09| Pertengkaran dengan Masha

57.6K 1.6K 137
                                    

Jam istirahat pertama kuhabiskan dengan menyalin tugas Fisika yang belum selesai kukerjain. Sebenarnya bukan hanya sekadar belum selesai, sih. Tapi, memang ada beberapa yang tidak bisa kukerjain. Jadi, demi kebaikan diri sendiri, akhirnya dengan berat hati aku mencontek tugas milik Tuti, teman satu kelasku.

"Jawabannya panjang amat, sih," gerutuku sambil terus menyalin tulisan yang ada di buku milik Tuti.

"Ya emang kayak gitu jawabannya, Moz. Udah deh, nggak usah protes. Kerjain aja. Keburu bel masuk," balas Tuti.

"Selesai!" seru Zilva seraya bangkit dari posisi duduknya dengan kedua tangan terangkat ke atas tanda kemenangan.

"Udah selesai?" tanyaku menoleh ke arah Zilva.

"Yap," balasnya menganggukkan kepala. "Gue mau ke kantin."

"Lo nggak mau nungguin gue?"

"Nungguin lo keburu bel pulang sekolah bunyi," ledek Tuti. "Ayo, Zil," katanya mengajak Zilva untuk pergi ke kantin.

"Kami duluan, ya, Moz," timpal Zilva melambaikan tangan ke arahku.

Kemudian kedua orang itu sudah pergi dari kelas menuju kantin, meninggalkanku yang masih sibuk dengan salinan tugas Fisika.

Aku menarik napas dalam lalu mengembuskannya perlahan. Tidak boleh mengeluh. Masih untung Tuti mau berbaik hati meminjamkan tugas Fisikanya untuk kusalin. Jadi, rasanya tidak masalah jika harus telat ke kantin. Ya, benar.

Lagian, ini juga salahku. Andai aku bisa menguasai teknik menyalin tugas dengan cepat, pasti aku sudah berada di kantin sejak tadi. Atau, andai aku lebih pintar jadi aku hanya perlu menyelesaikan tugas itu di rumah, tidak perlu menyalinnya di sekolah.

Aku menghabiskan hampir sepuluh menit untuk menyelesaikan menyalin tugas tersebut. Setelah selesai, buru-buru aku bangkit dari kursi, berniat untuk segera ke kantin menyusul Zilva dan Tuti. Namun, ketika aku melihat sosok kepala menyembul dari balik jendela, tiba-tiba saja aku berhenti.

"Woi," seruku yang membuat sosok itu menatapku dengan ekspresi kaget. "Mau maling, ya?"

"Sembarangan kalau ngomong!" balasnya yang membuatku terkekeh. "Lo lihat Dinda, nggak?"

"Oh, Kakanda Bara sedang mencari Adinda Dinda?" tanyaku seraya berjalan mendekat ke arah jendela untuk menghampirinya.

"Iya, Moza."

"Nggak, tuh," balasku.

Bara berdecak. "Ya udah deh, kalau gitu gue cabut," ucapnya.

"Eeeh, tunggu," kataku yang membuatnya tetap di tempat.

"Ada apa? Gue mau nyari Dinda."

"Gue mau nanya soal Ferrish," ucapku. "Dia tuh, ada masalah apa, sih sama Tejo dan Masha sampai adu jotos kayak kemarin itu?"

Setahuku Bara itu salah satu teman dekat Ferrish. Mereka sama-sama berada di klub basket. Juga, sepertinya mereka sering nongkrong bareng. Jadi, seharusnya Bara tahu sesuatu mengenai permasalahan Ferrish itu.

"Nggak tahu gue," jawabnya singkat.

Aku memicingkan mata ke arahnya. "Jangan bohong sama gue," kataku. "Gue tahu Dinda di mana," tambahku.

"Dia di mana?"

"Kenapa Ferris berantem sama Tejo?" tanyaku tanpa menjawab pertanyaan Bara.

Cinta Satu KompleksWhere stories live. Discover now