarnya. "Nggak semua cerita harus happy ending kan? Kadang ada beberapa hal yang ditakdirkan untuk tidak terjawab."

"Itu belum selesai, Mil." Ujarku cepat. "Besok aku mau ke Batur, mau nyari jawaban. Kamu mau ikut?" Tanyaku.

Belum sempat Mila menjawab, Tomat datang dengan mengendarai motornya. Dia menatapku dengan tatapan datar sambil duduk di atas motornya.

"Hai, Tom." Sapaku. Tidak ada tanggapan. Aku pun menoleh pada Mila. "Mil, coba tanyain Tomat, besok dia mau ikut ke Batur atau nggak?"

Mila mengernyitkan kening. "Kenapa nggak tanya sendiri?"

"Sepertinya kami lagi berantem."

"Sepertinya?"

"Entahlah, mungkin ada hubungannya dengan Bintang."

Mila menghela napas dan beranjak menuju ke arah Tomat. Dia mengatakan sesuatu pada Tomat. Tidak lama, Mila pun kembali ke tempatku.

"Kata Kak Tomat, dia mau ikut asal aku juga ikut." Ujar Mila. "Kak Tomat nanya, jam berapa besok berangkat?"

"Pagi, sekitar pukul tujuh." Sahutku. "Tolong bilang ke Tomat. Jangan telat. Dan apa perlu dibangunin?"

Jejak BintangWhere stories live. Discover now