- 11

1K 185 50
                                    

Pintu kamarku diketuk sebanyak dua kali, dan aku lantas menyahutnya. Aku bahkan masih mengucek mata karena aku baru bangun tidur.

"Apa?" Tanyaku.

Sosok di depanku meringis canggung. Apa? Siapa ini? Template wajahnya itu wajah Arumugam. Matanya paduan antara merah rubi dan tarum admiral. Ini siapa? Dia bukan Halilintar, bukan Taufan, bukan juga Gempa, Blaze, Ice, Thorn atau Solar. Ini varian baru.

"Siapa?" Aku merevisi pertanyaanku. Aku tahu, ini varian baru dari tiga belas wujud elemental Arumugam yang dimentionnya tempo hari.

"Frostfire." Ungkapnya.

Jadi dia tak berbohong, ya? Astaga. Apa dia benar-benar berjumlah tiga belas? Kenapa kloningannya ada banyak sekali?

"Ada apa gerangan?"

Frostfire mengedarkan pandang ke sekeliling. Dia tampak gugup dan berhati-hati dalam bicara. "Anu. Aku hanya ingin menampakkan diri."

"Menampakkan diri? Apa fungsinya?" Aku bersender di ambang pintu, lalu aku menyilang tangan di dada sembari menunggunya menanggapi.

"Bukankah kita perlu berkenalan?" Dia sedikit menunduk, tak ingin mengekspos gerakan matanya yang mencacau.

"Bukankah kita perlu berkenalan, katamu?" Aku menukikkan satu alis. Lalu lipatan tanganku terjatuh. Oh! Aku baru ingat dia melamarku di air terjun saat aku membasuh betisku pada tepi mata airnya. Waktu itu isi perutku hampir keluar saking terkejutnya. Kelihatannya aku berhasil menggoda si pria antah-berantah. Tapi kurasa, pernikahan itu too much untuk drama ini. Aku menolaknya. Aku bilang, aku masih kuliah dan aku perlu mencapai lima juta followers dulu dalam Instagram, baru aku merasa aku sudah cukup berkarir, dan aku bersedia menikah—itu pun dengan semacam petinggi TAPOPS seperti Kaizo, bukan alien di planet beriklim oseanik ini. Arumugam bukan siapa-siapa. Dia sebatas warga sipil biasa tanpa jabatan, warisan, atau pamor tinggi. Dia hanya pria yang imut dengan pipi empuk.

Kendati begitu aku masih mengasihannya. Aku tak menolaknya blak-blakkan. Aku bilang aku perlu mengenalnya dulu. Hah. Aku tak habis pikir, mengapa aku yang bijaksana dan dermawan ini, nyatanya juga seseorang dengan hati seluas samudera. Aku bingung. Kenapa aku begitu cegil. Yes, I'm cegil. Cute, Elegant, Gorgeous, Innocent, and Loveable.

"Certainly." Aku mengiyakan. Aduh. Bagaimana ini? Aku terlanjur bilang begitu.

"Mau jalan-jalan?" Tawarnya.

Big no. Ai mau bobok seharian! "Apa yang enggak buat kamu, Cutie Patootie."

Frostfire terkesiap, dia membuang muka ketika aku merangkul sikunya, dan menariknya ke ambang pintu.

"Kita mau kemana?" Tanyaku.

"Kamu ingin lihat apa?" Katanya kikuk. Dia berkeringat dingin.

Aku mau ke Mall. "Aku mau ke ... hutan yang aku tanam."

Dan dia menyanggupinya.

"Kamu tahu, ekosistem hutan di bagian yang aku tanam ini mirip seperti teritori tropis di negeri jiran." Kataku. Aku hanya perlu turun dari rumah pohon untuk mencapai kapling reboisasi itu.

"Negri jiran?" Tanyanya.

"Suatu situs budaya disana; Waduk Pulau Rintis. Aku mengunjunginya." Aku berdeham. "Itu dijadikan cagar budaya. Sebab pernah terjadi pertarungan sengit disana."

"Antara siapa?" Frostfire bertanya lagi.

"Antara Retakk'ka dan pahlawan TAPOPS yang aku ceritakan sudah mati itu." Ujarku. "Bendungannya retak dan stilling basin-nya hancur. Pintu airnya rusak. Bangunan pelimpah disana luluh-lantak. Tapi bagian kanal hingga tanggulnya diblokade oleh bongkahan es. Katanya itu jejak kepahlawanannya Boboiboy. Aku sendiri kurang mengerti apa jenis power sphera yang dia gunakannya sampai dia bisa menghasilkan footage seInstagram-able itu. Frostfire? Frostfire. Apa kamu mendengarkan?"

Boboiboy x Reader | SuperheroWhere stories live. Discover now