7. CUKUP DENGANMU

61 7 2
                                    

FORGET ME NOT | 7. CUKUP DENGANMU

"Selama kamu bersamaku, ku pastikan semuanya akan baik-baik saja."
- Delvin Ardiansyah

****

Semenjak kejadian beberapa belas menit lalu, Ayra benar-benar bungkam seribu bahasa. Ia masih tidak percaya dengan perkataan Delvin. Bahkan, mencerna makna kalimatnya pun terasa sangat lama bagi Ayra. Ia benar-benar tidak habis pikir mengapa Delvin sampai berkata demikian?

"Calon istri nih, Vin?"

'Apalagi sekarang?!' Ayra yang semula sibuk memperhatikan display bunga-bunga segar, mengangkat pandang mendengar bisikan tersebut. Mendapati sepasang suami istri yang sedang bercengkrama dengan Delvin sedang menatapnya terang-terangan.

Delvin ikut menoleh ke arah tujuan yang dimaksud oleh kedua sahabat sekolahnya itu. "Adek sepupu."

Kedua teman Delvin ber-oh ria sambil mengangguk paham. "Kirain calon istri," gumam Leon sembari menyenggol bahu sang istri, Firda.

"Hustt, gak boleh gitu, Yang," tegur Firda. "Kesian, mana umur mau tiga puluh," candanya membuat Leon otomatis tertawa terbahak-bahak.

Delvin berdecak. "Coba tau begini, gak bakalan mampir tadi," jawabnya dengan wajah datar yang sangat tidak enak dipandang.

Bukannya membujuk, malah semakin kencang saja tawa kedua teman Delvin. "Gak gitu, lohhhh," bela Leon. "Maksudnya kan, supaya sahabat kita tersayang ini mendapat semangat empat lima buat mencari bidadari impiannya." Firda lantas mengangguk setuju dengan perkataan suaminya.

Delvin menghela berat napasnya. "Sudahlah, bukannya senang ketemu kalian, yang ada malah kena bully."

"Ih, baperan banget sih, Masnya?" goda Firda yang berbalik menyenggol bahu Leon untuk mendapatkan dukungan. "Jadi laki-laki itu jangan baperan, dong. Gimana mau bujukin ceweknya kalau diri sendiri aja masih baperan? Bener gak, Yang?" Ucapan Firda langsung disetujui oleh Leon.

"Bener banget, tuh. Kayaknya kamu harus banyak-banyak belajar sama aku, deh, Vin. Biar jadi laki-laki sejati." Tak henti-hentinya Leon dan Firda mengejek sahabat semata wayangnya itu.

"Laki-laki sejati apaan!" desis Delvin kesal. "Dari lahir juga udah laki-laki tulen."

"Marah itu namanya." Setelahnya gelak tawa kembali terdengar. Sangat kontras dengan ekspresi Delvin yang bertambah datar saja.

Di sisi lain, Ayra yang seakan mengabaikan percakapan Delvin dengan dua orang tersebut, mau tak mau terpaksa menghampiri Delvin karena ada sebuah pesan teks dari Tante Amel.

----------

Tante Amel
Ayra minta tolong kasih tau Delvin, nitip bunga mawar segar 5 tangkai buat ditaruh di rumah, yaaaa
14.40

Ayraihana
Iya Tante nanti Ayra sampaikan ke Abang.

14.41

Tante Amel
Makasih banyak cantikkkkk 🥰
14.41

Ayraihana
Iyaa Tante samasamaa
14.41

----------

Ayra menyimpan ponselnya, mulai berjalan mendekati Delvin. Entah kenapa suasana mendadak hening seketika begitu kedatangan Ayra. Namun, respon dari kedua lawan bicara Delvin tadi malah memberikan senyuman terbaik mereka kepada Ayra.

"Halo, adek cantik, lagi cari apa?" sapa Firda ramah.

Ayra ikut tersenyum. "Enggak, kak. Lagi lihat-lihat aja tadi."

"Kalau mau diborong boleh banget, lohhh...." Leon menyahut. "Kan ada Abang Delvin yang siap membayar tunai dimana pun, kapan pun. Iya, kan, brooo?"

Delvin memutar manik matanya, kesal. Belajar dari pengalaman, Delvin bertekad tidak akan pernah lagi mampir ke tempat ini jika sedang bersama seseorang.

Ayra tertawa pelan, menghargai keramahan kedua teman Delvin yang menjadi pemilik toko bunga ini. "Lain kali aja, Kak. Kali ini beli secukupnya dulu."

"Aman, dek, amannnnn," balas Firda yang semakin manis saja ia tersenyum menatap Ayra. "Ditunggu, ya, borongannya."

"Ya, udah, kalau gitu silahkan dilihat-lihat lagi," ujar Leon tak kalah ramah. "Aku sama Firda mau lanjut nyusun display dulu, ya. Dadah Delvinnnn," goda Leon dengan senyuman penuh makna terselubungnya.

Delvin mengacuhkan. Beralih pada Ayra dengan wajah tenangnya. "Ayra mau beli bunga?"

Ayra menggeleng cepat. "Enggak, Bang. Ada pesan dari Tante Amel. Mau nitip lima tangai bunga mawar buat ditaruh di rumah."

"Balasin aja, iya."

"Sudah Ayra balas tadi."

Delvin mengangguk, lantas beranjak menuju display khusus berbagai macam jenis bunga mawar. Tentu saja, di belakangnya Ayra setia mengekor.

"Lebih bagus bunga mawar putih atau merah, Ay?"

Ayra berdehem, bingung. Dengan sebelah alis terangkat, Ayra mendekatkan diri pada Delvin. "Kenapa, Bang?" Begitu halus nada bicara Delvin hingga telinga Ayra mendadak terasa buntu.

"Menurut Ayra, lebih bagus mawar putih atau merah?" ulang Delvin, sabar.

Ayra ber-oh panjang. "Lebih bagus dicampur aja, Bang, biar adil," simpel Ayra diakhir dengan kekehan garingnya.

Tetapi, tak disangka Delvin malah tersenyum menanggapi lelucon Ayra. "Ide bagus." Lalu memanggil Leon untuk membungkus bunga-bunga pesanan Mamanya.

*****

Forget Me Not Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang