Ch13; Do I Love You?

27 5 0
                                    

Setelah baca, jangan lupa untuk tinggalkan jejak, ya!


.

.

Geo sedikit lebih lega ketika bus yang ditumpanginya akhirnya sampai di depan sekolah dan terlihat gerbangnya masih terbuka.

Padahal tadi di bus ia sudah mempersiapkan alasan yang cukup masuk akal jika dibawa ke ruang piket guru karena kemungkinan telat masuk.

"Untunglah belum telat."

Karena tadi Geo sudah membayar saat bus jalan, ia langsung saja turun dan berlari untuk masuk ke sekolahnya.

Tapi ia langsung terjingkat kaget ketika mendengar seseorang memanggilnya dari arah samping.

"GEO!"

Anak redaksi itu langsung menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang, di mana di depan pos satpam ada seorang pemuda yang sangat ia kenali.

"Ardan?"

Sang atlet basket tersenyum lebar ketika berjalan ke arahnya. Alis Geo naik sebelah karena heran dengan tingkah Ardan saat ini.

"Pagi."

"Pagi." Jawab Geo dengan masih memikirkan keanehan yang ada di dalam diri Ardan.

"Elo dari tadi di sana, Dan?"

"Ya."

"Ngapain?"

"Titip helm." Jawabnya, "lo emang gak tahu kalau pos satpam juga terima penitipan helm?"

Geo langsung menggeleng. Tentu saja ia tidak tahu. Dirinya tidak pernah membawa motor, informasi ini baru pertama kali ia ketahui.

Ah, sebenarnya itu akal-akalan Ardan saja. Dia memang sering menitipkan helm ke pos satpam, tapi tidak sampai menunggu lama.

Ia sengaja berada di pos satpam dalam beberapa waktu karena menunggu Geo di sana. Kenapa Ardan yakin sekali jika anak redaksi itu masih belum berangkat?

Tentu saja karena si Laila yang tiba-tiba mendatanginya dan bertanya tentang Geo karena belum ada di kelas.

Otomatis, Ardan tahu bahwa anak itu belum berangkat dan berniat untuk menunggunya di depan –tepatnya di pos satpam.

"Ke kelas?"

"Hm." Geo melihat jam tangannya. 3 menit lagi bel masuk kemungkinan akan berbunyi, ia harus cepat-cepat untuk sampai kelas.

"Jangan cepat-cepat, Ge. Santai aja napa."

"Ini udah hampir masuk, bagaimana bisa santai?!"

Bukannya kesal karena Geo menjawabnya dengan ketus, Ardan yang ada di sampingnya justru senyum-senyum tidak jelas seperti orang gila. Namun, dengan kaki panjangnya, ia masih bisa mengimbangi langkah Geo yang terburu-buru.

"Lo ngapain gak belok? Kelas IPA di sana." Geo menunjuk belokan di koridor tersebut, di mana arah itu memang menuju kelas IPA.

"Gue mau anterin lu ke kelas. Jadi muter."

Geo terdiam sebentar untuk mencerna ucapan dari Ardan yang sedikit rada ngaco ini.

"Gak perlu, deh kayaknya."

"Ya gak papa. Sekalian olahraga, kan?" Ucap Ardan dengan tidak menurunkan senyumnya, "yok lanjut jalan."

"Aneh."

Meski dikatai aneh oleh Geo, Ardan tidak peduli dan masih terus berjalan berdampingan dengan pemuda itu.

Beberapa kali siswa yang mengenal Ardan memang menyapanya dan disuruh untuk berbelok menuju kelas IPA. Tapi si Ardan terlalu santai menjawabnya dengan,

The Tale Of Silent Heart (Comission)Where stories live. Discover now