Bagian 9

376 4 0
                                    

"Disa.. "

"Iyaaa?"

Tiba-tiba Bima menyodorkan beberapa lembar uang pada Dimas yang sedang asyik berdandan di meja nakasnya. Tidak disangka menjadi istri Bima menyenangkan, dia begitu sayang dan membutuhkan Dimas termasuk anak-anaknya.

Dimas merasakan selama ini Bima sudah sangat bertanggung jawab padanya, tidak pernah lupa memberinya uang jajan atau uang belanjaan. Meskipun dia tidak pernah meminta sekalipun, bahkan sering juga mengantar dan menemaninya ke pasar. Benar-benar suami idaman.

Namun kali ini Dimas mengeryitkan dahinya karena tahu maksud suaminya memberikan uang, pasalnya baru beberapa hari lalu Bima memberikan uang belanja kepadanya.

"Buat apa lagi?"

"Udah kamu pegang aja. Siapa tahu butuh, entah ke salon, shopping. Pokonya bawa aja".

"Gapapa nih aku? Beneran?"

"Kalo gamau, mas masukkin lagi nih" ucap Bima langsung membuat istrinya menyabet lembaran uang yang ada ditangannya, padahal bagi Dimas dulu uang dengan jumlah segitu, harus ia dapatkan bersusah payah.

"Hehe.. Aku mau lah. Mana ada gamau dikasih uang. Makasih ya" ucap Dimas dengan gaya centil memegang uang dari suaminya, lalu tersenyum tipis. Astaga!!! Kok aku jadi centil sih?? Benar-benar nih tubuh bikin frustasi, pikirnya.

"Mas berangkat dulu ya. Hati-hati di rumah".

Seperti biasanya, Dimas lantas meraih tangan suaminya lalu mencium punggung tangannya. Bima segera keluar rumah dan masuk mobil untuk menjalakannya, sekalian mengantar anak-anak.

Setelah kembali masuk, terdengar suara ponsel berdering di atas meja nakas, Dimas langsung menjawab telepon begitu melihat nama "Ibu" di layar.

"Kamu jadi kesini gak, Nduk?"

"Insyaallah jadi bu. Ini mau siap-siap".

Dimas bergegas untuk memakai gamis dan terakhir dia memakai kerudungnya, matanya kemudian berganti ke arah cermin apakah penampilannya udah sempurna atau belum.

Dari kecil Disa sudah diharuskan memakai hijab, dari keluarganya memang dikenal dekat dengan agama. Karena itu, semenjak Dimad menguasai tubuh adiknya, terpaksa dia harus memakai pakaian-pakaian muslimah. Bahkan menurutnya dia lebih enak memakai pakaian tertutup, enggak kepanasan.

Seperti biasa, memakai pakaian serba tertutup, itu sebabnya Dimas kurang lihai dalam berkendara motor. Selama diperjalanan dia kerap kali menyenggol spion pengendara lainnya, dan mereka memaklumi kalo yang menyenggolnya adalah "emak-emak". Itu nilai plus yang dimiliki Dimas kali ini.

Meskipun jarak rumah Bima dengan rumah Eka cuma beberapa kilometer, tapi kesibukannya di rumah membuatnya jarang berkunjung. Butuh waktu selama lima belas menit. Setelah sampai dirumah, Dimas langsung disambut oleh perempuan paruh baya yang sudah menunggu di depan rumah

"Assalamu'alaikum Bu..." Ucap Dimas

"Waalaikumsalam" Jawab ibu.

"Bapak mana bu?" tanya Dimas sedari tadi tak ada tanda-tanda bapaknya.

"Lagi dirumah Pak De, gatau ada urusan apa??" kata ibu

Lantas Dimas menyalami tangan ibunya atau Ratna sambil tersenyum tipis, digiringnya dia menuju ke dapur oleh ibunya. Di meja sudah ada menu kesukaan Disa, sambel pete. Sebaliknya bagi Dimas, yang tidak suka sama sekali.

"Ibu sudah masakin menu kesukaaanmu, Nduk".

Dimas sedari tadi sekedar duduk menatap masakan di meja dan tak menyentuh makanan itu sama sekali. Dia tiba-tiba kehilangan nafsu makan.

"Tumben. Kamu gak makan, Nduk?" ibunya heran memperhatikan anak perempuannya, enggak biasanya menolak pete Namun perempuan itu hanya menggeleng lemah.

"Kamu gak sakit kan, Nduk? tanya ibu.

Dimas balas tersenyum kecil, "Mboten Bu. Aku ndak sakit kok".

"Yaudah kamu minum ini!! Enak anget-anget" ibunya menyodorkan segelas teh.

"Makasih ya, Bu" ucapnya pelan.

Bu Rata mendesah pelan, melihat perempuan itu, wajahnya tampak kuyu, tatapan mata menandakan sesuatu yang aneh. Sebagai ibu tentu prihatin, tetapi beliau tak mau jika memaksa putrinya agar bercerita. Beliau Cuma berharap hubungan anaknya baik-baik saja.

My Bestfriend HusbandWhere stories live. Discover now