What He Hided

1.6K 188 19
                                    

Aku terbangun oleh aroma kopi yang menguar di dalam apartemenku yang tidak terlalu besar ini. Ketika aku membuka mata, aku menyadari Atharva sudah tidak ada di sisi ranjang yang lain. Sudah pasti dialah pelaku utama yang saat ini sedang membuat kekacauan di dapurku.

Jam digital di nakas masih menunjukkan pukul enam. Masih terlalu pagi untuk bangun. Namun, aku tetap memaksakan diri beranjak ke kamar mandi untuk mencuci muka dan mengikat rambutku sebelum keluar kamar.

Aku mendapati Atharva sedang memasak dan aku berhenti sejenak untuk menikmati pemandangan yang ada di depanku. Dia mengenakan celana bokser yang tergantung di bawah pinggulnya dan bertelanjang dada.

Aku menghampirinya, mendekap pinggangnya dari belakang, dan menenggelamkan hidungku di punggungnya.

Ya Tuhan.... aromanya begitu nikmat. Aroma sabun mandi dan seks dan Atharva. Itu benar-benar kombinasi yang mematikan.

"Pagi, Sayang." Dia berbalik dan memelukku, meraih wajahku dengan tangannya, lalu menciumku dengan cara yang hanya bisa dilakukan oleh seorang Atharva Bimasena.

"Masak apa?" tanyaku.

"English breakfast," jawabnya dengan seringai lebar. "Coffee?"

"Yes, please."

Dia menuangkan secangkir kopi untukku, menambahkan satu sendok krimer, dan setengah sendok gula.

"Kamu masih ingat selera kopiku?"

Dia hanya mengangguk sambil mengulurkan cangkir kopi itu kepadaku.

"Apa lagi yang kamu ingat tentang aku?"

"Satu set underwear dari brand Agent Provocateur yang kamu pakai waktu aku perawanin kamu."

Aku memukul dadanya. "Go fuck yourself!" umpatku hingga membuatnya tertawa lepas.

Kami duduk di meja makan dengan posisi saling berhadapan. "Katanya mau sarapan ketoprak Ciragil?" tanyaku.

"Next time aja. Pagi ini aku ada janji dengan agen properti untuk survey properti yang akan aku sewa."

"Sewa properti buat apa?"

"Studio foto," jawabnya.

"Di mana?"

"Serpong. Nggak terlalu jauh dari rumah."

"Omong-omong, kamu kok nggak pernah ajak aku ke rumah kamu, sih?"

Atharva terkekeh. "Aku aja jarang ada di rumah. Lagipula rumahku masih berantakan karena baru pindahan."

"Memangnya kamu udah berapa lama tinggal di BSD?"

"Kurang lebih satu bulan. Kapan-kapan aku ajak kamu main kalau rumahnya udah rapi."

Aku mengangguk dan mulai memakan makananku yang sudah disiapkan secara spesial oleh Atharva.

~~~~

Hari Senin, aku kembali bekerja dengan diantar oleh Atharva setelah kami menghabiskan akhir pekan bersama di apartemenku.

Aku tengah mengoreksi sebuah artikel ketika Rere memasuki ruanganku. "Mbak, dipanggil Pak Marlo."

Tak ingin membuang waktu lebih lama, aku beranjak dari ruangaku menuju ruangan Pak Marlo. Tepat sebelum aku mengetuk pintu ruangan itu, tiba-tiba saja ruangan itu terbuka dan seorang reporter yang aku kenal bernama Rachel keluar dari ruangan itu.

"Sore, Bu," sapanya.

"Sore, Rachel. Pak Marlo ada?"

"Ada di dalam, Bu. Langsung masuk aja."

Mengapa Jatuh Cinta Harus Sesakit Ini?Where stories live. Discover now