Bab 7. Kepergian Mamah Untuk Selamanya

42.6K 1.4K 6
                                    

Terjadi kecanggungan kala kami terdiam tanpa pembahasan.

"Mila sama Luna mau belanja katanya, ikutlah berbelanja"

Om Haris memberi ku gold card miliknya.

"Saya lagi nggak butuh apa-apa" tolak ku tak enak, sebagai seorang wanita tentu kebutuhan ku banyak, tapi tak enak, toh kami masih baru.

"Kalau begitu belilah perlengkapan untuk si kembar bersekolah nanti"

Aku manggut-manggut menerima kartu kredit miliknya. Kembali kami keluar dari kamar.

Gudubrak!

Kami terkejut mendapati Mila dan Luna terjatuh di depan pintu kamar.

"Kalian sedang apa?" tanya om Haris bingung.

"I-itu kak, anu.. Eh apa Mil?" Luna yang gugup terbata-bata mengalihkan pada Mila. "Mau ngajakin Tami belanja kak" sahut Mila segera di anggukkan Luna, mereka menyengir kuda tampak kebingungan.

"Ayo Tami, kita belanja" ajak Mila menarik tangan ku berjalan cepat menuruni anak tangga menuju mobil di mana Luna yang menyetir, kami menuju ke sebuah mall.

Di sana Mila dan Luna membelikan ku banyak pakaian juga prodak kecantikan hingga prodak perawatan tubuh. Aku tak menggunakan kartu kredit dari om Haris, mereka yang membayar semua belanjaanku dengan senang hati.

Begitu berbelanja untukku selesai, mereka berfokus pada diri mereka berbelanja juga. Sembari menunggu mereka aku mencari beberapa pakaian juga kebutuhan bersekolah untuk kedua adikku, ku bayar dengan kartu kredit dari om Haris.
Puas berbelanja aku kembali ke cafe tempat kami berpisah.

Aku berhenti di depan sebuah toko khusus pakaian pria, aku menatap patung yang mengenakan sebuah kemeja dengan celana jeans juga sebuah ikat pinggang, ku bayangkan jika yang mengenakannya om Haris, sepertinya tampak cocok, ia memang lebih sering ku lihat berkemeja.

"Ini model baru mbak" seru seorang wanita keluar dari dalam toko menyapa dengan menawari. "Untuk suami cocok nih mbak" imbuhnya. Aku yang memang telah menyukai model itu dari pertama kali melihatnya, aku ikut masuk di bawa pegawai tersebut.

"Saya mau mbak satu set di patung itu tanpa terkecuali" pintaku, pegawai itu segera mengemasnya untuk ku.

Rasanya kurang lengkap karena aku belum membeli sepatu untuk pelengkap penampilan itu, tapi aku juga tak mengetahui ukuran kaki om Haris. Ku putuskan menghubungi Luna, kebetulan aku di toko lengkap sekalian lah.

~Mbak saya mau nanya, ukuran kaki o..~ aku mengerem perkataan ku. ~Ukuran kaki mas Haris berapa yah mbak?~ terdengar keriuhan dari balik telfon.

". . ."

~Mas Haris lebih suka sepatu kulit warna hitam atau coklat?~ lagi keriuhan makin bertambah.

". . ."

~Baiklah mbak, terima kasih~

Seperti yang di katakan Luna, om Haris tak pernah mempermasalahkan warna selagi itu matching. Ku putuskan memilih warna hitam, netral juga bisa di pakai ke beberapa style.

Ku tinggalkan toko itu dengan menenteng dua tas belanja untuk om Haris, aku kembali ke cafe.

"Kamu beli apa untuk kak Haris?" tanya Mila sesaat menutup pintu mobil.

"Kemeja dengan celana jeans juga sepatu kulit"

"Kak Haris pesan minta di beliin yah?" tanya Luna.

"Nggak, kebetulan lewat di depan toko itu, terus lihat kemeja yang lagi di pajang di patung, ku pikir mungkin cocok untuk mas Haris"

Pengantin Pengganti MamahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang