00: before

33.7K 2.9K 219
                                    

00: before

"LO mau masuk SMA mana, Fer?" tanya Fian.

Cewek yang sedang duduk di bangku taman berdua dengan Fian, Alexandra Ferandyl, mengangkat bahunya. "Entahlah, Yan. Gue bingung."

Fian menyenderkan kepalanya ke bangku taman, lalu bertanya kepada Fera, "kenapa bingung?"

"Gue mau masuk SMA Korona, tapi gue..., entahlah gue gak bener-bener yakin," jawab Fera ragu.

"Korona? Kenapa Korona, njir? Itu 'kan jauh banget. Gue gak mungkin bisa nganterin lo kesana. Kenapa gak SMA Kromosfer aja? Itu 'kan deket sama SMER," keluh Fian.

(a/n: SMER itu kependekan dari Sekolah Mereka. Biar keren.)

Keluhan Fian membuat Fera menatap Fian dengan pandangan oke-dengerin-tuan-puteri-baik-baik. "Gini ya, Fian. Gue mau masuk SMA Korona karena peluang masuk PTN disitu lebih gede, bukannya gue mau jauh-jauh sama lo, tapi gue juga mau fokus sama cita-cita gue. Gue bentar lagi udah jadi anak SMA, bukan lagi anak SMP. Please, ngertiin gue," jelas Fera panjang lebar.

"Tapi SMA Kromosfer peluang masuk PTN-nya juga gede, Fera." Fian tetap bersikukuh.

"Tapi SMA Korona lebih lebih gede lagi, Fian."

Helaan nafas panjang keluar dari mulut Fian. "Tapi SMA Korona jauh, Fera."

"Trus apa yang salah, Fian? Gue bisa berangkat pagi-pagi. Lagian kantor bokap gue juga searah kok sama SMA Korona," elak Fera-gak mau kalah. "Lagian, elo kenapa sih?! Kenapa ngelarang gue buat masuk SMA Korona?"

Fian mendengus lalu menghentakan kakinya ke tanah dengan sebal. "Itu tandanya gue gak bisa nganterin lo kesana, Fer! Itu tandanya kita jadi jauh! Lo ngerti gak sih?! Atau lo emang mau jauh-jauh dari gue?" kesal Fian.

"Ih, lo kenapa jadi kaya anak kecil gini sih, Yan."
Menyadari Fian tak membalas ucapannya, Fera menatap Fian lekat-lekat. "Denger ya, Fian, gue sama sekali gak berniat buat ngejauhin diri dari lo. Tapi gue bentar lagi SMA, Fian, dan lo bentar lagi kelas IX. Kita gak boleh main-main lagi. Kita harus fokus sama masa depan kita.

"Oke, gue tahu gue kedengerannya sok bijak. Tapi, oke gue udah berapa kali sih ngomong tapi? Oke, oke. Tapi, Fian, lo harus tahu satu hal. Gue sayang sama lo. Gak peduli sekolahan kita udah gak sama lagi, gak peduli gue nanti udah SMA, gak peduli lo masih SMP." Senyum tulus merekah di bibir Fera.

Bagaikan virus, senyum Fera seperti menular ke Fian. Dengan senyum mengembang, Fian mengacungkan jari kelingkingnya di hadapan Fera. "Janji sama gue, lo gak akan pernah malu punya cowok anak SMP kaya gue," pinta Fian.

Fera melingkarkan kelingkingnya ke kelingking Fian dengan semangat. "Dan lo juga harus janji sama gue, gak peduli sesibuk apapun lo jadi anak kelas IX, lo harus tetep jadiin gue prioritas," balas Fera.

"Janji?"

"Gue janji, Kuntet Sayang."

"Kalau gitu, gue juga janji."

Saat itu, mereka mengikrakan janji itu dengan lugu, tanpa sadar jika bumi terus berotasi pada porosnya, hari ini akan tergantikan dengan hari esok, yang lama akan segera digantikan dengan yang baru. Dan hubungan mereka,

mungkin gak akan sama lagi.

#

151 CMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang