Bagian 6

429 6 0
                                    

Mata Dimas membulat tak percaya, langsung bertatapan dengan mata hitam Bima yang mengambil tempat duduk di samping dirinya. Lelaki yang begitu mirip dengan putra sulungnya itu masih tetap tanpa ekspresi menatapnya.

Perlahan Dimas menunduk, menghindari tatapan ayahnya anak-anak. Lalu mengalihkan perhatian dengan saksama menatap isi kado itu yang berisi pakaian dengan dua tali tipis yang berhasil dia buka. Lingerie*

Dimas pun memejamkan mata saat menyadari baju apa ini. Kenapa otakknya bisa lelet begini?

Dia malu!! karena dia membuka kadonya. Apalagi Bima yang belum beranjak dari duduknya. Entah masih menatapnya atau tidak, yang pasti Dimas tidak ingin menatapnya.

"Akh! Dasar mesum kamu.!" Teriak Dimas tersipu malu.

Meski masih merasa kesal, Dimas tidak bisa menyembunyikan senyum melihat suasana romantis itu. Berhasil membuat Dimas sadar, kalo Bima Sakti, lelaki 33 tahun itu. Sekarang bukan lagi sahabatnya.

"Kalo kamu tidur dulu gapapa. Mas mau bicara sama bapak. Kasihan gak ada yang nemeni ucap Bima sambil mengusap kepala dua anaknya yang sudah terlelap, mengecup pipi mereka bergantian, lalu keluar kamar.

Dimas menatap wajah polos Naura sambil mengusap punggung Raden. Tiba-tiba bayangan ketika masa-masa kecilnya bermain dengan Bima, membayang sangat jelas. Membuat kantuk dan lelah seharian tidak menenggelamkannya dalam lelap.

"Masih belum tidur?"

Tanpa disadari Bima kembali ke kamar dan beranjak ke sisi kasur yang masih kosong, seketika membuyarkan pikiran Dimas

"Belum. Masih belum ngantuk...

"Tumben? Biasanya jam segini sudah ngorok" Terdengar ledekan dalam suara Bima. Mungkin terkejut mengetahui istrinya belum tertidur

"Kalo gabisa tidur. Masa dipaksaain" balas Dimas asal. Terjadi hening dalam beberapa saat, lalu terdengar suara krasak-krusuk.

Dimas kembali menoleh ke belakang sekali lagi untuk memastikan suara itu, namun langsung mendelik kaget melihat apa yang terpampang jelas di depan matanya. Seorang lelaki naked, menampakkan punggung polos dengan otot yang masih sedikit terbentuk.

Meski sudah sering kali melihat bentuk tubuh Bima, namun sekarang hal ini terasa aneh bagi Dimas dan ingin sekali memeluknya dari belakang. Eh??

Sekali lagi matanya kembali menoleh, melihat Bima duduk diam di sisi ranjang sambil menatapnya dengan alis terangkat.

"Kenapa?? Tanya Bima tercekat.

Anu.. Aku belum terbiasa tidur sama laki-laki. Dimas langsung menutup mulut setelah sadar kalo Bima sudah terbaring di sebelahnya, lalu segera berpaling memunggunginya, menyembunyikan wajah yang pasti sudah memerah karena malu.

Ah... Sial!! Pasti karena tubuh ini. Aku jadi salting sama Bima, ketusnya.

"Baguslah kalau begitu. Jadi, mulai malam ini biasakan tidur sama aku!"

Eh... Bibir Dimas langsung terkunci rapat tanpa mampu membalasnya yang telah kembali memejamkan mata dengan tenang.

*

Rasa lelah ditambah dingin yang menyelimuti kulit, alasan yang hampir membuat Dimas meninggalkan kewajibannya sebagai makhluk Allah. Namun, kedua mata Dimas akhirnya terbuka sempurna karena melihat keluarga kecilnya yang terlelap sepanjang malam, dan dia ingat, ada tanggung jawab setelah ijab kabul diucapkan Bima.

