Chapter 3 - The Interview

954 42 9
                                    

 (unedited, read for the risk ^^)


THE INTERVIEW

Toilet.
Seperti yang kita dan semua orang tahu, fungsi utama toilet adalah tempat pembuangan kotoran biologis manusia. Itu adalah fungsi toilet yang paling mendasar. Tapi pagi ini aku menemukan sesuatu yang baru. Aku baru menyadari ada fungsi lain dari toilet sekolah yang sering luput dari perhatian kita.
Jadi dengarkan ceritaku, akan kutunjukkan.

Ketika keluar dari ruang uks, jam di tanganku menunjukan pukul 8.33, artinya kurang dari setengah jam lagi jam pelajaran pertama akan dimulai. Aku berjalan di lorong sekolah dengan kepala yang berdenyut-denyut. Entah bagaimana penampilanku terlihat, aku sudah tidak peduli lagi. Satu-satunya yang kupedulikan saat ini adalah toilet. Aku benar-benar membutuhkan toilet sekarang.

Tanpa perlu melihat cermin didepanku pun aku sudah tahu, seragam, rambut, wajahku, semuanya terlihat kusut. Tapi itu bukan masalah bagiku. Aku memang baru bangun tidur.

Sejak tadi pagi aku merasa begitu pusing. Mungkin akibat dari kurang tidur dan terlalu banyak mengeluarkan air mata. Jadi begitu sampai di parkiran sekolah, aku langsung memutuskan untuk pergi ke ruang uks. Tidur. Sampai sekarang sisa-sisa pusingnya masih ada, tapi sudah agak lebih baik.

Ruangan toilet wanita ini terdiri dari tujuh bilik toilet dan di sisi lainya ada sebaris wastafel dengan cermin panjang. Tidak ada orang di sini, hanya aku sendiri menatap cermin wastafel. Setelah berulang-ulang mencuci muka, menyisir rambut dan merapikan seragam, aku masuk ke salah satu bilik toilet untuk pipis.

Baru saja aku masuk, tiba-tiba saja kudengar pintu luar kamar mandi terbuka. Beberapa anak tergesa-gesa masuk dan langsung berceloteh dengan antusias di depan barisan wastafel, tepat di depan bilik toiletku. Sepertinya ada tiga atau mungkin empat anak. Aku tidak bisa menangkap pembicaraan mereka dengan jelas. Mereka terlalu cepat dan bersemangat.

"... Sumpah.. Aku berani sumpah deh! Dia tadi sempet ngelirik kearahku .."

"... maksudmu kearah kita kan, nay..."

".. Eh tadi aku nggak kelihatan salah tingkah kan.."

 "... Tatapanya itu loh... keren abis..."

"... iya, iya, bener, tadi aku juga sempet nggak bisa bernapas.."

"... Gilak, aku aja nggak berani liat waktu dia lewat.."

Aku baru tahu kalau anak manusia bisa sampai se-alay ini. Entah siapa sebenarnya 'dia' yang mereka bicarakan, aku tidak terarik untuk mencari tahu. Aku berusaha keras untuk tidak menguping pembicaraan mereka.

Tiga menit kemudian aku sudah bersiap untuk keluar bilik, ketika tiba-tiba aku mendengar sesuatu yang menarik perhatianku.

"... Kak Rissa? Eh iya, kayanya. Kalo nggak salah tadi itu kak Rissa yang ngobrol sama dia..."

"...Oh, senior klub jurnalistik itu kan?..."

Ah, mereka ini anak kelas sepuluh. Rasa kepo-ku pun mulai muncul dan aku membatalkan rencana untuk keluar dari bilik. Aku ingin tahu apa yang mereka bicarakan.

"Jadi gini. Tadi pagi di kantin waktu kak Ben duduk sendiri dia kayak gelisah gitu. Sepertinya agak stres campur emosi mikir sesuatu. Terus dia seperti bingung nyari-nyari seseorang, dan nggak ketemu juga. Terus waktu kak Rissa lewat di kantin, langsung deh kak Ben samperin. Nggak tau juga mereka ngomongin apaan, tapi kayaknya sih kak Ben sempet nanya-nanya sesuatu, dan kak Rissa kayak jawab nggak tau gitu...."

The Curse [on hold]Where stories live. Discover now