2. DELVIN ARDIANSYAH

98 13 2
                                    

FORGET ME NOT | 2. DELVIN ARDIANSYAH

"Bertemu denganmu tanpa sengaja dan mengenalmu tanpa rencana."

*****

Ingin sekali Ayra memeluk tubuhnya sendiri untuk sekedar memberikan rasa hangat. Tetapi, apa boleh buat, jika Delvin mengendarai motornya dengan kecepatan di atas rata-rata karena sepinya jalan raya tengah malam? Jikalau saja Ayra tidak memegang erat jaket Delvin, bisa-bisa tubuhnya yang malah melayang entah kemana. Sungguh, angin malam ini terasa berkali-lipat menghantam tubuh Ayra. Walaupun dirinya sedikit terlindungi tubuh Delvin, tetapi tetap saja Ayra merasa kedinginan.

Untung saja di Kota Samarinda mencari toko sembako yang buka sampai tengah malam bahkan dini hari bukanlah hal yang sulit. Mendekati lokasi salah satu toko, Delvin membelokkan stang motornya.

Sebelum Delvin memberi isyarat, Ayra terlebih dahulu turun dari motor. Setelahnya, Delvin berjalan masuk ke dalam toko. Jangankan mengajak Ayra masuk, berbicara satu kata pun tidak sama sekali.

Selang beberapa menit, Delvin keluar bersama pemilik toko dengan membawa masing-masing satu dus air mineral.

"Minta tolong ditaruh di depan aja, ya, Pak," ujar Delvin kepada pemilik toko.

"Oke, Mas."

Selesai menaruh dus, Delvin mengucapkan terima kasih kepada pemilik toko dan beralih menaiki motornya. Begitu Ayra juga sudah duduk dengan tenang di belakangnya, Delvin menoleh sedikit.

"Ayra mau makan apa?"

"Hhh?" Kalimat pertama yang keluar dari mulut Delvin benar-benar membuat Ayra keheranan. "Eng-enggak usah, Bang. Langsung balik aja gak papa," jawabnya dengan sangat hati-hati.

"Tapi Abang lapar."

Mampus kamu Ayra!!! Bisa-bisanya Ayra terlampau percaya diri atas perkataan Delvin tadi. Ia kira Delvin berusaha perhatian padanya. Nyatanya, lelaki itu merasa lapar hingga berkata dengan gamblang kepada Ayra.

"Oh, ya, udah, Bang. Ayra ngikut aja."

*****

Selain toko sembako, mencari kedai makanan yang buka hingga dua puluh empat jam pun tak sulit ditemukan di Samarinda. Ya, begitulah. Untuk perihal makanan, tetap nomor satu di kota ini. Yang terpenting jika rasa dan kualitasnya terjamin, sudah dapat dipastikan kedai itu tidak akan pernah sepi pengunjung.

Tidak jauh dari toko sembako tadi, Delvin membawa motornya berhenti di kedai lalapan di dekat persimpangan jalan. Walaupun waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari, kedai ini masih terlihat ramai.

Sebelum mencari meja kursi, terlebih dahulu Delvin menghampiri meja kasir untuk memesan menu. Dan tugas Ayra hanya mengekor saja.

"Ehhh ... Mas Delvin," sapa ibu kedai ramah begitu menyadari kedatangan Delvin. "Sudah lama gak mampir makan di sini."

Delvin tersenyum kecil bahkan sangat sekilas.

"Owalah, alhamdulillah," tambah ibu kedai yang beralih pada Ayra. "Sudah nikah, toh ... pantesan baru ke sini. Kok gak undang-undang ibu, sih, Mas?"

Ayra refleks melebarkan kedua matanya. Nikah?! Tunggu dulu .... Rasanya Delvin hanya datang bersama Ayra, lantas siapa lagi yang dikira istri Delvin kalau bukan dirinya?

"Waduh ...." Ayra benar-benar tidak habis pikir. "Bukan, Bu. Saya sepupunya Bang Delvin."

Delvin melirik Ayra sedikit, penasaran dengan ekspresi gadis itu. Sampai-sampai ia tak sadar jika kedua bibirnya menyunggingkan senyuman geli walau hanya sepintas. Dan bukannya mengklarifikasi suasana, Delvin malah memilih untuk tetap tenang.

Forget Me Not Where stories live. Discover now