20| Semua orang sibuk, kecuali Moza

509 100 6
                                    


Aku menghela napas dalam sambil menatap jalanan di depanku. Kenapa hidupku sepi banget, sih?

Saat ini di rumah hanya ada aku dan bibi. Kedua orang tuaku sedang pergi berbelanja. Kak Dylan tadi pergi main ke rumah temannya. Kak Shila sendiri pergi entah ke mana dengan Kak Eghi.

Aku menoleh ke arah balkon kamar Ferrish. Aku masih belum melihat sosok Ferrish sejak dia pergi meninggalkan rumah pagi tadi bersama dengan Masha untuk berolahraga. Entah deh, saat ini dia ada di rumah atau malah belum pulang, masih bersama dengan Masha. Padahal kan, ini sudah siang.

Aku menghela napas dalam seraya mengamati layar ponselku. "Dan hape gue juga sepi. Gila, gue berasa jadi orang yang nggak diharapkan siapa pun," kataku mengasihani diri sendiri.

Kemudian aku berinisiatif untuk menghubungi Dennis, berharap cowok itu di rumah. Jadi, dengan begitu aku bisa main dengan Dennis dan tidak kesepian lagi.

"Dennis!" sapaku ketika panggilan teleponku sudah diangkat.

"Hai, Moza. Ada apa?"

"Lo di mana? Di rumah? Sibuk nggak? Main, yuk, Denn? Ke mana gitu. Atau nonton apa gitu di rumah gue apa di rumah lo juga nggak apa-apa. Gue sendirian nih, di rumah. Bosen."

"Yah, gue lagi di luar, Moz. Gue lagi main sama Bara."

Aku berdecak mendengar ucapan Dennis itu.

"Lo ajak Kak Shila main aja," ucap Dennis lagi.

"Dia lagi pergi kencan sama Kak Eghi!"

"Kak Dylan?"

"Ngelayap."

"Ferrish?"

"Nggak tahu dia ke mana. Masih pergi kali sama Masha. Kalaupun dia di rumah, ya kali gue ngajakin dia main. Bukannya bikin happy, bisa-bisa gue kena darah tinggi kalau main sama dia. Dia kan nyebelinnya amit-amit," kataku entah kenapa merasa kesal dengan Ferrish. Padahal kalau dipikir-pikir Ferrish tidak sedang melakukan apa pun yang dapat membuatku kesal.

Terdengar kekehan dari ujung telepon. "Kenapa sih, lo berdua nggak bisa banget akur? Padahal kan rumah juga sebelahan."

"Kita berdua kan sama-sama tahu semenyebalkan apa si Ferrish itu."

"Nggak semenyebalkan itu kali, Moz."

"Lo dari tadi belain dia terus. Apa jangan-jangan saat ini lo sedang ditodong pisau sama Ferrish?"

Dennis kembali tertawa mendengar ucapanku. "Nggak lah. Eh udah dulu, ya. Gue mau nyari makan siang sama Bara. Dadah sayang Moza! Sampai ketemu nanti. Muah."

"Huek!" kataku pura-pura muntah yang malah membuat tawa Dennis semakin menjadi.

Setelah sambungan telepon kami putus, aku langsung menghubungi nomor Zilva. Jika Dennis sedang tidak bisa diajak main, siapa tahu Zilva bisa dijadikan pengganti. Tak butuh waktu lama bagi Zilva mengangkat panggilan teleponku.

"Zilva!" seruku dengan putus asa.

"Apa, Moza? Lo berantem lagi sama Ferrish?" tanyanya.

"Nggak," kataku segera.

Zilva tertawa. "Kalau enggak kenapa lo terdengar sedih banget?"

"Lo sibuk nggak?"

"Kenapa emangnya?"

"Jalan-jalan yuk? Kita ngemal. Cuci mata di mal cari cogan. Seru kan?" Aku tersenyum lebar membayangkan aktifitas yang sepertinya menyenangkan.

"Cuaca lagi panas banget, Moz. Nggak sanggup keluar rumah gue," balas Zilva terdengar malas berpanas-panasan. "Kecuali kalau Kak Dylan mau nganterin kita ke mal. Baru deh, seru tuh."

Cinta Satu KompleksWhere stories live. Discover now