Part 9

46.7K 1.5K 151
                                    


deleted

***

"Bay... jujur ya sama aku, selain karena Mama kamu, apa kamu bener-bener ikhlas kalau nantinya mendapati aku jadi istri kamu? Aku enggak semuda dan secantik Gina atau mantan-mantan pacar kamu. Sebelum terlambat, aku nggak mau ya ada acara kabur-kaburan atau nyesel-nyeselan setelah kita nikah nanti," Aku berujar pelan, membayangkan bagaimana pernikahan Dito gagal karena perjodohan. Juga kata-katanya tentang penyesalan. Bahkan ia masih berharap kembali padaku. Bagaimana kalau hal itu juga terjadi padaku dan Abay? Meskipun perceraian Dito dan istrinya lebih dikarenakan istrinya yang nggak mau punya anak, tapi tetap saja, menurutku pondasi mereka yang tak cukup kuat menjadi penyebab utamanya. Bagaimana kalau aku dan Abay ditempa masalah lain yang membuat pernikahan kami goyah atau bahkan gagal?

Abay menatapku dalam, membuatku harus mengalihkan pandangan ke arah luar,"Kalau yang aku mau kayak mantan-mantanku atau Gina, mereka yang bakal aku nikahi. Bukan kamu."

Nyess...

Rasanya seperti ada lelehan air es yang menyentuh dasar hatiku yang terasa lelah. Aku memberanikan diri untuk kembali menatap Abay,"Bay, bisakah kita...?" tanyaku penuh keraguan. Allah, pernikahan tinggal menghitung hari, bagaimana mungkin aku masih sedemikian ragu?

"In syaa Allah. Semoga. Meskipun ini juga pertama kalinya buatku," ujarnya kemudian meringis.

Hm, dikira aku udah pernah apa?

"Kayaknya bener kalau orang mau nikah mending nggak usah sering-sering ketemu deh." ujarku bermaksud mengakhiri pertemuan kami hari ini.

"Nanti bakal dipingit, kan?"

Aku mengangguk. Tapi emang masih zaman ya pingit-pingitan begitu?

Ia menatapku cukup lama, membuatku malu sendiri," Apa sih? Udah ah, aku mau pulang aja." ujarku kemudian beranjak dari kursi. Lama-lama disini entar malah bukan cuma tatap-tatapan. Bisa cakar-cakaran. Ya kaleeee.

Ia tersenyum kecil, mengikutiku beranjak. Setelah membayar ia mengikutiku sampai parkiran motor tempat skutermaticku berada.

"Mau balik ke kantor?" tanyaku sambil memakai helm dan menaiki motor.

Ia mengangguk pelan.

"Yaudah, aku duluan, ya..."Aku mulai menstarter motor.

"Helmnya..."

"Hah?" tanyaku bingung.

"Itu... talinya dipasang. Biar aman."

"Oh," Aku buru-buru mengikuti perintahnya. Sedikit tersanjung karena perhatian kecilnya. Duuuh, jangan blushing sekarang, Fikaaa.

Ia tersenyum kecil saat aku selesai,"sampai ketemu. Rasanya nggak sabar mendapati kamu sebagai istriku."

Kali ini aku yakin pipiku sukses memerah. Mamaaaaaaah Fika dirayuuuuu.

***

deleted

***



Cintaku itu Kamu, Halalku [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang