Pesan Indah

55 6 0
                                    

Lemari itu menganga di depan Rei. Ia bersiap melahap beberapa peralatan sulap yang sudah tersimpan rapi di dalam kardus. Tak jauh dari sana ada dua koper besar dan ransel kesayangan Rei.

"Barang-barang bawaan kamu sudah disiapkan dengan baik, kan?" tanya Pak Hadi yang baru masuk ke dalam ruangan itu.

Rei mengangguk, kemudian menoleh ke Pak Hadi. "Oh iya, Pak ... Pak Hadi lihat hapeku nggak?"

"Hape? Nggak. Memangnya hilang di mana?"

"Nggak tahu. Aku cari-cari kok nggak ketemu-ketemu, ya?"

"Ya sudah, coba Pak Hadi telepon ke nomor kamu." Dari ponselnya, ia menekan nomor 2 untuk panggilan cepat ke nomor Rei. Lama tak ada jawaban. "Nggak aktif, Rei," katanya sambil mengerutkan kening.

"Ya, ampun... padahal di sana ada nomor telepon temen-temenku," ucap Rei sedih. "Ada fotonya Tulip juga."

"Nanti Pak Hadi beliin handphone baru."

"Nggak usah, Pak," tolak Rei. "Hape baru mana mungkin ada fotonya Tulip. Aarghh sial, foto yang itu ilang di mana, sih? Kenapa aku nggak nyadar kalo fotonya ilang, ya? Bodoh, bodoh, bodoh!"

*

"Saya nemu ini di sana," kata Petugas Kebersihan Taman Nyaman sambil menunjuk ke arah taman kupu-kupu. Ia meletakkan selembar foto ukuran dompet di atas kotak pendingin. Foto itu sedikit kotor dan kumal.

Dahi Tulip bertaut. Tak lama, senyumnya hadir. "Oh, iya. Terima kasih, Pak," ucapnya.

Petugas Kebersihan hanya mengangguk sekali, kemudian pergi.

Sekarang, Tulip tengah memelototi foto dengan objek dirinya itu. Di sana ia terlihat kelelahan melayani beberapa pelanggan. Jarinya diketuk-ketukkan ke meja. Tulip meyakini bahwa Rei-lah pelakunya, karena tidak mungkin pengawasnya yang memotret diam-diam. Lokasi penemuan foto pun mengarah pada Rei.

"Sebuah pesan indah dari Tuhan," gumam Tulip yang lekas menaruh foto itu di dalam tas kecilnya.

*

Kedua kakinya terasa seperti dipasangi rantai seberat 10 kg. Yang menguatkan dirinya terus melangkah adalah ibundanya. Sementara itu, Pak Danu, ayah Rei, tidak ingin mengantar anak satu-satunya itu keluar. Tak begitu jelas alasannya. Hal itu yang membuat perasaan Rei terombang-ambing. Perpisahan ini terasa lebih menyakitkan dari perpisahan-perpisahan sebelumnya.

Sebelum masuk ke dalam mobil, Rei menoleh ke belakang, ke arah gedung rumah sakit yang berdiri kokoh.

"Papah yakin mau melepaskan Rei?" tanya Rei satu jam lalu ketika ibunya datang menjemput.

Pak Danu mengangguk dan tersenyum,"Pergilah."

Air bening kembali menggantung di bawah mata Rei. Ia menatap ibu kandung yang sudah lama tak dilihatnya itu, dan mencoba tersenyum.

"Kamu harus kuat, Sayang," ucap Bu Jena lembut sambil memegang tangan Rei.

Sinar mata Rei yang meredup perlahan terisi energi, "Iya, Mah... terima kasih."

Pak Hadi membukakan pintu untuk Bu Jena. Bu Jena masuk, lalu disusul oleh Rei. Perlahan namun meyakinkan, mobil mewah itu bergerak menerobos angin--yang cukup kencang dan dingin di pagi ini. Lambat laun keempat rodanya berjalan cepat.

Setelah mengobrol singkat dengan ibunya, Rei membelokkan pandangan ke jendela mobil yang berembun. Meski sedikit kabur, terlukis wajah Tulip di sana.

*

Di suatu siang yang panas, ketika Rei dan Tulip hendak menuju Taman Nyaman, di jalanan yang cukup lengang, Rei mendekati Tulip untuk pertama kalinya--setelah beberapa bulan tak berkomunikasi meski bertemu setiap hari. Waktu itu, Rei yang berjalan di belakang Tulip memanggil gadis itu, "Mbak!!! Mbak Yogurt!!!"

Tulip menoleh dan terpaksa berhenti.

"Mbak," sapa Rei gugup ketika sudah dekat dengan Tulip.

"Iya?"

Bola mata dan telunjuk Rei bergerak bersamaan ke kotak pendingin yang ditaruh di jok belakang sepeda Tulip,"Saya penasaran. Yogurt itu rasanya kayak apa, ya?"

Tulip ikut mengarahkan pandangan ke kotak pendingin, lantas menjawab, "Asam dan manis." Dua detik kemudian, ia membatin, "Aneh banget! Udah gede tapi belum pernah minum yogurt?"

"Beli satu."

Cekatan Tulip membuka kotak pendinginnya dan mengeluarkan satu yogurt. Kemudian, ia memberikan minuman itu pada Rei.

"Kalo ini enak, saya akan beli setiap hari, tapi kalo..."

"Yogurt punya banyak manfaat. Di antaranya, dapat meremajakan kulit, membantu pencernaan, juga baik untuk jantung," potong Tulip.

Rei menatap yogurt-nya, "Oh, ya?"

"Karena rendah lemak, bahkan bebas lemak." Tulip menjawab dengan percaya diri. "Yogurt juga mengandung banyak gizi seperti protein, riboflavin, kalsium, vitamin B6, dan vitamin B12. Dua prebiotik baik yang terkandung dalam yogurt, yaitu lactobacillus dan bifidobachterium, dapat membantu pencernaan. Penelitian dari beberapa ahli mengatakan bahwa masalah pencernaan seperti diare, kanker usus atau intoleransi laktosa, dan radang usus bisa teratasi dengan minuman ini."

"Bener-bener penjual yang hebat," komen Rei, "waktu training, kamu pasti yang paling pinter di antara yang lain," sanjungnya membuat Tulip tersipu. "Kalo sulap..., mengandung hormon kebahagiaan."

Tulip tertawa kecil.

"Punya nama?" tanya Rei to the point setelah membayar.

"Tulip."

Rei merasa geli, namun lekas merapatkan tangannya dengan tangan gadis itu, berjabat tangan selama beberapa detik.

"Rei." Rei mengenalkan diri. "Kita bakal sering ketemu," setelah berkata seperti itu, ia pergi.

"Tadi itu modus atau beneran belum pernah minum yogurt sih?" gumam Tulip bingung.[]

Tulip (Saknar Dig)Where stories live. Discover now