12| Moza patah hati

57.4K 1.7K 190
                                    

Seragam. Check.

Rambut. Oke banget.

Poni. Kece abis.

Wajah. Cantik sekali.

Tampak samping. Tetap cantik.

Tampak belakang. Kece badai.

Senyum. Manis dan menawan.

Aku mengangguk puas menatap penampilanku di cermin. "Lo kok cantik banget sih, Moz? Untuk gue adalah lo," kataku memberikan gerakan tembakan dengan tangan ke arah cermin yang menampilkan sosokku sendiri yang sudah rapi dengan seragam dan tas punggung.

Setelah yakin tidak ada yang tertinggal, aku langsung saja berjalan keluar kamar. Pagi ini aku akan berangkat ke sekolah bareng dengan Dennis. Bukan karena aku ingin sih, berangkat bareng sama dia—karena tentu saja aku inginnya berangkat bareng sama Kak Eghi—tapi, karena sejak semalam Dennis menerorku dengan ajakan berangkat bareng ke sekolah. Cowok menyebalkan itu mengirimiku pesan instan dan menghubungiku berkali-kali hanya untuk mengajakku berangakat ke sekolah bareng. Dan ketika kublokir nomor kontaknya, dia malah nyamperin langsung ke rumah. Rese banget kan? Akhirnya dengan sangat terpaksa aku mengiyakan ajakannya pergi ke sekolah bareng.

Terdengar alunan lagu dari arah depan kamarku yang membuatku mengernyitkan dahi. Suara bising dan berisik membuatku langsung berderap ke arah kamar itu. Segera aku berderap menuju kamar tersebut dan langsung membuka pintunya. Kudapati seorang cewe berambut panjang yang mengenakan dress selutut berwarna putih tengah menari-nari di karpet depan tempat tidur mengikuti irama musik.

Aku menelengkan kepala menatap cewek itu. "Kak Shila?" panggilku kebingungan.

Cewek itu menoleh ke arahku sambil melambaikan tangan. "Hai, Moza," sapanya.

Aku melebarkan mata, menatapnya tak percaya. "Kak Shila!" seruku menghambur masuk ke dalam kamarnya. "Kapan lo balik?"

"Tadi sekitar jam lima sampai rumah," jawabnya seraya mengecilkan volume musik yang mengalun.

"Kok nggak ngabarin kalau pulang?" tanyaku duduk di atas kasurnya.

"Surprise!" katanya tersenyum lebar.

Aku terkekeh. "Omong-omong lo nggak ngasih gue oleh-oleh?" tanyaku.

"Kan gue nggak piknik, Moza. Gue tuh kuliah. Mana ada oleh-oleh," ucapnya yang membuatku berdecak.

"Dasar pelit," gerutuku.

"Memangnya kehadiran gue sendiri bukan sebuah oleh-oleh buat lo?" Kak Shila tersenyum lebar yang membuat kedua lesung pipitnya terlihat. Kedua telunjuknya kini sudah menunjuk pipi kanan dan kirinya, mencoba bersikap imut.

Sontak aku pura-pura muntah ketika melihat ekspresi Kak Shila yang bagiku menggelikan. Untung Kak Shila cantik, jadi dia tidak terlihat begitu menjijikan.

"Moza! Udah ditungguin Dennis di luar," seru Mama dari lantai satu.

"Lo ke sekolah bareng Dennis?" tanya Kak Shila.

Aku mengangguk. "Terpaksa," jawab.

"Shila! Ada yang nyariin," kata Mama lagi setengah berteriak.

"Siapa yang nyariin lo pagi-pagi gini?" tanyaku mengernyitkan dahi menatapnya curiga.

Kak Shila mengangkat kedua bahunya. "Nggak tahu," jawabnya.

Kemudian kami berdua turun ke lantai bawah. Mama bilang yang mencari Kak Shila ada di depan. Lalu, kami berdua sama-sama ke luar rumah karena aku pun hendak pergi ke sekolah. Dan aku juga penasaran siapa yang mencari Kak Shila. Apa jangan-jangan pacarnya? Tapi, setahuku Kak Shila jomlo.

Cinta Satu KompleksWhere stories live. Discover now