Pangeran

268 9 0
                                    

‘Mengubah sesuatu pasti akan mengakibatkan sesuatu.’

Itu adalah kalimat terakhir dari sederet curahan hati Rei yang di-posting di blognya. Rei keluar dari dunia maya dan mematikan laptop. Benda kotak pipih itu kemudian meringkuk di dalam ransel yang sudah seminggu belum dicuci. Ia bangkit sambil mengangkat ransel dan menggendongnya.

Pemuda berambut gondrong itu tidak melakukan gerakan lain ketika berdiri. Ekspresinya tak berwarna. Ia diam cukup lama. Merasa kalut. Beberapa detik berikutnya, ia tersenyum, membuat wajah pemuda kelahiran Jakarta itu terlihat lebih manis. Sambil berputar lamban, ia memandangi sekeliling. Tak biasanya, kamar kecil ini rapi sekali. Bekas kemasan makanan ringan, gelas-gelas kotor, maupun gumpalan kertas nasi bungkus, secuil pun tak hadir. Bahkan di kapstok tidak ada baju atau celana yang menggantung. Semuanya rapi dan bersih. Seperti kamar yang belum ditempati.

Masih tersenyum, ia mengarahkan pandang pada tumpukan kardus yang tak jauh dari lemari kayu. Tiga detik kemudian, pandangannya dialihkan ke satu titik. Kasur. Rei sangat menyayangi benda persegi panjang itu. Meski jauh dari kata nyaman, tapi benda itu teman terbaik di saat ia kelelahan.

Rei bergerak ke jendela. Seringkali ia meneriaki penjual bakso, ketoprak, dan pedagang lain lewat jendela. Pemuda berusia 20 tahun itu mengusap kusennya yang berdebu, lalu perlahan ia tutup tirainya.

*

Siang ini, di Taman Nyaman, ketika Common Mime, Green-veined White, Sara Longwing, dan beberapa jenis kupu-kupu lain terbang ke sana kemari memperlihatkan sayap indahnya, Tulip justru sibuk mengatur nafas sehabis lari dari gerbang masuk sampai ke area taman kupu-kupu. Salahnya yang bangun terlambat. Jadinya, selain kehilangan kesempatan mendapat pembeli, ia pun dimarahi oleh pengawasnya. Untung Taman Nyaman bisa seketika menghilangkan bad mood.

Berada di kawasan ini sepanjang siang seperti selalu merasakan pagi yang segar. Jika keluar dari tempat ini, Tulip pasti akan bertemu siang yang menyebalkan. Panas, pengap, debu berseliweran, asap knalpot, asap rokok, bau parfum yang terkontaminasi keringat, dan macam-macam bebauan tak sedap lainnya. Maka, banyak pengunjung yang datang ke sini setiap hari. Karyawan yang letak kantornya tak jauh dari Taman Nyaman juga sering datang ke sini untuk makan siang bersama. Pelajar apalagi. Saat weekend, Taman Nyaman semakin dipadati pengunjung. Dan kali ini Taman Nyaman kedatangan rombongan Taman Kanak-kanak.

Tulip mengusap peluh dengan ujung lengan seragamnya tanpa lepas memandang ke arah kumpulan anak-anak TK. Tulip adalah gadis belia yang tinggal seorang diri di kota besar ini. Ia merantau meninggalkan tanah Pasundan demi bisa membantu perekonomian keluarga. Maklum, ia anak pertama. Adiknya tiga dan ayahnya sudah meninggal. Ibu dan adik-adiknya sangat menggantungkan diri padanya.

Kampung tempat tinggal gadis itu sebenarnya tidak jauh-jauh amat dari kota ini. Lulus SMA, ia langsung mengadu nasib ke Jakarta. Ada tetangga yang menawarkan pekerjaan sebagai penjual yogurt padanya. Kurang lebih sudah 2 tahun ia berjualan susu fermentasi itu.

Sama seperti Tulip, Rei juga tinggal sendiri di Jakarta. Orangtua Rei sudah bercerai 9 tahun lalu. Ayahnya tinggal di Jakarta juga, sedangkan ibunya menetap di kota lain. Karena sebuah keegoisan, dua tahun lalu, pemuda tampan itu kabur dari rumahnya. Rei membiayai hidup dengan mengandalkan kemampuannya memainkan trik-trik sulap.

Tulip sering melihat pertunjukan sulap Rei dari bawah pohon beruas, karena di sana stand booth-nya berada. Sembari menunggu pembeli, ia menonton setiap aksi Rei. Tak sedikit sulap yang dipraktekan Rei sudah berkali-kali Tulip tonton, sampai gadis itu hapal di luar kepala.

Sekarang Tulip sedang melayani seorang pembeli. Anak kecil umur 5 tahun. Ia memakai kacamata berbingkai ungu. Tulip senang bertransaksi dengan anak itu. Dengan anak mana pun sebenarnya, karena ia menyukai anak-anak. Setelah menerima yogurt, gadis kecil itu berlari menuju rombongannya yang sedang menikmati pertunjukan Rei. Sama seperti gadis kecil itu dan rombongan TK, Tulip pun ikut menonton pertunjukan Rei daripada bengong.

*

Sore yang cukup asyik. Setiap sore biasanya Rei mendekati Tulip. Beli yogurt. Sekarang juga. Selesai membereskan barang-barangnya, Rei mengangsurkan langkah menuju stand booth yogurt-nya Tulip. Melihat itu, Tulip buru-buru mengambil yogurt dari kotak pendingin.

“Ini hari terakhir saya di sini,” kata Rei dingin sambil mengambil yogurt yang disodorkan Tulip, lalu menaruh uang di tangan gadis berhijab krem itu. Perlahan, Rei menggerakkan kaki. Terasa berat, namun ia paksakan berjalan.

Tulip hanya bisa memandangi kepergian Rei dengan ekspresi kecewa. Dua detik kemudian ia menghela nafas pendek. Ia sudah kehilangan satu pelanggan terbaiknya.

*

Sampai di gerbang Taman Nyaman, Rei dihampiri seorang berdasi dan berjas hitam. Ia dibawa masuk ke dalam sedan silver oleh pria itu. Tak ada perlawanan karena semalam sudah ada kesepakatan.

Rei yang duduk diapit dua bodyguard nampak tenang, meski sebenarnya perasaannya bergejolak hebat. Ketika Mercedes Benz itu bergerak, baru kepalanya membelok. Ia memandangi pintu gerbang Taman Nyaman. Berharap jika gadis itu mengejarnya. Sayang, ketika gerbang Taman Nyaman sudah tak terlihat, Rei tak juga mendapati Tulip.

Rei menatap yogurt-nya. Yang ia sesalkan adalah sikapnya tak pernah bisa diubah. Selalu susah bicara di saat yang penting. Ia memang pendiam dan tertutup. Selalu mencurahkan perasaan hanya lewat tulisan di blog.

Sebenarnya, bisa saja ia berbincang sebentar pada Tulip. Mengatakan sesuatu yang akan diingat selalu oleh gadis itu, seperti: ‘Aku akan kembali. Kamu harus menungguku.’
Rei juga menyesal tak meninggalkan apa pun untuk Tulip. Kini penyesalan itu bertumpuk di batinnya. Mengendap entah sampai kapan. Itu konsekuensi yang akan dihadapi Rei kelak.

*

Dari jauh, Tulip melihat beberapa petugas Taman Nyaman tengah mengobrol. Ia ingin tahu tapi enggan bertanya. Namun, ketika ia mendekati dan memberi sapa, ia justru tertarik pada topik pembicaraan mereka.

“Wahhh… DM Grup? Perusahaan besar yang punya retail di berbagai kota di Indonesia itu? Ckckck… nggak nyangka saya, Pak. Tahu gitu mah saya deketin si Rei!” sahut Petugas Pengelola Parkir.

“Benar. Rei adalah pewaris tunggal perusahaan itu,” ungkap Pak Ishak, security Taman Nyaman.

“DM Grup juga sedang mengembangkan bisnis properti, Saudara-Saudara!” tambah Satpam lain.

Tulip ngenes. Ia merasa seperti terjerembab ke dasar jurang. Ia benar-benar sudah kehilangan pelanggan terbaiknya. Jika saja dulu ia berkenalan dan berteman akrab dengan pemuda rupawan itu.

*

Sampai di rumah sakit, aku tetap dijaga ketat bodyguard-bodyguard Papah. Mungkin Papah takut aku kabur lagi. Semalam, Pak Hadi, orang kepercayaan Papah ke tempat kosku. Dia bilang Papah sakit, dan ingin sekali bertemu denganku. Aku tidak bisa menolak karena rasa sayang itu masih ada. Jika saja dulu Papah tidak melarangku main sulap, aku tidak akan meninggalkannya.

“Rei…” panggil Papah lirih ketika aku masuk ke ruangannya.

Lamban, aku mendekati Papah. Sungguh berbeda dengan Papah yang dulu. Papah yang berkuasa, Papah yang tinggi tegap, dan Papah yang selalu bicara lantang. Kini, sosok itu terkulai lemah di ranjang di kamar pasien pengidap kanker paru-paru. Lebih dari satu tahun tidak bertemu, kenapa Papah bisa seperti ini?

Aku duduk dekat ranjang Papah, dan tiba-tiba tangannya menyergap tanganku. Ia menatapku lembut dan tersenyum. Aku masih tak bisa memberi satu kalimat pun padanya.

“Kamu makin mirip Papah,” kata Papah, masih terus menggenggam tanganku.

Mataku menghangat. Sekumpulan air menyelimuti bola mataku.

“Maafin Rei, Pah,” ucapku sembari memeluk Papah. Bersamaan dengan itu, ada aliran air di wajahku. Aku menangis? Karena Papah atau karena gadis itu? Entahlah. Mungkin karena dua-duanya. []

Tulip (Saknar Dig)Where stories live. Discover now