Tangan Dimas meraba nakas di samping ranjang, meraih ponsel yang selama dua harian tidak tersentuh, muncul berderet notifikasi ucapan selamat. Dan tanpa sadar, dia langsung tahu kunci ponsel itu.

Eh...Kok aku bisa tahu kunci ponselnya Disa sih. Aneh banget!!! pikirnya masih penasaran.

Jam digital pada ponsel tersebut menunjukkan pukul 04:00 dini hari, 30 menit lagi menjelang Subuh. Rasa malas merayapinya, enggan untuk turun dari selimut dan pelukan anak-anak. Kemudian dia memilih berselancar di dunia maya, membalas pesan masuk dari kenalan-kenalan yang berhalangan untuk datang di hari pernikahannya.

Dimas langsung menyimpan ponselnya kembali di nakas ketika azan Subuh terdengar. Kemudian memperbaiki posisi tidur Naura dan Raden, sebelum berbalik menatap ayah mereka yang terlelap tanpa adanya gangguan sedikit pun oleh pergerakannya sejak tadi.

Sejenak dia menatap wajah sahabatnya, bingung bagaimana cara dia membangunkannya, biasanya sih tinggal digoyang-goyang aja tubuhnya. Tapi, saat ini mungkin itu menjadi hal yang aneh

Gimana lagi caranya? Sudah berkali-kali Dimas mengguncang bahu Bima, berbisik, menepuk sudah dilakukan. Meskipun setiap kali menyentuh kulit Bima, seperti ada sengatan di sekujur tubuhnya, namun dia tahan.

Nih anak kelakuannya.... Udah jadi suami kok sama aja. Mana udah kayak pingsan lagi kalo tidur!! omelnya di hati.

Mas, bangun..!" Dimas berusaha sekali lagi menepuk bahu suaminya yang asyik memeluk guling. Hampir sepuluh menit berlalu setelah azan Subuh, tapi tetep saja matanya belum kebuka.

Dimas mencoba sekuat tenaga menahan mulas karena ritual bangun pagi tersalurkan, dengan tubuh kecilnya, dia sedikit lebih keras dia menarik bahu Bima yang akhirnya berbalik. Dan ... wajah tampannya terpampang dekat di depan mata.

Eh, tunggu. Apa kata hatiku tadi? Tampan? Aku gaboleh begini... Sadar Dimas!! Kamu laki-laki seketika kedua tangan Eka memukul-mukul wajahnya sendiri.

"Ada apa? Pagi-pagi udah berisik?"

Mata Dimas pun mengerjap cepat, tersadar mendengar suara Bima lirih. Tahu-tahu rasanya panas dingin menjalari kedua pipi Dimas saat menyadari posisi wajah mereka yang begitu dekat. Bahkan aroma aneh napasnya langsung menusuk indera penciumannya.

Melalui pengendalian diri yang baik, akhirnya Dimas mampu berdehem, dan segera menjauhkan wajahnya. "Kamu gak dengar apa? Udah azan Subuh. Lagian dari dulu kamu masih aja begini!. Nanti ketinggalan jamaah di masjid, tuh!"

Saking keselnya Dimas sampai keceplosan dan langsung menutup mulut, Oh tidak!! Jangan sampai Bima curiga. Bisa mati aku batinnya.

Barusan ka...?

Enggak!! Maksudku kamu seperti bapak!! Kalo tidur susah dibangunin Dimas berusaha mencari-cari alasan agar Bima tak mencurigainya.

Namun pergerakan Bima yang tiba-tiba bangun membuat dirinya lagi-lagi tersentak, terhuyung ke belakang.

Ya udah aku mandi dulu.

"Tunggu!! Aku dulu..." Dimas memotong dan langsung berlari menuju pintu kamar mandi.

Disa..Disa.. Dari dulu sifatmu itu gak berubah. Awalnya aja keliatan cuek, malu-malu.. Bima cuma bisa senyum-senyum sendiri melihat tingkah laku istrinya.

My Bestfriend HusbandWhere stories live. Discover now