Pertemuan

68 10 4
                                    

‘Tadi malam aku tidak memimpikan Tulip. Itu pertanda baik, kan? Aku harus bergerak sekarang, sebelum aku menyesal lagi nantinya. Takdirku sudah datang. Aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Let’s go!’

Dalam hitungan menit, Rei mengetik dan mem-posting tulisannya. Energi positifnya kemarin masih terasa sampai detik ini. Seperti orang yang terlambat pergi kerja, Rei grasah-grusuh menyiapkan diri. Mulai dari mandi, berpakaian, menyemprotkan Bvlgari Aqva, merapikan rambut, mencari sunglasses, sampai sarapan. Bu Jena keheranan dan bertanya-tanya pada Rei, namun respon yang diberikan anak keduanya itu hanya dengan senyuman.

“Vid, saya pinjem mobilmu ya,” pinta Rei ketika sudah selesai sarapan.

“Emangnya kamu mau ke mana?” Bu Jena bertanya.

“Rei mau ketemu temen, Mah.”

David bangkit dari kursi, “Ya udah… bentar saya ambil kunci dulu,” ucapnya yang segera keluar dari dapur.

“Temen kuliah?” selidik Bu Jena.

Rei menaruh gelas berisi air putih yang sudah diminumnya ke meja, “Iya,” dustanya.

“Temen kuliah apa temen kuliaaahh???” tiba-tiba Ine muncul sambil nyindir dan mengendus-endus hidungnya. “Kok wangi banget sih? Mau ketemu Nalla ya?”

“Bukan lah. Ketemu temen lama. Kebetulan dia pernah hadiahin parfum, dan aku pake aja parfumnya sekarang,” Rei mengarang-ngarang alasan.

“Aaahh masa sih?” Ine tampak tak percaya.

“Temen cewek atau cowok?” timpal Bu Jena.

“Temen cowok, Mah,” dusta Rei lagi.

Tak lama kemudian, David kembali ke dapur. Rei langsung berdiri dan merebut kunci dari tangan David, “Thanks, Brother!”

“Namanya siapa?” tanya Ine, masih kepo.

Rei tak menjawab. Ia langsung pamitan dan berlari pergi.

“Kenapa sih dia?” David bertanya entah pada siapa.

“Pasti mau ketemu cewek tuh,” ucap Ine, membuat wajah Bu Jena tampak agak gelisah.

*

Di sekitar jalan Vasagatan ini Rei pertama kali melihat Tulip. Makanya, ia memarkir si Woogie di sana. Bak detektif, ia memerhatikan setiap orang yang lalu lalang di dalam mobil. Cukup lama ia melakukannya, sampai sosok yang ditunggu-tunggunya hadir di depan mata. Perlahan, ia menjalankan mobil mengikuti pergerakan Tulip.

Ketika jarak antara Rei dan Tulip cukup dekat, Rei membunyikan klakson.

Pimppp! Pimpppp!

Tulip terlonjak kaget. Ia berhenti melangkah dan menoleh ke arah mobil yang dikemudikan Rei.

"Siapa sih? Ganggu aja!" gumam Tulip kesal.

Tanpa melepas kacamata hitamnya, Rei menurunkan kaca jendela mobil. Ia tersenyum pada Tulip, dan menawarkan tumpangan menggunakan bahasa Inggris padanya.

No, thanks.” Tulip menolak halus dengan sekilas pandangan.

Tulip menggerakkan kedua kakinya lagi. Ia berjalan lebih cepat meninggalkan mobil yang dibawa Rei. “Gila kali tu orang. Baru kenal udah nawarin tumpangan,” rutuk Tulip.

“Heyyy! I’m not a bad guy!” teriak Rei cemas. Ia merasa tahu apa yang dipikirkan Tulip.

Tulip tetap tidak percaya pada pemuda yang ia kira pemuda usil itu. “Go away!” balas Tulip ketus, mengusir Rei.

Tulip (Saknar Dig)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang