Adam Marah

5.3K 354 14
                                    

Afra melihat soal kuis dan seketika perutnya melilit. "Gawat, gue gak paham bagian ini." Dia memijit dahinya dengan frustasi.

"Hidup udah rumit, gue tambah masuk akuntansi segala. Semakin rumit, ribet, pusing, dan ingin gila." Dia sudah tak sanggup lagi belajar di akuntansi padahal baru semester 3.

Ponselnya pun terus bergetar membuat seisi ruangan yang sedang mengerjakan soal kuis dengan fokus itu terganggu.

"Itu pasti Adam, kalau gak Bu Bunga. Duh ...."

"Yang merasa ponselnya bergetar, matikan sekarang biar tidak mengganggu kelas kita," titah Pak Rudi membuat Afra meraih ponselnya di tas dengan cepat dan mematikannya.

Sekilas dia melihat layar yang menampilkan beberapa panggilan dari kontak bernama, "Si Tuan". Tentu saja itu adalah Adam yang nama kontaknya sudah dirubah olehnya.

"Tebakan gue bener. Pasti si Adam udah bangun dan mau ngerepotin gue lagi."

Perkuliahan baru selesai setelah pukul 09.30. Dilanjutkan dengan mata kuliah kedua. Setelah selesai mata kuliah kedua pun, Wati dan Dhea masih mengajak Afra mengerjakan tugas bersama lantaran itu tugas kelompok.

"Kan masih lusa kumpulnya."

Wati geleng-geleng. "Justru kita harus kerjain sebelum mendekati hari pengumpulan tahu. Karena kita gak tahu, bisa aja ada halangan kalau kerjainnya pas deket hari pengumpulan. Nanti gak maksimal kerjainnya."

"Mana lo kalau udah di rumah majikan lo bener-bener gak bisa kerjain tugas lagi. Balas pesan aja lama banget," keluh Dhea.

Afra menghela napas. "Ya, gimana lagi. Gue sibuk ngurusin majikan gue."

Tak lama mereka sudah tenggelam dalam aktifitas diskusi dan mengerjakan tugas mereka.

Tiba-tiba suara adzan Dzuhur terdengar. Dhea dan Wati berdiri dari tempatnya. Hendak menuju masjid kampus untuk melaksanakan shalat, tapi begitu melirik Afra, seperti biasa, gadis itu memilih tetap sibuk mengerjakan tugasnya.

"Eh Afra, sekali-kali lo shalat dong. Lo kan muslim," tegur Wati.

"Tahu nih si Afra," tambah Dhea.

"Udah lo pada duluan aja. Gue mau ngerjain tugas biar cepet selesai. Tanggung nih."

"Yang menyelesaikan dan memudahkan urusan manusia itu Allah Subhanahu wa Ta'ala. Gimana bisa lo meninggalkan perintah-Nya demi urusan lo, kemudian lo gak malu untuk berharap sama Dia agar hidup dan urusan lo dipermudah? Lawak lo!"

Afra menghela napas sebelum melirik Wati. "Wati ... gue tuh lagi gak semangat. Udah lo dan Dhea aja yang shalat."

Wati memasang ekspresi jengah. "Ya, emang manusia tuh semangatnya naik turun. Gak bisa naik terus. Setan juga gak pakai tanggal merah dalam godain manusia. Kalau ibadah nunggu termotivasi dulu, ya, repot. Ibadah mah harus memaksakan diri kali."

Dhea mengangguk. "Tuh dengerin! Lo gak membunuh, lo gak berzina, lo gak minum-minuman keras, lo gak mencuri dan merampas hak orang lain karena menganggap itu semua dosa besar, tapi lo harus tahu, orang yang meninggalkan shalat lima waktu secara sengaja, itu dosanya lebih besar dari semua itu tahu. Lo jangan sampai masuk masjid pas mau dishalatin aja."

"Aduh ...." Afra frustasi sendiri dihakimi kedua sahabatnya. "Udah ... udah ... gue ikut ke masjid deh."

Alhasil dia ikut shalat daripada dihakimi dua orang yang kalau urusan bicara jarang melakukan rem itu.

Luar biasanya lagi, sampai di masjid dan setelah melaksanakan shalat, dia malah tak sengaja mendengar seorang dosen wanita yang sedang memberikan kajian di kelompok kecil mahasiswi dengan membawa materi tentang shalat.

Pengasuh Mr. A (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang