Stockholm

49 6 3
                                    

Hari ini adalah hari ke-122 bersama keluarga Sjöberg. Dan di hari ini pula, Tulip dipaksa ikut ke Jerman untuk menengok adik dari Tuan Louis yang baru melahirkan. Mereka di Jerman sampai tahun baru nanti, tapi Tulip meminta ijin sebelum natal tiba, ia ingin ke Stockholm untuk berlibur. Nyonya Wilma sempat tak setuju dan memintanya tetap di sana.

Untunglah Tuan Louis memberi pengertian pada istrinya itu. “Tulip juga butuh waktu sendiri. Apalagi sejak dulu dia ingin ke Stockholm,” ujar Tuan Louis waktu itu.

Saat ini, di tengah waktu beristirahatnya, Tulip membuka akun sosmed. Beberapa hari lalu, ia baru saja mengirim uang melalui transferwise pada keluarganya, sementara hutangnya pada Mika akan dibayar bulan depan.
Begitu sosmed terbuka, Tulip segera mengirim pesan pada Leli. Kebetulan Leli sedang online.

‘Uang dari Teteh udah nyampe belum, Le?’ tanya Tulip.
Kurang dari satu menit, ada balasan dari Leli. ‘Udah, Teh. Makasih ya. Tapi kok Teteh nggak pernah telepon? Telepon atuh, Teh.’

‘Kalo denger suara kalian nanti Teteh nangis!’
‘Emang Teteh bisa nangis, ya? Leli baru tahu.’
‘Si Kupret! Teteh juga kan manusia. Udah ah, yang penting Teteh selalu ngabarin kalian.’

‘Iya, Teh. Kata Mamah jaga diri baik-baik dan selalu sabar.’
Tulip membalas dengan stiker jempol karena ia tak bisa mengetik lagi. Tangannya tiba-tiba gemetar. Beberapa detik kemudian, airmata jatuh dari kedua sudut matanya. “Kangen Indonesia. Kangen keluarga,” lirihnya. Tulip menyingkirkan tumpahan air matanya itu dan berwajah optimis, “Tapi aku belum mencapai tujuanku!”

Aksi selancar Tulip bertambah ketika seorang teman membagikan satu artikel blog dengan judul “Ketika Tulip Tersenyum”. Penasaran, ia coba klik blog tersebut. Muncul laman blog dengan background bunga tulip. Foto profilnya juga bunga tulip, sementara nama pemilik blog tersebut adalah MagicieR dari Jakarta. Dalam profilnya, MagicieR menulis: ‘Aku adalah pecinta tulip.’

Tulip kemudian membaca “Ketika Tulip Tersenyum” yang berisi rangkaian kalimat indah tentang seorang gadis dan bunga tulip. Air mukanya seketika beriak. Ia jadi merasa sedang disindir penulis blog tersebut.

Belum selesai membaca, terdengar ketukan. Tulip bergegas menuju pintu. Begitu dibuka, ternyata Tuan Louis. “Oh, Dad. Ada apa?”

Tuan Louis menyodorkan amplop putih ukuran sedang. “Aku membelikanmu tiket pesawat dan uang saku selama liburan.”

Tulip terperangah tak percaya. “Dad, serius?”

Tuan Louis mengangguk sambil tersenyum hangat, “Cepat ambil.”

“Terima kasih ya, Dad,” ucap Tulip sambil menerima amplop itu.

“Kalau butuh apa-apa, segera telepon kami.”
“Iya, Dad! Boleh aku memelukmu?”

Tuan Louis mengangguk. Tulip langsung menghambur. Ini kali pertama Tulip memeluk seorang ayah lagi. Dan ini pertama kalinya ia menangis di hadapan orang lain. Tuan Louis terharu melihatnya. Ia menyadari pelukan dari seorang anak perempuan begitu berbeda. Tuan Louis dikenal pendiam dan kali ini sifat lainnya terlihat di hadapan seseorang yang sebelumnya diragukan.

*

Beberapa barang yang dibutuhkan Tulip untuk melanglang buana ke Stockholm dirasa sudah cukup. Earmuff dan kaos kaki kesayangan juga sudah dimasukkan ke dalam koper. Boot cantik warna merah yang pernah dibelikan Nyonya Wilma akan jadi pilihan alas kakinya.

“Harusnya kamu tetap bersama kami,” ucap Nyonya Wilma sedih ketika Tulip hendak pergi. Taksi di depan rumah keluarga Tuan Louis yang akan mengantar Tulip ke bandara sudah datang.

Tulip memeluk Nyonya Wilma. “Maafkan aku, Mom.”

“Ingat, jangan membuat Mom dan Dad khawatir!” pinta Nyonya Wilma.

Tulip (Saknar Dig)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang