Part 17 -- Plan A

30.5K 2.7K 72
                                    

These trouble and problem never goes away
And at the end of the day I just want to lay my head
On the pillow next to yours inside our bed
I just want to fall asleep

(Us The Duo - Fall Asleep)

*****

                  

SKYLIN

Aku terpaku sejenak menatap gagang telepon di genggamanku. Ini benar-benar buruk dan aku sangat ketakutan. Sesaat aku melirik ke arah mas Akhtar, dia masih setia duduk di sampingku. Punggungnya bersandar pada kepala kursi dengan kedua tangan bersilang di depan dada, sementara matanya fokus padaku. Caranya yang menatapku seperti itu, aku tahu dia sangat mengerti ketakutan yang kurasakan. Sayangnya, aku tahu dia tidak bisa berbuat apa-apa dengan seluruh polisi yang memelototi kami.

"Sky," dia kembali berbicara. Tangannya mengacak-acak pelan rambutku masih mencoba untuk tersenyum menenangkan. "Jangan takut."

Suaranya yang tenang dan lembut berhasil menciptakan kehangatan di hatiku. Aku mengangguk dan kembali fokus pada telepon. Untung saja barusan pak polisi yang mengintrogasi kami sudah beranjak dari tempatnya. Perlahan aku menekan nomor ponsel Papa. Tak harus menunggu lama beliau akhirnya mengangkat panggilanku.

"Sudah saya bilang Adam, jangan ganggu saya malam-malam," suara Papa terdengar kesal dan aku tahu benar siapa Adam yang dimakdud adalah asisten pribadi Papa. Walaupun terkadang aku tidak paham pekerjaan Papa yang hanya seorang agen property, dapat membuatnya memiliki asisten pribadi. Astaga kenapa aku jadi melantur begini?

"Ini Skylin, Pa," balasku dengan suara bergetar.

"Ada apa, sayang? Kamu diapain sama Akhtar?" suara Papa tiba-tiba meninggi.

"Bukan Pa. Mas Akhtar nggak ngapa-ngapain Ky ... Cuma," aku terdiam sejenak dan kembali melirik mas Akhtar yang masih tenang di tempatnya. Pak Polisi yang tadi sempat pergi telah kembali dan tangannya mengisyaratkan bahwa waktu teleponku akan segera habis. "Cuma ... Ky sama mas Akhtar keciduk polisi. Kami ... disangka pasangan mesum dan ... Ky takut, Pa."

Air mataku yang sejak tadi berusaha kubendung akhirnya luruh juga. Mataku otomatis terpejam, apalagi saat mendengar suara panik Papa. Tubuhku merasakan sentuhan mas Akhtar untuk sesaat, tapi tak beberapa lama tiba-tiba sentuhan itu menghilang begitu saja. Mataku terbuka dan menemukan Pak Polisi menarik kerah baju mas Akhtar dari belakang.

"Pak Dosen jangan curi-curi kesempatan!" peringatan polisi pada mas Akhtar malah membuat isakanku semakin keras.

"Kamu di mana sekarang, Ky?"

"Kantor polisi dekat ancol Pa. Ky takut," teriakku tanpa sadar.

"Tenang sayang, kami segera ke sana. Mertua kamu sudah tahu?"

"Sudah, Pa."

Papa menghela nafas dalam. "Mertua kamu pasti datang lebih cepat. Jadi, kamu jangan khawatir."

"Iya, Pa."

Panggilan terputus setelahnya. Pak polisi yang berjaga sekarang malah memelototi mas Akhtar. Suamiku jadi terlihat seperti tukang cabul. Diam-diam dari bawah meja, aku meraih lengannya dan meremasnya terlalu keras. Kemudian, tangan mas Akhtar turut meremasku.

Kepalaku otomatis menoleh padanya dan begitupula mas Akhtar. Dia tersenyum lebar dan hal itu mengundang senyumku walaupun air mataku tak kunjung berhenti mengalir. Setidaknya, kedua tangan kami yang bertautan ini sudah jelas menandakan bahwa dia akan selalu ada di sini bersamaku dalam suka ... maupun duka.

*****

Mami memeluk erat tubuhku sembari mengusap lenganku. Papi duduk di sofa yang lain dan beliau menatapku khawatir. Keduanya sampai sekitar setengah jam setelah mas Akhtar menelpon. Sedangkan pengacara keluarga Winata, Pak James datang baru saja dengan dua buku nikah kami di tangannya. Mas Akhtar sendiri memilih bergabung dengan Pak James ke dalam untuk menyelesaikan masalah ini.

Call You HomeWhere stories live. Discover now