Chapter 2 - The Dream

931 40 4
                                    

THE DREAM

“Bangun, Nour!”
Begitu banyak pertanyaan menyelimutiku, beberapa bahkan terlalu rumit untuk ditanyakan. Seperti, Apa ini? Apa yang terjadi? Apa yang kulakukan? Dimana aku? Apakah ini sebuah tempat? Apakah tempat ini memiliki waktu? Hari apa ini? Apakah ruang dan waktu bahkan masih ada?

“Noura!”
Aku mati rasa. Tidak. Aku bahkan tidak bisa merasakan mati-rasa itu. Seperti seluruh saraf dan indraku diambil. Seperti terombang ambing dalam arus sungai, tapi tidak bisa melihat arah aliranya. Seperti terbawa angin, tapi tidak bisa merasakan tiupanya. Rasanya seperti.. melayang?

“Bangun!”
Kenapa aku seperti mendengar suara itu terus-menerus? Tunggu, Apakah ini disebut mendengar? Bukan. Aku hanya merasakan suaranya. Suara itu sama sekali tidak asing, namun juga terasa sangat asing. Seperti pernah kukenal ribuan tahun lalu.

“Benar, bangun sayang.”
Beberapa titik cahaya mulai muncul. Inikah rasanya membuka mata? Apakah ini yang disebut melihat? Sebuah figur berdiri berhadapan denganku. Aku mengenalnya. Tapi aku tidak mempunyai memori apapun tentangnya.

“Hey, Noura.” Figur itu tersenyum.

“Ayah?!” aku langsung berlari, memeluknya dengan erat. “Ayah kemana aja sih? Kenapa nggak pernah pulang? Nggak kangen sama Noura lagi?” Aku terisak di dada ayah.

“Ayah selalu disini, Nour. Percaya deh, ayah sangat-sangat kangen Noura. Ayah selalu memperhatikan kamu dari sini, Nour. Kamu nggak pernah tahu.” Rasanya begitu hangat berada di pelukan ayah. Aku hanya bisa terisak, tak mampu mengeluarkan kalimat. Ingin terus mendengarkan suara ayah.

“Kamu sudah besar, ya. Ayah sangat bangga.”

“Kalau gitu kenapa ayah nggak pulang aja sekarang?”

“Belum waktunya Nour. Nggk lama lagi akan tiba saatnya kamu tahu semuanya.”
Kesadaran mulai menghampiriku sedikit demi sedikit. Aku mulai ingat. Perpisahan terakhir itu. Kepergianya. Break-down mama Kebencianku pada ayah. Aku ingat semuanya. Astaga, apakah semua ini hanya mimpi?

Aku melepaskan pelukanku dan kulihat sosok ayah samar-samar mulai menghilang. Tapi aku masih bisa mendengarnya berkata, “Ayah selalu sayang kamu, Nour.” Hingga ahirnya aku benar-benar sendirian di tempat ini.

Aku berada ditengah hutan, tempat bermainku dengan ayah dulu. Suara ayah samar-samar digantikan oleh lolongan dan gonggongan anjing dari kejauhan. Aku hanya berjalan dan terus berjalan, hingga akhirnya kesadaran menyelimutiku sepenuhnya.

Aku terbangun diatas tempat tidurku yang hangat.

*****     *****     *****     *****     *****

Aku kesulitan untuk tidur lagi. Jadi selama satu setengah jam ini aku hanya bisa melamun, berbaring, melamun, menatap dinding kamar, melamun, mendengarkan gonggongan anjing dari kejauhan dan melamun.

Sepertinya aku juga mendengar beberapa auman atau lolongan, seperti... serigala. Tunggu, sejak kapan di daerah ini ada serigala? Tidak mungkin. Ah, mungkin itu anjing. Apakah anjing bisa melolong? Mungkin. Entahlah. Hey, kenapa lamunanku ini semakin ngelantur saja.

Jam waker di meja menunjukan pukul 4.15. Sudah terlambat untuk melanjutkan tidur lagi, tapi juga terlalu dini untuk bangun dan memulai aktifitas. Urgh.

Aku menyerah mencoba tidur lagi dan bangun menuju kamar mandi. Ini terlalu pagi untuk mandi jadi aku hanya mencuci muka, menggosok gigi dan menyisir rambut.

The Curse [on hold]Där berättelser lever. Upptäck nu