Never Give Up

1.1K 189 13
                                    

Aku terbangun ketika mencium aroma kopi yang khas. Detik ini juga aku langsung terjaga. Aku mengenali Ini bau kopi Atharva, dan aku yakin penciumanku tidak salah karena setiap Atharva menginap di apartemenku, aku selalu dibangunkan oleh aroma kopi yang sama.

Mengabaikan rasa pening di kepala, aku bergegas turun dari tempat tidur dan keluar kamar. Aku tidak sabar mencari tahu siapa yang menciptakan aroma kopi ini, dan berharap dugaanku benar.

Namun, ketika memasuki pantry, aku harus menelan kekecewaan ketika tak kutemukan keberadaan Atharva di sana, melainkan Alvin dan Rere yang terlihat sedang sibuk memasak.

Aku tertawa dengan penuh ironi. Memangnya apa yang aku harapkan? Bodohnya aku berharap Atharva akan pulang dan kembali mengejarku setelah aku menolaknya dan mendorongnya pergi. Lagipula, pastinya Atharva sudah terikat kontrak pekerjaan di London, sehingga tidak mungkin dia bisa pulang pergi seenak jidatnya sendiri.

"Pagi, Mbak," sapa Rere ketika melihat kedatanganku memasuki pantry.

"Pagi, Re. Jangan bilang lo sengaja datang ke sini karena ada gue."

Rere mengekeh. "Gue datang ke sini karena permintaan Alvin. Katanya dia nggak enak berduaan doang sama Mbak Diera," terangnya. "Kopi, Mbak?"

"Gue nggak minum kopi." Aku menolak tawaran Rere karena aku tahu kafein tidak baik untuk perkembangan janin.

"Kalau gitu gue buatkan teh aja, ya?"

Lagi-lagi aku menolak. "Nggak usah, Re. Gue minum air putih aja. Kalian masak apa?"

"Nasi goreng. Kalau nasi goreng lo pasti nggak bisa nolak kan, Mbak?"

Kali ini aku tertawa sambil duduk di meja makan. Ketika Rere masih sibuk dengan masakannya, aku bertanya pada Alvin yang sedang menyiapkan piring. "Vin, Athar nggak tau kalau semalam aku nginap di sini, kan?"

"Nggak, Mbak. Tenang aja. Seperti permintaan Mbak Diera kalau aku nggak boleh ngomong apa-apa sama Bang Athar."

"Makasih ya, Vin. Maaf karena dari semalam aku terus ngerepotin kamu."

"Mbak Diera nggak perlu sungkan. Studio ini masih punyanya Bang Athar, kapanpun Mbak Diera mau berkunjung, Mbak Diera tinggal datang aja."

Aku mengangguk dan melayangkan senyum paling tulus untuk Alvin. Ternyata Rere tidak salah pilih. Aku percaya jika laki-laki ini orang baik dan bisa menjaga Rere dengan baik.

Tidak lama setelah percakapan dengan Alvin, nasi goreng buatan Rere matang dan dia segera menyajikannya di meja makan.

"Gue baru tau kalau lo bisa masak, Re," komentarku setelah menelan suapan pertama yang terasa lezat di mulut.

"Gimana? Enak kan masakan gue? Gue emang tiap hari selalu masak kali, Mbak."

"Boleh deh lain kali bawain gue bekal masakan lo."

"Ye, ngelunjak!" sahut Rere sambil tergelak.

"Oh iya, Vin, kemarin kamu bilang sidang cerainya Athar itu kapan?" tanyaku kepada Alvin.

"Awal bulan depan, Mbak. Nanti aku update lagi tanggal pastinya."

"Kamu tahu gimana kabar istrinya Athar sekarang?"

"Terakhir aku dengar, istrinya sudah pulang ke rumah orang tuanya dan melanjutkan pengobatan di rumah."

"Kondisinya masih sama?"

"Masih sama aja, Mbak. Justru sekarang ini kondisinya menurun setelah operasi kedua."

"Kok bisa? Aku pikir setelah operasi kondisi istrinya semakin baik."

Mengapa Jatuh Cinta Harus Sesakit Ini?Where stories live. Discover now