Betapa Merepotkan

5.8K 338 3
                                    

Afra bangun dini hari saat telepon di sampingnya berdering. Dengan susah payah menahan kantuk luar biasa, dia mengangkat teleponnya.

Siapa lagi yang menelepon kalau bukan pemilik kamar di depan kamarnya itu. "Ya?"

"AC-nya terlalu dingin!"

Afra mempertebal kesabaran sebelum memakai hijabnya dan menuju kamar Adam untuk mengondisikan AC di kamar pria itu. "Ada lagi?" tanyanya pada pria yang masih setia memejamkan mata itu.

Pria itu hanya mengangkat tangan dan mengisyaratkan agar Afra keluar dari kamarnya.

Afra baru saja kembali ke ranjangnya dan terpejam, tiba-tiba telepon di sampingnya berdering lagi.

"Apa?!"

"Aku belum bisa tidur. Matikan saja AC-nya!"

"Hah ...." Afra sampai ingin berteriak dini hari. Dia tak mengerti kenapa pria itu tak bangkit dan mematikan AC-nya sendiri daripada merepotkan orang lain.

Alhasil Afra kembali lagi ke kamar pria itu dan mematikan AC.

"Ada lagi?"

Pria itu kembali mengisyaratkan dengan tangannya agar Afra keluar.

Tak berselang lima menit, telepon berdering lagi. Berusaha menguji kesabaran Afra.

"Apa?!" sahutnya dengan sedikit ketus.

"Aku haus!"

"Heh, bang**t! Apa salahnya kamu tinggal meluruskan sedikit tanganmu untuk meraih minum di sampingmu?! Apa itu susah Iblis?!"

"Apa fungsinya aku punya pembantu pribadi kalau aku harus mengerjakan semuanya sendiri?"

"AAAAAAAAAAAAAAA ...." Afra sampai berteriak dini hari di telepon.

"You know, untuk ukuran pembantu, kamu sangat kasar!"

Pada akhirnya Afra tetap saja berakhir di kamar pria itu untuk menuangkan minum.

"Bangun dan minum!"

Pria itu bangkit dengan susah payah dan hanya minum sedikit dari gelas yang disodorkan oleh Afra. Sangat sedikit.

Afra sampai melongo. "Kamu membangunkan aku jam tiga pagi hanya untuk kegiatan receh ini?!"

Pria itu menatapnya dengan wajah mengantuk. "Aku lapar. Aku ingin makan kue seperti buatan ibuku. Kamu bangunkan Bu Bunga dan tanya resepnya!" titahnya tak ingin dibantah.

"APA?!" Afra terkejut. "Aku harus membuat kue jam begini?!"

Adam tak mau menanggapi dan memilih kembali terpejam dengan damai. Membiarkan Afra pusing sendiri memikirkan perintahnya.

Alhasil tak ada pilihan lain. Afra benar-benar membangunkan Bunga dan keduanya bertempur di dapur pagi buta hanya untuk permintaan aneh Adam.

Proses pembuatan sampai pemanggangan kue yang membutuhkan waktu, membuat Afra harus tersiksa di dapur sampai pukul enam pagi.

Begitu mengantarkan kuenya ke kamar Adam, pria itu hanya memakan potongan kecil. Sangat kecil.

Afra benar-benar ingin meninju wajah pria itu. "AAAAAAAAAA ...." Dia berteriak histeris di samping ranjang Adam sementara pria itu memilih kembali tidur dengan damai. Tak peduli.

***

Sepanjang perjalanan ke sekolah Adam, Afra terus menutup mulut dengan tangannya lantaran menguap lebar. Pria yang duduk di sampingnya itu telah mengacaukan tidurnya.

Saat sampai di sekolah megah berstandar internasional itu, Afra dibuat melongo dengan gedungnya yang megah yang didominasi kaca, siswa-siswanya yang sangat 'bening' dan terlihat aura 'pewaris harta mama-papa'.

Tegar selaku supir langsung sigap membukakan pintu untuk Adam yang keluar diikuti Afra yang membawa tas pria itu. Mengekor menuju lift untuk naik ke lantai lima.

Tiba-tiba tiga orang siswi dengan rok seragam kotak-kotak merah di atas lutut masuk ke dalam lift. Begitu melirik Adam, mereka kompak mendengus sebal.

Afra sampai menganga sebelum menutup mulut dengan tangannya. Jelas saja dia terkejut, gadis berambut sepunggung yang berdiri di sebelahnya itu adalah Davina. Artis remaja yang kerap muncul di televisi.

"ASTAGA ... DAVINA?" Afra tak percaya akan berdiri di samping Davina pagi itu. Dia sangat tak percaya diri, karena sangat jelas perbedaan mereka.

Dia melirik Adam, tapi Adam tak melirik Davina sama sekali. Seperti pemandangan biasa. Apa cuma dia yang terkejut mendapati keberadaan Davina? Pikirnya bertanya-tanya.

"Adam? Saya sangat muak ditempatkan satu kelompok denganmu," ujar Davina dengan Bahasa Inggris yang lancar.

Afra sampai melongo lagi. Ternyata sekolah Adam mewajibkan Bahasa Inggris. Tak ada yang berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia. Pantas saja logat Bahasa Indonesia Adam sedikit aneh, karena dia terbiasa berbicara dengan Bahasa Inggris.

Adam tak mau menanggapi. Jangankan menanggapi, melirik saja malas. Pria itu tetap menatap ke depan dengan kedua tangan di saku celananya.

"Dia mengabaikan Davina? DAVINA?" Afra yang terkejut. Bisa-bisanya Adam mengabaikan gadis secantik Davina, pikirnya heran.

"Jangan berpikir saya seperti gadis-gadis lain yang heboh dan senang saat ditempatkan satu kelompok denganmu! Saya sangat tidak menyukai kamu! Catat itu!"

Adam tetap diam saja dan tak menanggapi membuat Davina kesal.

"Apa kamu punya telinga?!"

Adam masih setia diam. Begitu sampai di lantai lima, dia keluar dengan santai diikuti Afra yang mengekor dengan salah tingkah.

"Aduh ... mana belum minta foto sama Davina." Afra merasa menyia-nyiakan kesempatan berharga.

"Wow ... kamu satu sekolah dengan artis papan atas dan kamu baru saja mengabaikan dia? Sangat gak masuk akal."

Adam memutar bola mata malas. "Cucu presiden bahkan duduk di depanku. Kenapa aku harus terkejut?"

"WOW ...." Afra sampai menutup mulut. "Serius? Sepertinya aku harus datang saat acara sekolah yang mengundang orang tua agar bisa berfoto dengan tokoh yang susah ditemui di tempat umum."

"Hanya orang aneh yang melakukan hal semacam itu."

Mereka berhenti di depan loker Adam.

"Tentu saja aku terkejut. Gak semua orang satu sekolah dengan artis papan atas dan cucu presiden."

Adam melirik Afra dengan miris. "Oh ya? Memangnya teman satu sekolahmu saat SMA seperti apa?"

Afra merengut. "Hanya sekelompok anak-anak brutal yang suka berebut gorengan di kantin saat jam istirahat."

Adam sampai memijit dahinya. "Tck ... pantas saja kamu begini. Teman-temanmu saja begitu."

Afra sakit hati.

Pengasuh Mr. A (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang