Part 33

624 75 12
                                    

Happy reading 😊

Sambil mengelus perutnya, Akira duduk di tepi ranjang sambil menatap keluar jendela. Akira saat ini tengah berusaha meredam amarahnya.

Suara pintu yang diketuk sudah terdengar sejak beberapa menit yang lalu. Disana, di balik pintu kamar, ada Marvin yang masih berusaha untuk berbicara dengan Akira.

"Akira, bagaimana agar amarahmu bisa reda?" Marvin mendudukkan tubuhnya sambil bersandar pada pintu di belakangnya.

"Biarkan aku membalas perbuatan mantan kekasihmu," sahut Akira dari dalam.

Marvin menoleh dan menatap pintu kamarnya, ia terdiam cukup lama. "Mana bisa aku membiarkan istriku melukai orang lain, terlebih kamu sedang hamil."

"Kalau begitu, kamu saja yang melakukannya. Balas perbuatan mantanmu sekarang juga!"

"Aku akan melakukannya. Tapi sebelum itu aku harus memperhitungkan segalanya, agar itu tidak menjadi bumerang bagi kita Akira," ucap Marvin dengan lembut.

"Yasudah terserah. Pikirkan saja sendiri, aku tidak peduli!"

Marvin menghela nafas. "Aku akan membuat Anastasia membayar perbuatannya, tapi dengan cara yang sesuai."

Akira terdiam cukup lama. "Sudah kan bicaranya. Sekarang tinggalkan aku sendiri."

"Maaf. Aku tidak akan lelah mengatakan itu berkali-kali Akira. Aku akan kembali lagi nanti, dan kuharap saat itu amarahmu sudah mereda." Marvin lalu berdiri dan berjalan pergi.

Akira mencengkram rambutnya, ekspresi datar Akira menyembunyikan amarah Akira yang saat ini masih meluap-luap. Setelah beberapa tahun, ia akhirnya kembali merasakan amarah yang begitu besar seperti saat ini. Terakhir ia merasakan hal seperti ini saat Natasha di tampar oleh seorang pria ketika mereka masih di Indonesia. Saat itu ia beruntung bisa meluapkan amarahnya dengan memukuli pria itu, berbeda dengan saat ini. Rasanya kepalanya seperti ingin meledak karena tak bisa meluapkan amarahnya.

"Amarahku sama sekali tidak mereda. Jika terus berlanjut, itu bahaya bagi kandunganku," gumam Akira.

Akira langsung bangun dari duduknya, ia lalu menghampiri meja di dekatnya dan langsung membalikkan benda mati itu hingga menimbulkan bunyi yang cukup keras.

Dengan ekspresi datarnya, Akira menghampiri meja riasnya, untuk mengacak-acak semua benda yang ada di atasnya. Namun ia langsung mengurungkan niatnya itu.

Akira menyadari itu tidak akan baik untuk mentalnya, karena lama kelamaan ia bisa saja jadi terbiasa mengacak-acak barang jika sedang marah.

Setelah memeriksa kalau Marvin  memang sudah pergi dari depan kamar, Akira langsung pergi meninggalkan kamarnya untuk mencari udara segar.

Akira berjalan melewati pintu utama mansion, hingga sampai di perkarangan luas mansion Czaren. Dari tempatnya berdiri Akira bisa melihat dua buah menara yang terletak di kanan kiri area gerbang, yang masing-masing berisi dua orang penjaga berkalung senapan yang tampak serius memperhatikan area sekitarnya.

"Nyonya, Anda ingin pergi kemana?" Ivan berjalan menghampiri Akira.

Sebelumnya Ivan melihat Akira pergi keluar, itulah kenapa Ivan langsung mengikuti Akira, karena ia merasa khawatir, terlebih sang Nyonya pergi keluar seorang diri. Sehingga ia takut Akira melakukan sesuatu yang tidak-tidak.

Ya, pertengkaran besar antara Akira dan Ana sudah menyebar ke penjuru mansion, hingga setiap pekerja mengetahuinya dan membicarakan itu.

"Ingin mencari udara segar. Mungkin dengan itu amarahku bisa mereda." Akira mulai melangkahkan kakinya.

Weird GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang