Chapter 4: Stayin' Alive

2.3K 190 228
                                    

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

dedicated to Shelma, one of the best  junior high school partner -in-crime that I've ever had and the first person who ship Robert-Kirsty c:

***

Baltimore

Pagi hari di sudut kota Baltimore itu dimulai dengan cukup aneh. Hujan rintik yang gelap nan suram mulai membasahi jalanan kota yang terkenal dengan burung gagaknya itu. Cukup mengherankan, terutama saat itu adalah musim panas dengan panasnya yang membakar. Di sudut kota itu, dari jendela sebuah rumah kayu coklat sederhana, seorang gadis dengan rambut hitam panjangnya menerawang pemandangan itu. Mata biru jernihnya memandang tetesan demi tetesan air hujan yang menempel di jendela.

Hujan itu mengingatkan sesuatu yang kelam di masa lalunya. Namun ia berusaha mengalihkannya tepat saat ketel air panas di dapurnya mulai melengking dan bersiul dengan keras. Dengan langkah cepat, ia mematikan kompor dan mengambil ketel tersebut. Lalu menuangkan isinya dengan perlahan pada cangkir teh putih yang telah ia siapkan bersama beberapa pil dan koran di sampingnya.

Di tengah kesibukan kecilnya, tiba-tiba seorang perempuan berambut pirang pendek memasuki dapur itu. Bibirnya yang terangkat ke atas saat melihat gadis di depannya bekerja dengan keras. "Bangun cukup pagi di hari minggu ini, May?" bisik perempuan itu pada gadis berambut hitam itu dan melipat tangannya.

May, lebih lengkapnya May Averstreet, memutar bola matanya. "Tolonglah jangan menyindirku karena selalu bangun terlambat, Bibi Sierra," Ia tersenyum tipis, entah itu menandakan rasa malas atau sinisnya. "Aku hanya ingin membantu."

"Baiklah, baiklah. Aku tahu kau sedang sangat rajin. Pergilah. Nikmatilah hari liburmu." Bibi May, Sierra, mengacak rambut May dengan gemas.

May berjalan dengan pelan bersama nampannya menuju sebuah pintu coklat berkusen tua dan rapuh yang berjarak beberapa langkah darinya. Dengan hati-hati, ia menaruh telinganya ke pintu, berusaha mendengar suara dari dalam ruangan. Suara radio dengan volume pelan terdengar dari dalam, pertanda penghuni ruangan itu sudah terbangun. Ia pun mengetok dan membuka pintu itu dengan pelan.

Dari pandangan May, seorang kakek berayun di kursi goyangnya dengan tenang. Ayunan kursi goyang itu mengalun mengikuti nada musik klasik Beethoven dari radio. Matanya yang mulai renta menerawang ke antara pepohonan Maple. Garis wajahnya yang mulai mengeriput sekilas terlihat seperti May. Dia tak lain adalah Kakek May sendiri, David.

"Ah, Maynard," kata Kakek David dengan suaranya yang monoton dan lemah. "Kau sudah terbangun rupanya. Biasanya hari ini kau lebih suka tidur dengan kolam air liurmu hingga pukul 8."

Wajah May merah padam saat kakeknya memanggilnya dengan nama depannya yang seperti laki-laki itu. "Aku hanya mencoba bangun lebih pagi. Ini teh, obat, dan korannya." Kata May sambil menaruh nampannya dengan pelan di samping kakeknya.

The RunawaysWhere stories live. Discover now