part 10

33 43 0
                                    

Rain dan Axel berjalan beriringan. banyak pasang mata yang menatap mereka, sosok rain yang mereka tau jarang bermain bersama perempuan kecuali kakaknya berjalan beriringan bersama seorang perempuan lain?

Bahkan keduanya tampak akrab dan saling melempar senyuman. tapi bukan itu yang mereka lihat namun tatapan Rain ke Axel yang tampak berbeda.

"Lo tau gak sih? Bang Bama tuh dia punya sifat yang aneh banget... Dari cerita lo nih ya dia tuh cocok banget keknya sama kembaran lo itu."

"Yang bener? Kalo keduanya ketemu bakal gimana ya? Heboh mungkin ya? Rasa ingin menjodohi." Rain tertawa kecil.

Keduanya berbincang sembari berjalan tanpa memperdulikan tatapan dari orang orang.

"Rain!!" teriak seseorang dari arah belakang membuat Rain dan Axel sontak memutar badanya menghadap ke belakang.

"Kak Reina!" Rain tersenyum saat melihat kakak sekaligus kembaran nya yang sedang berlari ke arahnya.

Sesampainya di depan keduanya Reina membungkuk dengan kedua tangan yang berpegangan pada lutut, nafasnya terlihat memburu.

Di saat nafasnya mulai stabil Reina menegakkan tubuhnya lalu menatap Rain kesal." lo kemana sih? Capek gue nyariin. di kelas lo gak ada tadi."

"Maaf kak... Aku nemenin Axel ke kantin soalnya."

"Axel?" beo Reina lalu ia menatap Axel yang ada di sebelah Rain yang tampak terdiam dengan raut wajah kaget.

"Hei cewek, lo cantik juga ya... Jadian ma gue yu." ujar Reina, ia mengedipkan sebelah matanya membuat Rain bergidik ngerih.

"Jangan mulai deh kak, dia gak lesbie." nada tak suka terdengar dari nada bicara Rain.

Mendengar itu Reina yang merasa aneh pun menatap Rain dengan tatapan curiga."Kenapa? Kok lo kek gak suka gitu? Owh... Okay okay sorry gue gak peka.. Silahkan lanjutkan berdua, gue mo nyari teman gue dulu,  bye." lalu ia pergi meninggalkan Rain dan Axel di tempat yang sama.

"Itu kembaran lo?" tanya Axel dengan wajah yang tampak terheran heran.

"Iya. tenang dia gak lesbie kok... Sifatnya emang kek gitu. Kak Reina jahil soalnya." jelas Rain.

Axel mengangguk paham.

Keduanya kembali berjalan menuju kantin.

Sesampainya di kantin Axel sedikit tertegun melihat kantin yang sangat bersih tampa adanya siswa dan siswi yang berdesakan.

Melihat raut wajah kaget milik Axel Rain terkekeh."kenapa?"

"Ini seluruh murid kan yang istirahat? Kok kantin nya sepi?" tanya Axel.

"Iya, kenapa kantin ini sepi karena kebanyakan murid murid makan nya di kantin utama. kantin utama sama kantin ini gak beda jauh. Makanan yang di jual juga sama aja, tapi menurut aku lebih enak disini soalnya adem ayem terus kalo mau belanja gak perlu ngantri." ujarnya.

Axel mengangguk."emang disini ada berapa kantin?"

"Kalo mau tanya tanya nanti dulu. kita duduk dulu gimana? Kamu gak pegal emang berdiri terus?" tanya Rain, ia menaikan sebelah alisnya.

"Y-ya capek sih." Axel tersenyum canggung.

Rain menarik tangan Axel lalu membawanya menuju salah satu meja yang berada tak jauh dari mereka.

Jantung Axel berdebar tak karuan saat merasakan tangan dingin Rain mengenggam tanganya .

"Maaf lancang udah megang kamu. ayo duduk."

Axel mengangguk paham, seharusnya ia tak kaget tadi.

Kedua nya duduk di meja yang sama dengan posisi yang saling hadap hadapan.

"Pertanyaan gue masih sama kek tadi, disini ada berapa kantin?" tanya Axel lagi.

"Hm... Disini ada empat kantin, ini kantin ketiga. Kantin pertama ada di dekat kelas dua ips A yang kedua dekat pintu keluar yang keempat dekat taman belakang, aku ga nyaranin yang ke empat karena disana sepi banget dan juga penjual nya kurang lengkap, kalo kantin kedua sama rame kayak kantin pertama." jelas Rain.

Axel mengangguk paham."siapa sih pemilik sekolah ini ? Gak habis pikir gue sama yang buat nih sekolah. niat banget bikinya."

Kekehan keluar dari bibir Rain."kamu kan tau nama sekolah ini ambrata school, ambrata itu marga keluarga. jadi yang punya sekolah ini salah satu anggota keluarga ambrata."

"Lo tau siapa?" tanya Axel, Rain tersenyum tipis.

"Apa kamu sangat penasaran siapa pemilik sekolah ini?" tanya Rain.

Axel mengangguk."ini sekolah warisan dari ibu aku untuk abang aku varo, dia itu pemilik sekaligus kepala sekolah disini. Sekolah ini di bangun oleh ibu aku. Dulu setahu aku sekolah ini kecil dan menampung beberapa murid saja, dulu ada dua bagian yaitu untuk murid menengah ke atas dan kebawah. Untuk yang menengah keatas mereka harus bayar tapi yang kebawah tidak perlu tapi ada syarat nya. Yaitu harus memiliki ijazah dan raport sekolah lama dengan nilai yang bagus. Minimal mereka punya satu kemampuan khusus seperti karate, berenang atau lainya. Kalo yang menengah ke atas dulu aku dengar harus bayar minimal satu juta perbulan."

"Perbulan? Kok sekarang bisa sampai tujuh juta ya?" nada bicara Axel memelan.

"Soal itu menurut aku karena fasilitas disini lengkap jadinya mahal, banyak yang suka sekolah disini dulu karena menurut mereka murah dan juga bagus banget pelayanan nya. Dulu itu lengkap pelajaran nya ada bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Mandarin. Pluss bahasa Jepang Sama pelajaran lainya."

"Wow.. Hebat banget. Pelajaran sebanyak itu dan hanya perlu bayar satu juta perbulan? Itu belum termasuk kebutuhan lainya kan?" tanya Axel memastikan.

"Dulu satu juta itu sudah termasuk makan. Dulu makan di tanggung sekolah tapi sekarang gak lagi. soalnya karena ibu aku sempat sakit sakitan jadi papa aku yang urus sekolah ini. Dulu sekolah ini hampir bangkrut tapi cepat di tangani abang aku jadinya ibu aku warisin nya untuk abang aku, Sampai sekolah ini bisa besar seperti ini."

"Hebat ya abang lo." puji Axel untuk Varo.

Rain tersenyum tipis, jarang jarang ada yang memuji keluarganya."iya, dia hebat. Sama seperti ibu, sifat ibu menurun kepada nya. Dia memiliki sifat yang sama persis seperti ibu," gumam Rain namun masih dapat didengar oleh Axel.

Merasa bahwa membicarakan ibunya Rain membuat Rain merasa sedih Axel pun segera mengalihkan pembicaraan mereka."hm... Lo gak mau makan?" tanya Axel.

Rain yang tadinya sempat termenung tersentak kembali. matanya mengerjap pelan mengingat apa yang Axel katakan tadi."boleh, biar aku yang pesan. Kamu mau apa?" tanya Rain.

"Ada nasi goreng gak? Kalo ada gue itu aja, kalo gak ada seterah lo aja. Kalo perlu samain kayak pesanan lo."

Rain mengangguk, ia berjalan menuju salah satu penjual makanan di kantin itu.

Atensi Axel tertuju pada satu titik yang membuatnya sedikit tak nyaman

Strong Man [End]Where stories live. Discover now