Check Point

1.5K 33 5
                                    

“Pertama, aku tidak tahu aku ada dimana sekarang. Terakhir kali, aku sedang tidur di kamarku!” kata Elizabeth dengan nafas tersengal-sengal. Tidak lama kemudian, dia melanjutkan ceritanya lagi. “Kedua, bagaimana Cius… Ah, Luxius, tahu kalau buku yang aku bawa itu berjudul Eidolon? Aku tidak tahu apa-apa tentang buku itu! Seseorang telah memasukkannya ke dalam tasku ketika aku sedang berada di perpustakaan!” Seorang penjaga hendak memecutnya lagi karena Elizabeth terlalu banyak bicara, namun lagi-lagi raja menghentikannya lalu menyuruh Elizabeth melanjutkan ceritanya.

Elizabeth menghela nafas panjang. “Kalau kau ingin mengambilnya, ambil saja! Yang aku inginkan hanyalah keluar dari alam mimpi ini!”

Spontan orang-orang yang ada di ruangan ini tertawa kecuali sang raja dan pria berambut gelap yang mempunyai mata biru, tapi tak sebiru milik Pier. Elizabeth baru menyadarinya.

“Kau kira ini alam mimpi?” ejek salah satu pria berambut gelap yang mempunyai mata berwarna gelap.

“Berhenti Marcus!” perintah sang raja. Nama pria itu ternyata Marcus. Tinggal satu nama lagi yang belum diketahui Elizabeth dari ketiga orang ksatria ini. Pria yang daritadi diam dan tidak ikut tertawa ketika semua orang tertawa. “Apa yang kau bicarakan?”

“Aku tidak tinggal di sini! Duniaku lebih bagus dari dunia kalian!” Elizabeth benar-benar marah kali ini. “Hmm… tunggu, apa kalian tahu sebuah planet bernama bumi?” tanya Elizabeth seperti bertanya pada anak kecil. “Aku tumbuh besar disana. Ngomong-ngomong planet apa ya ini? Aku tidak tahu aku bisa bermimpi sampai sejauh ini! Ya ampun!” lanjutnya sambil tertawa. Elizabeth siap menerima pecutan yang kesekian kalinya. Dan kali ini raja tidak menghentikannya.

 Seperti yang diduga, raja jengkel. Dia meninggalkan ruangan begitu saja. “Lakukan sesuka kalian!” perintahnya singkat. Luxius terlihat senang.

“Kita langsung penggal saja kepalanya!” kata Luxius disambut sorak sorai para pengawal.

Pier panic. Elizabeth sudah tertangkap. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Dia tahu Luxius tidak akan melepaskan Elizabeth begitu saja. Dia mondar-mandir sambil terus-menerus mengumpat. Dia harus bertindak cepat kalau tidak ingin bertemu Elizabeth kepala buntung.

Pertama-tama dia harus bisa melewati gerbang yang memisahkan areal istana dan pemukiman. Mungkin dia bisa melakukannya dengan memanjat. Selanjutnya dia harus berhasil melewati penjagaan ketat gerbang timur. Dia bisa saja langsung mendobrak gerbang itu dengan kekuatannya. Dan tentu saja hal-hal itu sangat tidak mungkin. Dan inilah masalah terbesarnya dan sangat tidak mungkin untuk bisa dilewati. Ketiga anak raja Matias.

“Penggal saja kepalaku!” tantang Elizabeth. Dia tampak seperti orang gila. Tubuhnya penuh luka, wajahnya pucat dan sembab.

Suasana menjadi sangat ramai. Para bangsawan yang menyaksikannya terus-menerus melontarkan ejekan kepada Elizabeth. Mereka juga mendorong ketiga ksatria itu untuk segera melaksanakan hukuman pancung. Dan tidak lama kemudian si ksatria yang daritadi hanya diam akhirnya angkat bicara. Sepertinya dia sudah lelah dengan apa yang terjadi hari ini dan ingin segera mengakhirinya. “Penjarakan dia!” semua orang terdiam lalu memandang satu sama lain, seperti tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar.

“Penjarakan dia di tempat para werewolf!” lanjut pria itu singkat lalu pergi meninggalkan ruangan. Semua orang termasuk Marcus dan Luxius masih tidak percaya apa yang baru pria itu katakana. Luxius terlebih dahulu berlari mengejar pria itu, dilanjutkan Marcus. Luxius spertinya sedang protes dengan pria itu, tapi pria itu terlihat tenang dan tidak peduli. Keputusannya tidak dapat diganggu gugat. Sepertinya dia yang paling berkuasa dalam hal hukum-menghukum ini.

Elizabeth bingung harus bersikap seperti apa. Dia sebenarnya sangat lega karena dia bebas dari hukum pancung. Tapi apa gantinya! Dipenjarakan di penjara para werewolf?!

The Book [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang