02

33 3 0
                                    

   Halaman empat03/06/2010

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

   Halaman empat
03/06/2010

   "Biru! Ayo menghitung bintang malam ini!" Ajakku sambil menarik tangannya untuk berlari keluar rumah.

   Waktu itu kami berdua belajar bersama di rumahku. Matematika benar-benar membuat otakku panas dan berasap seperti Patrick Star. Aku memang bodoh dalam hal hitung-hitungan, namun Biru adalah kebalikannya. Melihatnya serius menulis ratusan angka yang membuatku pusing, kedua mata sayup-sayup itu membuatku jatuh hati padanya.

   Aku mencintainya sejak awal, jadi itu menghancurkan hatiku. Biru tetaplah pemeran utamanya, dia yang membuatku jatuh cinta dan membuatku lemah saat itu juga. Namun aku langsung menghapus pikiran itu setiap kali mengingatnya.

   Jika aku jatuh cinta padanya, lebih baik aku menyerah saja. Atau mungkin... aku harus mengejar ketidakpastian yang entah ke mana arahnya?

   Aku akan tetap menjadi temannya hingga perasaan ini hilang. Tak apa jika kita tak melanjutkan hubungan ini ke tahap selanjutnya, yang penting setiap hari saling berinteraksi, tertawa dan bercanda bersama. Karena bertahan menjadi seorang teman dengan orang yang kita sukai itu lebih mudah dari mengungkapkan perasaan kita.

   Berbaring di hamparan rumput yang masih basah karena hujan, tak peduli jika pakaianku basah asal menghitung bintang bersama Biru dengan bahagia. Biru mengangkat jari telunjuknya, mulai menghitung bintang yang menghiasi langit malam pada pertengahan April

   "Bintang itu punya ku."

   Tawa yang hanya kami berdua saja yang dengar itu, bahkan tak bisa lepas dari pikiranku. Biru, kamu membuatku menaruh banyak harapan hingga tak tersisa.

   Orang-orang tak mengerti, dan terus berbicara seperti burung Beo tanpa henti, melayangkan kata-kata buruk setiap harinya yang sudah menjadi makanan sehari-hari. Suara-suara yang entah datang dari mana itu terus menghantuiku, menggema di setiap ruang pikiran dan amat nyaring.

   Biru datang di tengah kebisingan itu dan bertanya, "Kamu kenapa? Kenapa wajahmu kelihatan kayak abis nangis? Siapa yang udah nyakitin kamu? Sini, bilang ke aku."

   Aku menggeleng sambil mengusap lenganku yang terluka. Kamu ingin tahu apa yang terjadi padaku, Biru? Aku adalah korban perundungan sekolah, semua orang membenciku karena aku dekat denganmu. Mereka akan melakukan perundungan padaku saat kamu keluar dari kelasku.

   Karena itu, di dunia ini aku hanya memiliki Biru dan keluargaku. Aku hanya merasa aman saat bersama mereka berdua di saat tingkat ketidakpercayaanku pada manusia benar-benar tinggi.

   Kamu tahu? Apa kalimat yang Biru katakan hingga membuatku tiba-tiba menangis saat mengingatnya?

   "Kapanpun kamu merasa dunia gak suka sama kamu, Kia harus ingat kalo aku ada di sini buat kamu entah suka maupun duka. Biru akan selalu ada di sisi Kia, selalu."

.ೃ࿔

Halaman lima
15/06/2010

   Biru memberikanku sebuah pelukan paling hangat yang pernah ada, menyembuhkan batin yang terluka karena candaan sang semesta.

   Biru memelukku dan membisikkan beberapa kata untuk menyembuhkan lukaku, "Maaf ya, orang-orang gantungin ekspetasinya ke kamu. Waktu semua orang sibuk menuntut, meremehkan. Waktu kamu lelah ingin menyerah, pada kenyataannya? Kamu masih bertahan. Makasih banyak ya, selama ini udah berusaha buat memenuhi ekspetasi orang-orang."

   Sedangkan aku hanya bisa tersenyum mendengarnya. Itu adalah kalimat pujian paling indah yang pernah ku dengar darinya, "Kamu jangan bikin aku tambah nangis dong! Tapi makasih ya."

    "Aku suka liat kamu nangis, malah kelihatan lebih cantik." Balasmu yang langsung membuatku salah tingkah saat itu juga.

    Aku langsung memukul lengan Biru, meminta untuk diam karena hariku sedang kacau sekarang. Aku tak akan pernah lupa tentang malam itu. Malam di mana aku merasa kupu-kupu di perutku berterbangan, malam di mana aku jatuh cinta padamu seperti biasa.

   Saat Biru tersenyum, aku menyukainya. Selama masih ada dia, aku baik-baik saja dengan kesendirian ini. Sementara orang lain membuatku menangis dan terjatuh, Biru—orang yang susah payah menghiburku.

   Biru bisa menjadi kebahagiaanku, namun dia juga sosok yang menyakitkan dalam hidupku.

.ೃ

Halaman enam
06/06/2022

    Tangis tawa di hari itu, banyak hal yang kita bagi bersama. Seolah hanya aku yang bermimpi memelukmu dengan erat, namun aku masih merasa sangat hampa, hanya jawaban tak berujung seperti labirin yang ku dapat. Cerita akhir yang berharga, cerita yang kuharap akan berakhir menjadi memori.

   "Biru, aku rindu."

    Kata-kata itu terus tertahan di bibir yang terus terpendam, sekarang akan aku sampaikan padamu. Saat kamu dan aku bersama di hari yang indah itu, kita bersinar paling terang melebihi siapapun. Ku tak bisa melepaskanmu, meski hari-hari itu terlihat sangat jelas.

    Aku hanya bisa berharap semoga kenangan indah itu jangan sampai memudar.

.ೃ࿔

Star In 2010 ✔️Where stories live. Discover now