Part 6

83.8K 2.5K 116
                                    

PART 6

Camelia POV

Kutatap sekuntum bunga mawar merah yang tergeletak di samping laptop. Rasanya sudah beribu kali aku mengerutkan kening menebak siapa pengirimnya.

Kuraih tangkainya, kubawa bunganya ke hidung. Wangi dan segar. Aku menghela napas. Siapa sebenarnya pengirimnya? Ini kali kedua aku menerimanya.

"Mel."

Aku tersentak mendengar suara seseorang memanggilku.

"Ayo jalan," kata Daniel sambil berdiri di depan meja kerjaku.

Aku mendongak. "Ke mana?"

"Makan siang sekalian belanja. Nanti malam orangtuaku akan ke rumahmu."

"Untuk apa?" tanyaku bingung. Aku meletak bunga mawar di atas meja.

"Untuk apa lagi? Ya melamarmu!" kata Daniel kesal.

Seketika napasku tersekat. Darah seolah berhenti mengalir dalam tubuhku.

"Aku kan sudah bilang, aku tidak mau menikah denganmu," kataku kesal. Aku meraih nota pembelian di atas meja. Rasa gusar membuatku lupa untuk menggunakan sebutan 'saya' dan memanggilnya 'Bapak'.

"Bukankah kamu sudah lihat reaksi orangtuaku kemarin? Mereka tidak mau dibantah," kata Daniel juga kesal.

Aku menarik napas panjang, "kamu kan bisa jelasin pada mereka situasi sebenarnya."

"Bukankah kamu sudah menjelaskannya dan mereka masih tidak mau peduli?"

Aku terpaku. Ya. Benar. Aku sudah menjelaskannya, dan orangtua Daniel sama sekali tidak mau mendengarkanku.

"Sudahlah! Ayo, buruan! Aku sudah sangat lapar!" kata Daniel sambil mengitari meja dan mendekatiku.

"Saya akan mengenalkan pacar saya pada orangtua Bapak agar mereka membatalkan niat mereka," kataku tiba-tiba. Sepertinya kesadaran untuk bersopan santun pada atasan mulai kembali dalam diriku.

"Kamu bawa seribu pria yang kamu nyatakan sebagai pacarmu juga percuma, Mel. Kamu tahu pasti orangtuaku seperti apa," tukas Daniel lagi.

Aku kembali menghela napas panjang. Ya. Aku tahu sekali Pak Dennis orang yang seperti apa. Sejak berkerja di sini, aku sudah beberapa kali bertemu dengannya.

Pak Dennis orang yang tidak mudah untuk percaya pada orang lain begitu saja. Apalagi melihat kondisiku dan Daniel kemarin yang sangat menunjang persepsinya kalau kami berbuat begitu.

"Ayo! " kata Deniel sambil beranjak meninggalkanku.

Aku masih mematung dan menatap hampa semua barang-barang di atas mejaku. Tiba-tiba pipiku terasa hangat dan sebuah sapuan lembut menyentuh bibirku.

Aku terkejut. Daniel sudah berdiri di sampingku dengan senyum nakalnya. Wajahku memanas. Berani-beraninya dia mencuri ciuman dariku.

"Kamu!!' suaraku tercekat saking marahnya. Dan lebih parah lagi, hatiku tidak sejalan dengan amarahku. Hatiku justru berdesir mendapat ciuman singkat darinya.

"Aku bosan melihatmu melamun terus. Dan mencium calon istriku bukanlah sebuah kelancangan." Selesai mengatakan kalimat itu, Daniel mundur berberapa langkah. "Ayo, Mel. Atau kamu berharap agar aku menciummu sekali lagi?" tanya Daniel nakal.

Wajahku memanas. Dasar playboy berotak mesum. Apa dia pikir semua wanita haus akan ciumannya? Dua bulan dia bersikap manis dan tenang di hadapanku, sekarang dengan berani dia mulai menunjukkan taringnya.

Melihatku yang masih tidak berkutik, Daniel maju beberapa langkah. Aku mendorong kursi yang kududuki untuk mundur. Daniel makin maju mendekatiku. Aku terpojok. Kursi terhenti saat membentur dinding di belakangku. Daniel menunduk.

Sebelum ia sempat berbuat lebih jauh, aku mendorong dadanya dengan napas terengah. Tanpa menunggu lebih lama, aku berdiri dan meraih tasku. Terlihat di luar sana beberapa rekan kerjaku mulai beranjak meningalkan kantor untuk makan siang. Aku bisa menatap mereka dengan bebas tanpa sepengetahuan mereka karena kaca dinding ruangan ini sama seperti ruangan Daniel, tidak tembus pandang dari luar.

Daniel tertawa senang.

***
Bersambung...

Evathink

13 mei 2019



Loving You [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang