23| Kembali mencari gara-gara

759 102 15
                                    

Aku berjalan di koridor kelas sambil menatap ponsel yang berada di tangaku. Sebuah pesan baru saja masuk yang langsung kubuka.

Nomor 3 hasilnya 9 kan?

-Zilva-

"Ngikut lah," gumamku seraya memasukkan ponselku ke dalam saku seragamku.

Buru-buru aku membuka tasku lalu mengeluarkan buku tugas serta tempat pensil. Ketika aku sedang membuka tempat pensil untuk mengeluarkan pulpen, tiba-tiba saja tubuhku ditabrak seseorang yang membuat tempat pensil serta buku tugasku jatuh ke lantai. Benda-benda yang berada di dalam tempat pensil berserakan di sekitarku.

"Heh!" seruku kesal menoleh ke arah cowok yang tadi menabrakku.

"Sori nggak sengaja," balas cowok itu enteng tanpa berniat membantuku memunguti barang-barangku yang berserakan karena ulahnya.

Aku mendengus kesal seraya berjongkok untuk mengambil buku tugasku. Lalu aku meraih tempat pensil yang berada di depanku.

"Sumpah nyebelin," geurutku kesal sambil memungut dua buah pensil yang berada di sampingku. "Udah nabrak, nggak mau bantuin mungutin! Mana cuma bilang sori doang. Gue yakin permintaan maafnya juga nggak tulus! Awas aja kalau ketemu lagi, beneran gue jorokin ke got lo, ya."

"Lo ngomong sama siapa, sih?" tanya seseorang yang saat ini sudah berjongkok di depanku. Aku menaikkan pandangan dan melihat sosok Tejo tengah mengulurkan penghapus serata pulpen berwarna merah ke arahku. "Nih," katanya.

"Thanks," balasku mengambil dua benda itu. "Itu karet gelang gue tolong ambilin." Aku menunjuk karet gelang berwarna merah muda yang berada di belakang Tejo.

Tejo meraih karet gelang milikku lalu menyerahkannya kepadaku.

"Thank you," kataku lagi.

"Kok bisa jatuh semua?"

"Ditabrak sama cowok nggak tahu diri."

"Siapa?"

"Nggak kenal gue," jawabku mencoba mengingat-ingat wajah penabrakku tadi. "Sumpah, siapa pun cowok tadi, beneran gue doain yang jelek-jelek. Nyebelin banget."

Tejo terkekeh. "Mau ikut mengamini doa lo tapi gue takut dosa, Moz," ucapnya.

"Ya udah nggak usah," kataku sewot.

"Oke," balas Tejo tersenyum geli seraya bangkit dari posisi jongkoknya. "Gue duluan kalau gitu." Tejo melambai singkat ke arahku sebelum akhirnya berjalan meninggalkanku menuju kelasnya.

Setelah memungut pulpen berwarna hitam milikku, aku langsung bangkit berdiri. Kuamati isi tempat pensilku, memastikan tidak ada yang hilang. Lalu, tiba-tiba saja aku ingat jawaban yang dikirim oleh Zilva tadi.

"Sembilan," gumamku seraya membuka buku tugasku lalu menuliskan angka sembilan pada soal nomor tiga.

"Yakin sembilan?" tanya suara di belakangku.

Aku menoleh dan mendapati Ferrish tengah berdiri di belakangku sambil mengamati buku tugasku.

"Mungkin," jawabku.

"Bukan sembilan," kata Ferrish menyerahkan spidol berwarna merah kepadaku.

"Punya gue," balasku menerima spidol itu. "Kalau bukan sembilan terus berapa?" tanyaku kembali menatap ke arah Ferrish.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 21, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cinta Satu KompleksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang