Chapter 8 - The Unluck' (2)

711 62 12
                                    

(unedited, read for the risks ^^)

THE UNLUCK'

Part 2

Ben mengantarkanku pulang dengan mobilnya.  Tadinya aku tidak menyangka kalau ia sudah mengendari mobil sendiri. Di sini anak seumuran kami belum banyak yang memakai mobil.

Sangat memalukan memang, tapi tidak ada pilihan lain selain diantar pulang dengan mobil ini atau menunggu hujan reda dirumah Ben. Tentu saja aku memilih pilihan pertama. Kalaupun tadi Ben tidak menawarkan mobilnya, aku akan tetap berusaha pulang meskipun harus meminjam motornya atau memintanya mengantarku. Lebih baik aku kehujanan daripada menghabiskan waktu berduaan dengan Ben di rumahnya.

Gejolak tidak normal ini selalu muncul semakin kuat tiap kali aku menatap mata Ben. Ngobrol di tempat umum saja sudah cukup membuatku sesak napas. Entah bagaimana jadinya kalau kita hanya berdua dalam rumahnya. Mungkin aku bisa terkena serangan jantung.

Mungkin kau masih belum paham dengan apa yang kumaksud dengan gejolak ini. Sebenarnya aku juga tidak begitu paham dengan perasaanku sendiri. Tapi bahkan ketika pertama naksir teman sekelasku di SMP dulu, aku tidak pernah merasakan tarikan sekuat ini. Rasa ini begitu asing. Begitu aneh.

Sepuluh menit perjalanan ini berlalu dalam diam. Tidak ada yang memulai pembicaraan. Entah apa yang terjadi pada Ben yang biasanya aktif. Ia terlihat begitu tegang dan berpikir keras. Tidak tahu apa yang bisa kulakukan, aku hanya menatap jendela dan melamun.

“Payungnya dibawah jok, ambilkan bisa?” Suara berat Ben membangunkanku dari lamunan. Tidak terasa mobil ini sudah berhenti didepan rumahku.

"Makasih ya Ben. Hujanya masih deras, mau mampir minum dulu?” Itu hanya basa-basi. Sebenarnya aku agak berharap dia akan langsung pulang saja.

“Nggak usah, aku pulang aja. Aku anter sampai pintu ya. Mau bilang makasih ke mama kamu atas kuenya.” Ben sudah mematikan mesin mobilnya. Payung sudah digenggam, tapi ia belum juga membuka pintu mobilnya. Seolah bisa merasakan rasa engganku untuk meninggalkan mobil ini juga.

Mendadak kecanggungan diantara kami terasa semakin kental, dan sepertinya tidak ada yang ingin mengakhirinya. Ia memandangku lekat-lekat dengan tatapan itu lagi. Lama dan intens, seolah ia melamun.

“Kita memang baru kenal. Aku nggak tahu apapun tentang kamu. Mungkin ini kedengaranya gila, tapi aku ingin dekat sama kamu, Nour.” Rasanya sulit sekali mempercayai indera pendengaranku. Tidak kusangka Ben akan mengatakannya. Aku menatap Ben, shock, bingung bagaimana harus merespon.

“Kamu pasti menganggapku aneh. Tapi aku tidak peduli. Aku juga tidak peduli apapun itu yang telah membuatmu menutup hati dan menarik diri. Beri aku waktu, akan kutunjukan kalau aku pantas untuk kamu percaya.” Ben menatap lurus kedepan, ekspresinya tak dapat dibaca.

Aku tahu, seharusnya sekarang aku mengatakan sesuatu. Aku ingin mengatakan sesuatu, tapi terlalu takut untuk merusak momen ini.

Aku takut semua ini hanya imajinasiku saja. Aku takut mempercayai kata-kata Ben, meskipun sangat ingin. Aku takut, karena sebelumnya aku tidak pernah menginginkan sesuatu atau seseorang sampai separah ini. Dan aku takut, tidak akan bisa bertahan lagi dan menyerah pada akhirnya. Aku takut suatu hari nanti akan merasa sakit karena kenaifanku ini. Aku takut.

“Entah kenapa,” ia berhenti sejenak, alisnya bertaut. “Aku sempat merasa kamu seperti tidak nyaman dengan kehadiranku.” Ben seperti berusaha menutupi perasaan terlukanya.

Aku tidak tahu apapun tentang Ben. Dari semua kemungkinan yang ada, bisa saja semua ini hanya permainanya. Dan itu berarti ia memang luar biasa lihai sampai bisa membuatku termakan pesonanya. Tapi kenapa harus aku? Bukankah di sekolah banyak cewek populer yag lebih menarik dariku? Atau mungkin ia sengaja ingin membuat sensasi saja.

Você leu todos os capítulos publicados.

⏰ Última atualização: Feb 24, 2014 ⏰

Adicione esta história à sua Biblioteca e seja notificado quando novos capítulos chegarem!

The Curse [on hold]Onde histórias criam vida. Descubra agora