Sebuah Rindu

381 20 8
                                    

Mungkin ini yang dinamakan rindu.

Saat hujan deras, sendiri bersama secangkir kopi yang kuseduh sendiri,
berlagukan dentuman riak-riak air hujan dipelupuk jendela, tanpa lawan main, tanpa sepenggal cerita senja.

.
.
.
Siapa yang kau rindukan?
Terlalu berartilah ia untuk kamu?

.
.
.
.

Aku bilang ya.

Bila senja bernaungkan hujan, dulu
Ada ia yang senantiasa mengusap kepalaku lembut untuk menenangkanku dikala petir menabrak kasar di telingaku,
Merapal doa yang bagai sihir di kepalaku
Serta tanpa lelah menungguku untuk tertidur.

Yang rela melakukan semua hanya demi aku tertawa lagi,
Walau aku tahu, ia memliki luka ditangannya untuk mengukir senyumku.

Dan parahnya sering aku membuatnya menangis.
Dan terlambat aku menangis sekarang.

Yang mampu aku sampaikan kini hanya doa dalam secangkir kopi hitamku,
Melagukan lagumu dulu,
Menari bersama riak-riak dipelupuk jendela, aku merindumu ma.

Tak terbilang jua asa yang aku lantunkan,
Rindu ini menyekak hatiku,
Untuk ia yang paling berharga dalam kisah hidupku, mama.








*inspirasi dari seorang sahabat karib. Semoga Mama berbahagia di surga*

A Little Cup of PoetryWhere stories live. Discover now