Maerri - Ed 2

557 70 32
                                    



Setelah sekian lama akhirnya saya bisa menongolkan (?) diri lagi, tapi lanjut ini dulu ya yang lain nanti dulu. Lagi mencoba benerin mood nulis dulu jadinya memang mancingnya pake si Mae ini yang emang rada-rada absurd ye. Yang menunggu ending Mom (Me) sabar ya cinta-cintaku, sedang diusahakan juga. Doakan semoga bisa apdet secepatnya.

Jujur sih saya kangen baca komen-komen dari wattpad. Jadi ditunggu ya komen-komennya. Karena dengan komen-komen kalian semoga semangat saya meningkat.

Terima kasih sebelum dan sesudahnya. Happy reading! Luv luv luv....

Mita ^^,

======================================================


"Mae, nyapunya yang bener. Itu masih banyak daun yang belum kesapu." Ucapan itu sukses membuat mataku memelototi sapu lidi di genggaman. Karena jelas, aku tidak berani memelototi sang empunya suara. Bisa durhaka. Mending kalau cuma dikutuk jadi batu, nah kalau justru dikutuk jadi perawan tua kan berabe.

"Nggeh, Mbah." Menuruti dengan terpaksa, aku kembali menyapu dua buah daun yang memang tertinggal di belakang. Dua buah daun yang entah bagaimana caranya tidak luput dari penglihatan beliau.

Duh, memang ya nasibku sedang apes. Mbah Semi, simbah-simbah yang membuat ibu seketika menggalaukan jodoh putri cantiknya, tidak ada angin tidak ada hujan hari ini berkunjung ke rumah. Dan seperti hari-hari lainnya jika beliau kemari, tidak akan ada kata 'tenang' dalam hidupku. Karena dengan penuh kesadaran, beliau pasti akan mendikte semua hal yang kulakukan. Dari caraku memakai baju, memasak, hingga bersih-bersih rumah. Ah pokoknya semua hal yang bisa beliau dikte pasti bakal kena. Seperti sekarang, beliau mendikte caraku menyapu daun-daun di halaman rumah. Untung saja beliau tidak mendikte masalah jodoh. Eh, atau belum?

"Kalau nyapu itu yang bersih. Biar nanti suamimu nggak brewokan atau kumisan." Nah kan! Baru juga dipikirkan. Memutar mata kesal, aku menyeletuk pelan, "Mendingan juga dapet suami brewokan daripada nggak dapet sama sekali."

Ups, sorry... bukan maksudku mengungkit status yang memang sudah terungkit.... Lagian aku mengatakannya dengan pelan ko, Mbah Semi tentu tidak akan mendengarnya, dengan jarak kami yang lumayan jauh. Beliau duduk manis di teras, sementara aku bergulat dengan sapu, sampah, dedaunan dan debu di halaman rumah. Jangan lupakan juga telinga yang mulai ikut menurun daya tangkapnya mengikuti kenaikan umur beliau. Jadi aman-aman saja aku menyeletuk seperti tadi.

Lagi pula coba dipikir, apa salahnya mendapatkan suami brewokan dan kumisan? Kan unyu juga punya suami brewokan. Geli-geli sedap gitu kan kalau lagi dicium-cium. Daripada nggak ada yang nyium.

Kan... songong lagi akunya.

Tapi jujur saja, aku memang selalu agak kesal kalau Mbah Semi mulai seperti ini. Rasanya semua yang kulakukan selalu salah. Apa pun selalu beliau kaitkan dengan mitos. Entah kalau nyapu tidak bersih nanti dapat suami brewokan, atau kalau berdiri di pintu bakalan susah jodoh, makan sayap ayam nanti jodohnya terbang. Ya kali gara-gara terlalu percaya mitos-mitos itu sampai hari ini Mbah Semi belum menikah. Dan seolah tidak mau menjadi korban mitos sendirian, beliau mulai menyeretku dalam belenggu mitos-mitos tersebut.

Tapi tenang saja, seorang Mae tidak akan tinggal diam dalam hal jodoh ini. Kalau perlu nanti saat memasak, kulebihkan takaran garam di semua masakan supaya keasinan dan aku dibilang pengin kawin. Untuk menekankan bahwa aku berbeda dengan Mbah Semi. Aku mau dan pengin nikah! Hanya untuk saat ini masih terkendala dalam hal mamas calon yang tak kunjung datang.

Just Maerri-EdWhere stories live. Discover now