Sakit

4.7K 317 3
                                    

Setelah muntah dan mengganti pakaiannya, Adam kembali ke ranjangnya. Dia berbaring lagi sambil membelakangi Afra yang duduk di samping ranjangnya itu.

Tak lama dia meringkuk dengan dua tangan memegang perutnya yang masih terasa sangat tak nyaman. Matanya terpejam tapi keringat dingin masih membasahi tubuhnya.

"Bu Sari ... perutku gak nyaman ...." gumamnya tiba-tiba yang membuat Afra mendekatkan telinganya untuk mendengar lebih jelas apa yang diucapkan oleh majikannya itu.

"Bu Sari ... perutku gak nyaman ...." ulang Adam membuat Afra cengo.

Bagaimana bisa Adam memanggil orang yang sudah meninggal saat dia dalam kondisi sakit? Afra heran.

"Bu Sari ... perutku gak nyaman ...." Adam kembali mengulangi perkataannya yang membuat Afra menjadi khawatir.

Dia naik ke ranjang dan duduk di samping pria yang masih memejamkan mata itu. "Hei, setidaknya jangan buat khawatir seperti ini. Meskipun kamu menyebalkan, tapi kamu seharga dua puluh lima juta rupiah sebulan. Tolong jangan sakit sebelum aku kaya raya," ucap Afra sebelum menepuk dahinya sendiri. "Oke, sepertinya aku terlalu jujur," batinnya.

Adam kembali mengucapkan kalimat yang sama. "Bu Sari ... perutku gak nyaman ...."

Afra menggaruk kepalanya dari balik hijab dengan frustasi. Dia bingung harus bagaimana.

"Bu Sari ... perutku gak nyaman ...." Suara lemah Adam masih terdengar di ruangan hening itu.

Setengah ragu, Afra mendekatkan tangannya sebelum mendarat di atas rambut cokelat gelap milik Adam. Dia mengusap kepala Adam dengan lembut. "Kalau kamu butuh bantuan, aku di sini. Jadi gak usah cari Bu Sari, kan?"

"Bu Sari ... perutku gak nyaman ...." Adam tak kunjung berhenti.

Afra tetap mengusap kepala pria itu. "Ya ... aku gak kenal Bu Sari, tapi aku bisa menjagamu. Aku gak takut harus membawamu pergi dari meja makan kakekmu atau memberi penjelasan kepada pelatihmu kalau sampai memarahimu karena gak datang latihan besok untuk persiapan pertandingan. Aku ini masih ada keberanian tahu. Jadi kamu bisa mengandalkan aku."

Tiba-tiba Adam berhenti dan tanpa aba-aba, dia bergeser memindahkan kepalanya dari bantal ke pangkuan Afra dengan mata terpejam.

"Eh ... bukan begini ... maksudku ...." Sontak Afra kaget setengah mati sampai menutup mulutnya.

Namun, pria itu benar-benar mulai tertidur dengan menjadikan pangkuannya sebagai bantal.

Tak ada pilihan baginya. Mau bergerak pun sulit. Alhasil dia harus tidur dalam posisi duduk dan bersandar di dipan Adam tanpa dapat merubah posisinya sama sekali. Kakinya seperti mati rasa lantaran dipakai menjadi bantal satu malam suntuk.

Saat bangun pagi, dia melihat Adam masih tidur dengan tenang di pangkuannya. Dia malah cengo sendiri. "Apa cowok ini gak pernah terlihat jelek, ya?" Dia yang perempuan saja kalau bangun tidur wajahnya seperti bungkus gorengan. Penuh dengan minyak. Tapi Adam sebelum dan sesudah tidur pun, wajahnya stabil. Tetap saja tampan.

Tiba-tiba ponselnya bergetar. Panggilan masuk dari Dhea yang mengingatkan berita yang sangat penting.

"Ingat, ada kuisnya Pak Rudi pagi ini."

Afra menutup matanya rapat-rapat. Bisa-bisanya dia lupa mengenai nasibnya yang teramat penting itu.

Perlahan dia memegang tengkuk Adam dengan hati-hati dan memindahkan kepala pria itu di bantal sebelum pergi ke kamarnya. Bersiap-siap untuk kabur ke kampusnya sebelum Adam bangun dan mencarinya.

"Maaf Adam, tapi kuis Pak Rudi benar-benar sangat sangat sangat penting banget."

Pengasuh Mr. A (TAMAT)Where stories live. Discover now