Prolog

112K 2.3K 16
                                    

Ku kemas beberapa pakaian ku kedalam koper, bergegas kembali pulang ke kotaku menghadiri pernikahan mamah yang akan di langsungkan tiga hari lagi.

Hati ini belum sepenuhnya siap menerima orang lain menggantikan papah ku meski beliau telah lama meninggal,. Ku rasa mamah tahu, sedari kemarin aku tak menjawab telpon dari nya ataupun membalas pesan yang beliau tinggalkan. Aku hanya berkata Tami pasti pulang untuk mamah. Setelah ucapan tersebut tak ku aktifkan lagi ponsel ku.

Hhuufftt...

Ku hela nafas gusar menggendong ranselku, tarikan koper ada pada genggaman, bersiap bersikap siap menerima pernikahan mamah. Tapi tetap alm papah ku tak akan pernah terganti.

Di dalam bus yang mulai bergerak, aku hanya terdiam terus bersitegang dengan diri sendiri yang masih berusaha menerima hari bahagia mamah.

"Semoga ia bisa menjadi suami yang baik" gumamku dengan mata terpejam berharap calon suami mamahku akan menyayangi mamahku dan menerima kedua adik kembarku yang masih berusia 15 tahun,. Untuk diriku ku rasa tak perlu. Aku sudah dewasa, aku bisa menghidupi diriku sendiri, aku juga tak berencana tinggal bersama.

Bus yang ku tumpangi tiba di halte, aku bergerak perlahan memesan sebuah taksi. Lagi kebimbangan mengusik kemantapan hati yang sedari tadi kata siap dan ragu bolak balik masuk kedalam hati.

"Stop pak, di sini saja" pintaku.

Aku turun di persimpangan tak jauh dari rumah, aku sengaja tak langsung tiba di depan rumah, aku masih berusaha menyusun kata juga sikap yang akan ku lakukan.

Ku tarik koperku berjalan kearah kediaman ku. Beberapa meter dari arah rumah sebuah mobil mewah keluar dari pekarangan rumahku entah siapa.

"Assalamualaikum,.." seruku di depan pintu sembari membuka sepatu ku.

"Kakak..!" panggil kedua adik kembarku berlari kearah ku menangis. Aku terkejut melihat mereka seperti itu, lalu ku lihat wajah mereka di penuhi kehancuran, mata mereka bengkak tampaknya menangis sedari tadi.

"Ada apa dek?"

"Mamah lumpuh kak"

"APA!!"

Bersama mereka segera aku ke kamar mamah, di mana ia berbaring di kelilingi semua anggota keluarga, segera aku masuk duduk di samping beliau.

"Mah, kok mamah bisa seperti ini?"

Beliau hanya menangis menatapku tak dapat bergerak atau sekedar berbicara.

"Mamah mu jatuh di kamar mandi" sahut Tante ku membuatku kembali menangis.

"Kamu kemana saja nak? Hampir seminggu nomor telpon mu tidak aktif, mamah mu seperti ini sudah seminggu" imbuh nenek penuh kesedihan. Jadi bisa di katakan terakhir mamah sehat saat ia menelpon waktu itu.

"Maaf nek, maaf mah" ku peluk mamah yang mana tubuh nya kelu tak dapat bergerak apa lagi membalas pelukan ku, ia hanya bisa menangis. "Seharusnya mamah bersiap-siap untuk pernikahan mamah, kenapa mamah justru seperti ini" lirih ku menangis hebat.

"Keluarga calon suami mamah mu baru saja pulang sesaat kamu tiba" mungkin kendaraan yang ku lihat tadi meninggalkan kediaman ku milik keluarga calon suami mamah. "Istirahat lah nak, ada yang ingin kami bahas nanti" ujar nenek dengan mimik wajah serius.

Pengantin Pengganti MamahWhere stories live. Discover now