Chapter 15

865 70 2
                                    

#Now Reading
Equation by Aintnocaptain

×××

"Sorry karena nggak bisa nemenin lo kali ini, Prill."

"Iya, kalem aja, Ran. Gue sendiri aja nggak apa-apa lah,"

Ucapan yang keluar dari mulut Prilly terdengar santai, saking santainya membuat Rana hanya membalas dengan anggukan. Padahal, percaya saja bahwa sekarang ia mulai sedikit gugup karena sebentar lagi akan bertemu dengan si pemilik jaket yang berada dalam keresek putih di tangannya.

Saat ini keduanya—Prilly dan Rana— sedang berjalan beriringan melewati koridor sekolah. Bel pulang sudah berdering, dan banyak murid yang berbondong-bondong keluar dari setiap kelas yang Prilly dan Rana lewati.

Kemudian mereka berpisah ketika sudah berada di tengah-tengah koridor kelas XI yang panjang, Rana menuju luar gerbang karena supirnya sudah menjemput, dan Prilly beralih ke arah timur. Membawa langkahnya melewati lapangan SMA Garvan yang besar dan luas.

Tujuannya cuma satu; Mengembalikan jaket hitam yang sudah dipinjamkan Kak Aliandra padanya kemarin dulu, kepada pemiliknya.

Sebenarnya ia sudah berniat ingin mengembalikan jaket itu kemarin, tetapi naasnya malah tak kunjung kering karena sudah dua hari belakangan ini langit di siang hari tak menampakkan matahari sepenuhnya—mendung.

Jadilah hari ini.

Oiya. Rana juga sudah tau tentang hal ini. Karena Prilly sudah menceritakan sejujur-jujurnya pada sahabatnya itu keesokan harinya—kemarin. Reaksi Rana jangan ditanya lagi. Setelah Prilly menamatkan cerita yang terjadi padanya saat pulang sekolah waktu itu, Rana tak henti-hentinya mengintrogasi dirinya dengan segala pertanyaan yang membuat ia pusing.

Sekolah masih agak ramai, tapi tidak seramai sebelumnya karena sebagian murid mungkin sudah pulang duluan dengan motor, jemputan atau bis. Prilly mendongak untuk melihat langit, masih mendung. Belakangan ini Jakarta memang sering diguyuri rintik hujan.

Begitu sampai di depan pintu kelas XII-Ips 2, Prilly menghela napas panjang sejenak, kemudian membawa langkah sepasang kaki terbalut Converse buluknya ke dalam kelas yang cukup asing baginya itu. Pintunya terbuka, jadi Prilly tak perlu repot untuk membukanya lagi.

Sepi.

Itulah kata yang tepat untuk mendeskripsikan suasana kelas tempat ia berada kini. Tak ada seorang pun di sana. Itu berarti, semua murid di kelas ini sudah pulang. Tak terkecuali, Kak Ali.

Prilly mendesah kecewa. Ah, padahal ia sudah menyiapkan diri untuk menghadapi laki-laki itu. Kalian sudah tahu bukan, setiap Prilly bertemu atau bertatapan muka dengan lelaki itu ia selalu grogi?

Sampai saat ini, jika ditanya kenapa ia busa seperti itu, Prilly sendiri tak tau jawabannya. Grogi dan gugup itu bercampur menjadi satu dan menusuk dirinya tanpa ampun. Jadi Prilly tidak bisa mengendalikannya.

Dan hal tersebut, selalu saja terjadi saat ia bersitatap dengan Aliandra. Seperti sebuah.. kebiasaan. Dan kebiasaan ini benar-benar membuatnya menggila di saat itu juga.

Gadis itu mengerjapkan matanya ketika tersadar dari lamunannya. Seketika ia bergidik ngeri menatap ke sekeliling kelas bercat ungu soft ini. Prilly tipe perempuan yang cukup penakut, dan tempat sepi seperti ini—yang sudah seperti kuburan saja— sudah membuatnya bergidik ngeri. Takut, dengan langkah seribu ia beranjak dari kelas tersebut.

Prilly menatap jaket hitam yang berada dalam keresek putih di kedua tangannya. Terpaksa, ia harus membawanya ke rumah, lagi. Percuma saja ia membawanya ke sekolah jika saat ia ingin mengembalikannya pemiliknya malah sudah pulang duluan.

Heart BreakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang