20 || Wallpaper Naka

9.3K 1.3K 500
                                    

Apakah bisa 1K vote dan 1K komentar?

.
.
.

Aroma menggoda dari daging panggang yang diputar di atas bara api dan ikan bakar merayap ke seluruh sudut udara malam.

"Bilang aja kapan gue harus balik dagingnya," kata Ren pada Naka yang sedang menaburkan bumbu pada daging yang sedang dipanggang.

Ren, dengan nada bercanda, mencoba lagi, "Naka, kapan gue harus balik dagingnya? Jangan sampe gosong, nih!"

Namun, alih-alih menjawab, Naka malah sibuk menghindar dari asap yang mulai menyelimuti sekitar panggangan. Mereka tertawa melihat usaha Naka yang berusaha menjauh sambil tetap berfokus pada bumbu yang harus ditaburkan.

Sambil tertawa, Ren kembali berseru, "Nanti asapnya makin kemana-mana loh! Jangan sampe ni muka gue ikut jadi bumbu."

"Apinya kegedean, Bang Pram!" pekik Naka pada Pram yang tengah asyik mengurus ikan bakar bersama Saka. Dua pemuda yang berjongkok sambil memainkan ranting kayu itu tertawa melihat reaksi spontan dari Naka.

"Benerin gih," ujar Saka pada Pram sambil tertawa. Akhirnya, dengan senyuman, Pram bangkit dari posisinya. Ia bergerak menuju panggangan untuk menyesuaikan intensitas api.

Sementara Saka masih berlutut di depan ikan bakar, tiba-tiba terdengar suara dari arah dapur, "Mas Saka!"

"Apaan?" jawab Saka, memalingkan wajahnya ke arah sumber suara.

Raka muncul di jendela dengan wajah penuh pertanyaan. "Ini gue harus masukin berapa mie-nya?" tanyanya sambil menggenggam beberapa bungkus mie instan.

"Masukin 5!" seru Saka tanpa ragu.

"Airnya seberapa?" Raka kembali bertanya.

"Bikin aja setengah panci. Gak usah terlalu banyak," jawab Saka.

"Panci besar apa kecil?"

"Haish, bikin mie aja keknya susah amat deh. Ren! Jagain bentar dong ikannya," seru Saka sambil memanggil Renjana yang berdiri di dekat panggangan. Setelah melihat Renjana mengangguk, Saka bergegas masuk ke dapur, meninggalkan ikan yang masih berdansa di atas bara api.

Saka mengambil alih mie dari tangan Raka seraya memeriksa air di dalam panci dengan serius. "Udah bener segini aja airnya," ucapnya sambil berbagi tips, "kata ibuk dulu kalo masak mie masukin bumbunya dulu biar airnya lebih cepet mendidih. Kalo udah mendidih, masukin mie-nya, ngerti bayi?"

Raka mengangguk dengan penuh semangat, mencoba menyerap petunjuk dari Kakaknya.

"Bisa Mas tinggal keluar?" tanya Saka sambil melirik pintu dapur.

"Iya," jawab Raka sambil tersenyum. Saka melanjutkan memantau ikan bakar di luar, mempercayakan tugas memasak mie pada adik bungsunya.

Ditengah kesibukan para pemuda itu, Pak Brata muncul dengan langkah ringan, masih lengkap dengan sarungnya sepulang dari sholat Isya' di masjid.

"Wah wah, baunya kecium sampe halaman depan loh," celetuknya dengan senyum begitu cerah, menyapa anak-anak muda yang sibuk di dengan tugas masing-masing.

"Bo'ong," sahut Saka dengan ekspresi datar menatap sang ayah.

Pak Brata tertawa ringan, "Iya emang bohong. Nggak sampe halaman depan sih, tapi sampe ruang keluarga," kata Pak Brata segera mengoreksi. Saka langsung berdecih seraya tersenyum miring.

Dari arah lain, Naka menghampiri ayahnya dengan sumpit di tangan, menawarkan potongan daging yang sudah matang. "Cobain, Pak."

Pak Brata menerimanya dengan senyuman hangat. Ia mengambil sesuap potongan daging dari sumpit Naka, mencicipinya dengan nikmat. "Wah, nggak diragukan lagi juru masak andalan Bratadikara ini, enak banget," puji Pak Brata sambil memberikan acungan jempol pada anaknya. Naka tersenyum bangga mendengar pujian dari ayahnya.

Geng BratadikaraWhere stories live. Discover now