Chapter 5

1.1K 95 1
                                    

#Now Reading
Feel Real by aintnocaptain

×××

Alarm weker di atas nakas berbunyi nyaring, memekik sepasang telinga milik Prilly yang sedang tertidur dengan kepala, serta kedua lengan di atas meja belajarnya membuatnya terbangun dari tidur panjangnya.

Dengan mata yang masih mengerjap, ia menegakkan tubuhnya. Oh astaga, rupanya semalam ia tertidur di sini, dengan posisi bagian kepala dan kedua lengan telungkup di meja belajar dan duduk dikursi dengan sandaran empuk berwarna merah maroon nya.

Ah, pantas saja tulangnya terasa remuk sekali sekarang. Dia ketiduran rupanya!.

Dengan membawa rasa kantuk yang masih bersisa ia bangkit dari sana, dan menuju kearah nakas mematikan weker yang sedari tadi memekik gendang telinga.

Diliriknya weker berbentuk kepala kartun favoritnya yaitu Doraemon di atas nakas samping ranjang. Beberapa menit lagi Solat subuh akan berlangsung.

Gadis dengan piyama berwarna soft cream yang melekat ditubuhnya itu mengucek matanya, kemudian melangkah menuju kamar mandi yang berada dikamarnya sebelum akhirnya layar laptopnya diatas meja belajar membuat langkahnya terhenti.

Astaga, Bahkan laptopnya saja tidak sempat dimatikannya karena dikalahkan rasa kantuknya.

Tiba-tiba satu pertanyaan muncul diotaknya ketika melihat benda canggih yang masih menyala itu ;

Apa dia ngebales e-mail gue ?

"Hah, gausah ngimpi Pril," ucapnya,putus asa. Ia yakin,laki-laki itu pasti nggak bakal ngerespon dirinya. Tidak Mungkin.

Tanpa berpikir apapun lagi, Prilly langsung menutup laptopnya setelah mematikan benda itu.

Ia yakin, Aliandra pasti nggak bakal ngebales emailnya. Dan lagi, perasaan kecewa itu begitu saja menyelimuti hati kecilnya.

Ya, untuk yang kesekian kalinya. Prilly kecewa.

Rasa kecewa, yang di torehkan Aliandra meski sebenarnya secara nggak langsung.

Selang beberapa sekon gadis itu berdiam, Prilly pun memilih melangkah menuju kamar mandi. Lalu bergegas menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim. ia ingin curhat pada sang pencipta setelahnya.

***

Jarum jam di dinding kamar menunjukkan pukul tujuh lebih tiga puluh menit ketika Aliandra keluar dari kamar mandi dikamarnya setelah menyikat gigi dan mencuci wajahnya.

Niat awalnya untuk masuk sekolah tadi dalam sekejap batal, karena disaat ia ingin mandi sang umi masuk kekamar, dan langsung berceramah ketika tau jika putra tunggalnya itu ingin mandi dan berangkat sekolah hari ini — selain itu juga Ali ingat, gerbang sekolah pasti sudah tertutup karena bel masuk yang berbunyi tepat pukul tujuh pagi.

Dan, hari ini Ali harus merasakan kebosanan yang tiada hentinya dari kemarin kemarin karena tidak masuk sekolah. lagi.

Padahal, ia rasa demamnya ini sudah turun sejak semalam. Dan menurut Ali dirinya udah sehat sehat saja untuk sekadar ke sekolah. Cuma, yah. Begitulah jika mempunyai orang tua dengan sikap protektif yang tinggi.

Meski kadang, sikap protektif uminya itu sedikit berlebihan. Yang menurutnya itu membuat dirinya terkesan Anak mami. Tapi, makin kesini Ali jadi paham. kenapa umi selalu bersikap seperti itu padanya. Dan sekarang, Ali menjadi tak masalah akan itu.

Intinya; Ali tau, apapun yang umi lakuin itu. Juga buat kebaikan dirinya.

Laki laki itu melangkah ke arah meja belajarnya, mengambil laptopnya dari sana kemudian membawanya dan duduk di sofa yang berhadapan langsung dengan televisi yang menempel manis di tembok kamar bernuansa hitam dan putih itu.

Heart BreakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang