8. Terbongkarnya Rahasia

107 3 0
                                    

Shinta: Woyy

Shinta: Mau ikut ga?

Shinta: Raisaaa

Shinta: Saaa

Shinta: Apa bngt cuma di read doang😒

Shinta: R

Shinta: A

Shinta: I

Shinta: S

Shinta: A

Shinta: Saaaaaaaaaaaa

Shinta: Yangg

Raisa: Jangan spam shin

Shinta: Maap adinda:(

Raisa: :(

Raisa: Mau kemana sih?

Shinta: Mau main ke kafe kakak

Shinta: Lama banget ngga ke sana

Shinta: Mau ikut nggaaa

Raisa: Ngga deh

Raisa: Mau ovt dulu

Raisa: :)

Shinta: Sa ....

Shinta: Kamu tuh kayanya kebanyakan makan cinta deh

Shinta: Cinta bertepuk sebelah tangan tapi awokaowkaowk

Raisa: Ketikanmu shin

Raisa: Ga ada adab

Raisa: 👊

Shinta: Ampun kak🙏

• • • •

Ting!

Denting lonceng terdengar dari arah pintu terbuka, membuat atensi para pegawai kafe itu sebagian teralihkan.

Agra buru-buru mengambil rompinya, dan melangkah menyambut kedatangan sang pelanggan.

"Selamat soreㅡ"

Dan kata-katanya berhenti di tenggorokan.

Kala melihat siapa yang baru saja datang.

Gadis bermata bulat itu lagi.

"Agra?" tanya gadis itu bingung. Melihat pakaian yang Agra pakai adalah seragam toko milik kakaknya.

Gadis itu menipiskan bibir. Mendapati Agra yang terdiam di tempatnya. "Kamu kerja?"

Untuk beberapa saat keduanya hanya diam, dan saling bertanya lewat tatapan mata.

Ada sesuatu yang berat di ucapkan. Tapi akhirnya Agra tak mampu untuk mengelak. Cowok itu tersenyum tipis kini. "Mau pesen apa, Ta?"

Shinta tersentak. Rasanya benar-benar janggal.

Benar-benar membingungkan.

Tapi ia tak bisa bertanya terlalu dalam.

Shinta balas menggeleng. Saat itu, dari arah belakang Agra seseorang datang membuat Shinta mengendikkan dagunya pelan. "Mau ketemu kakak aku."

"Kenapa enggak ngabarin mau ke sini?" tanya Rehan, kakak Shinta.

Shinta balas tersenyum kecil. "Kejutan!" katanya melebarkan tangan.

"Idih sok iye, kejutan-kejutan," cibir Rehan membuat Shinta mengerucutkan bibirnya.

Merasa sadar diri, Agra pun menjauhkan dirinya dari kedua saudara itu.

Menjauhnya cowok itu di sadari Shinta. Gadis itu menipiskan bibir, merapatkan diri ke arah Rehan. "Kak, dia temen aku. Kok bisa di sini? Dia kerja?" tanya gadis itu berbisik.

Rehan mengerutkan kening. "Oh, Agㅡ"

Shinta melotot, reflek membungkam Rehan. "Jangan kenceng-kenceng!"

"Wlek! Pftt! Tangan kamu bau terasi," kata Rehan hampir mengumpat setelah berusaha melepaskan bekapan Shinta.

Dan dengan polos, Shinta hanya menunjukkan deretan giginya.

• • • •

Lagi.

Sebuah pertemuan yang kebetulan.

Agra tak mengira jika ia bekerja di tempat kakaknya Shinta. Sebuah kafe kecil yang terletak hampir di pusat kota.

Agra menipiskan bibirnya, selesai menata semua kursi dan merapikan isi kafe, cowok itu mengambil ranselnya yang ada di ruangan pegawai. Berpamitan dengan yang lain, dan pulang.

Agra melangkah pelan di trotoar. Lantas berhenti di halte bis, tempat biasa ia menunggu angkot lewat.

"Agra," panggil seseorang membuat agra terjengkit.

Cowok itu reflek menolehkan kepala ke samping. Mengulum bibir ke dalam ketika mendapati sosok gadis bermata bulat itu memandanginya kini.

"Kamu ngikutin aku?" selidik Agra membuat Shinta nyengir.

"Enggak tuh."

Agra mendelik kecil. Membuat Shinta tertawa. "Aku kalo pulang dari kafe selalu nunggu angkot di sini kali," jawab gadis itu.

Agra termenung. "Selalu?" ulangnya dengan nada bertanya.

"Hmmm. Dulu aku sering main ke kafe kok. Cuma ya, setahunan ini sibuk banget."

Shinta mengembuskan napasanya pelan. Karena pergantian kurikulum sekolah, dirinya sekarang jadi lebih sibuk. Ia harus aktif juga, sampai waktu mainnya pun berkurang.

Shinta menoleh ke Agra. "Eh, Gra. Kamu kerja di sana? Seriusan kerja di sana?"

Dan saat itulah Agra mengangguk pelan.

Untungnya ia tak perlu memberikan penjelasan ketika akhirnya yang ia tunggu-tunggu tiba. Agra menghentikan akngkot, dan ia menoleh ke Shinta. "Aku duluan ya," katanya yang justru mengernyit bingung.

"Duluan kemana? Orang aku juga mau naik," kata gadis itu membuat Agra terdiam.

"Oh ... yaudah," kata Agra kini menunjukkan deretan giginya.

Hanya ada sedikit penumpang di dalam angkot itu. Jadi, keduanya bisa mendapatkan tempat yang lebih lenggang. Agra mendudukkan diri di tempat tepat belakang supir, sedangkan Shinta berada di sampingnya.

Untuk beberapa menit perjalanan itu, tak ada yang memulai pembicaraan. Shinta melamun, dan Agra memainkan ponselnya.

Hingga layar hp yang semula menunjukkan sebuah permainan itu kini bergetar dan berubah menjadi tanda ada panggilan masuk.

Melihat namanya, punggung Agra menegak. Langsung menjawab panggilan itu.

"Iya, halo, Sus."

• • • •

Shinta tau ini hal salah.

Tapi dia sungguh penasaran.

Gadis itu melangkah pelan-pelan, sesekali bersembunyi tapi tetap memantau sosok cowok yang tadi seangkot dengannya. Shinta sedikit terkejut tatkala Agra memasuki gedung bertingkat dengan beberapa orang berlalu lalang di lorong.

Rumah sakit?

Shinta mengerutkan kening. Perlahan mengambil ponselnya dan membuka kamera.

Ckrek!

Lantas mengirimkan kepada seseorang.

Shinta: [pict]

Shinta: Sa, lihat itu Agra

Shinta: Rumah Sakit Harapan.

Agra, Rasa, dan Raisa (Novellet)Where stories live. Discover now