Part 6

43.6K 1.5K 64
                                    

deleted


***

Abay sama sekali tak melepaskan pandangannya dariku setelah ia menyelesaikan makan malamnya, sementara aku masih menghabiskan makananku. Dia kok makannya cepet banget sih?

"Lama-lama aku bisa karatan kalau kamu liatin terus," jawabku asal.

Abay tersenyum geli,"Jadi apa jawabannya?"

"Jawaban apa?" tanyaku pura-pura tidak tahu.

"Definisi cinta?"

Aku berdehem, menyeka sisa makanan yang mungkin menempel di mulutku dengan tissue. Perlahan aku menatap Abay.

"Sebenernya aku udah nggak percaya lagi sama cinta setelah 2 kali patah hati. So, menurut aku, cinta itu cuma pantas buat orang yang benar-benar serius. Yang memintaku secara baik-baik kepada waliku. Yang mengucapkan ikrar sucinya di hadapan Allah dan malaikat-malaikatNya. Juga yang memuliakanku sebagai istri dan ibu dari anak-anak kami kelak,"jawabku tegas.

Abay tersenyum simpul. Hh...aku benar-benar tidak menyangka berondong ini begitu manis, terkadang aku ingin sekali mengesampingkan ingatanku tentang beda usia kami dan menikmatinya sebagai kekaguman seorang wanita kepada lelaki biasa. Ups! Aku buru-buru mengalihkan pandangan.

"Aku rasa... definisi cinta menurut kita nggak jauh beda."

"Maksudmu?"

"Aku sependapat denganmu."

"Abay, bisa nggak ngomong dengan kalimat yang rada eh yang panjang. Biar aku nggak meraba-raba maksud kalimatmu kayak orang buta."

Abay kembali tersenyum geli," Aku sependapat sama kamu. Bahwa orang yang pantas dapat cintaku itu hanya orang yang bisa memuliakanku sebagai imam dan juga ayah dari anak-anak kami kelak."

Pipiku menghangat, dan aku lebih memilih menunduk.

"Nggak kreatif, masa ikutin kata-kata aku," omelku perlahan dan aku pastikan Abay mendengarnya.

Selesai makan, Abay kembali menawarkan untuk mengantarku pulang. Aku menolak secara halus.

"Kita memang udah lamaran, bukan berarti kita udah bisa sering-sering berdua-duaan, ya... ketemuan sering-sering begini juga nggak bagus lho sebenernya," ujarku memperingatkannya juga memperingatkan diriku sendiri yang kadangkala masih suka aja diajak ketemuan Abay, meskipun di tempat umum. Apalagi kalau berhubungan sama makanan begini. Yaelah, jadi harga diriku cuma sebatas makanan? Aku geleng-geleng kepala sendiri.

Abay menatapku lembut,"aku mungkin nggak seteguh kamu dalam memegang prinsip-prinsip hubungan antara lelaki dan perempuan dalam agama kita. Ingatkan aku kalau aku kelewatan, ya," ujarnya membuatku sedikit tersenyum.

"Aku juga perlu diingatkan." jawabku jujur yang kadang masih juga suka bodor-bodoran sama Agil atau sama rekan-rekan sejawat yang lain jenis. Eeh tapi kan mereka beda sama Abay. Eh tapi mah sama aja laki-laki, ya?

Abay mengantarku sampai benar-benar masuk angkot. Ia kemudian mengikuti angkot yang kutumpangi dengan motornya. Aku tersenyum kecil, itu yang selalu ia lakukan saat diminta Mamaku untuk menjemputku dan aku menolak untuk berboncengan dengannya. Ia akan melakukan itu sampai aku benar-benar sampai di depan gang rumahku atau di depan rumah pas.

***

tbc


Cintaku itu Kamu, Halalku [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang